Mohon tunggu...
Bambang Subroto
Bambang Subroto Mohon Tunggu... Lainnya - Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Pensiunan Badan Usaha Milik Negara, alumni Fakultas Sosial & Politik UGM tahun 1977. Hobi antara lain menulis. Pernah menulis antara lain 2 judul buku, yang diterbitkan oleh kelompok Gramedia : Elexmedia Komputindo. Juga senang menulis puisi Haiku/Senryu di Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kita Makan Siapa?

3 Maret 2021   11:03 Diperbarui: 3 Maret 2021   11:15 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Harry Rusli memang kocak. Ia guyon sambil menyindir penyelenggaraan Pemilu. Sampai sekarang saya masih tertawa ngakak : "Seluruh rakyat hari minggu pesta, arak-arakan dapat cemban, hikmah partai mencari massa, pilihlah Parpol yang banyak dananya, tapi nyoblos mah, gimana kita".

Itu lagu politik menjelang Pemilu. Meminta pengikutnya bersatu, walau petingginya sendiri  berseteru. 

Kekuasaan itu penuh godaan. Petinggi partai harus orang pilihan. Otot kawat, belulang besi. Kena tombak tertawa ngakak. Lihat dhuwit, syahwat pun  melangit.

Pertunjukan lain yang tidak kalah seru, apabila melihat mereka berseteru. Bapak, ibu, anak, menantu saling bongkar pasang pandangan. Tentu berharap meraih kemenangan. Padahal sering terjadi "Corruptio optimi pessima", yaitu proses pembusukan dari orang yang punya kedudukan tertinggi, adalah hal paling jelek".

Politik, selalu berhiruk pikuk dengan adu strategi. Kalau bersilat di kancah ini, jangan berharap ada kepolosan, keluguan, atau lempeng lurus-lurus saja.

Di dalam jagad perpolitikan banyak terjadi kekhilafan. Misalnya, keputusan salah, yang tidak diketahui sebagai kesalahan, atau telanjur dinyatakan salah, adalah contoh dari kekhilafan politik.

Lalu ada yang diuji lagi. Apakah partai politik tersebut masih memiliki figur yang kharismatik ? Jika telah memudar setelah sempat tenar, kegaduhan akan semakin meruncing. Rahasia bersliweran dikonsumsi umum, dibuka seluas-luasnya hingga berdentum.

Awalnya, kekuasaan adalah jalan untuk meraih kesejahteraan bersama. Tetapi semua itu tidak lepas dari siapa melawan siapa, untuk kepentingan apa, dan dapat berapa. Belum lagi jawaban : "Kita makan siapa ? "

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun