Mohon tunggu...
Bambang Suwarno
Bambang Suwarno Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Mencintai Tuhan & sesama. Salah satunya lewat untaian kata-kata.

Pendeta Gereja Baptis Indonesia - Palangkaraya Alamat Rumah: Jl. Raden Saleh III /02, Palangkaraya No. HP = 081349180040

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Anies Menaklukkan Banjir atau Ditaklukkan?

18 November 2019   09:06 Diperbarui: 18 November 2019   09:12 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hujan adalah berkah bagi kehidupan. Pada awal kedatangannya, kita semua bersyukur dan bergembira menyambutnya. Itu manusiawi dan wajar. Karena setelah sebelumnya dipapar kemarau yang gerah dan menggersangkan, hujan telah menyegarkan dan menyejukkan kembali. Sayang sekali euforia itu tidak lama. Kenapa?

Karena berkah itu sebentar lagi akan menjadi momok yang sangat menakutkan. Hujan berkah akan berubah bentuk menjadi hujan bencana. Bencana bagi DKI Jakarta dan bagi banyak daerah lainnya. Terutama daerah yang rawan banjir dan tanah longsor. Dan yang menjadi korban bencana tahunan itu, kebanyakan pasti dari rakyat kecil. Maka kehidupannya yang sudah sangat susah itu, menjadi kiah parah saja.

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNKB), dampak kerugian dan kerusakan akibat banjir dan tanah longsor di Indonesia sepanjang tahun lalu seperti ini. Ada 286 orang yang meninggal dunia. Yang luka-luka mencapai 348 orang. Lalu ada 149 ribu warga yang harus mengungsi. Dan taksiran kerugiannya, mencapai puluhan triliun rupiah. Dan di akhir tahun ini, entah berapa banyak lagi yang akan menjadi korbannya.

Seyogianya bencana seperti itu, tak perlu terus berulang. Mengapa? Karena bencana banjir dan tanah longsor itu bisa diprediksi sekaligus diantisipasi. Mestinya banjir bukanlah bencana alam. Bukankah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah secara rutin memberikan prakiraannya? Kapan hujan akan terjadi? Dimana saja terjadinya? Juga dengan intensitas yang seperti apa?

Jika pemerintah di daerah-daerah rawan banjir tersebut sigap, mestinya kan bencana seperti itu tidak akan terus berulang hampir setiap tahun. Minimal bisa diminimalisasi. Tetapi sayang, faktanya  pemerintah pusat dan pemerintah daerah belum sungguh-sungguh sigap. Malah terkesan terus gagap dalam memitigasi banjir.

BMKG sudah melontarkan prediksinya. Bahwa untuk tahun  ini, musim hujan akan berlangsung dari bulan ini sampai Januari tahun depan. Apakah daerah-daerah yang menjadi langganan banjir sudah sungguh mengantisipasinya? Di DKI Jakarta saja, proyek normalisasi Sungai Ciliwung masih mencapai 45%. Dampaknya, ada 28 kelurahan yang masih berpotensi akan terendam banjir.

Bukankah kondisi seperti itu, bisa menyebabkan Ibu Kota Republik tercinta ini akan  diterjang banjir kembali? Bukankah efeknya tidak saja akan merugikan warga, melainkan juga akan mengganggu citra perekonomian nasional? Karena Jakarta adalah sentral bisnis nasional.

Itu baru wilayahnya Bung Anies saja. Jika Pemda DKI saja selalu nampak keteteran dalam mengelola banjir, bagaimana dengan daerah-daerah yang rawan banjir dan longsor lainnya? Maka wajar, jika kita terus mendorong agar  penanggulangan banjir perlu dilakukan lebih integratif dan lebih efektif lagi.  Perlu ditingkatkannya lagi koordinasi bukan saja di level pelaksanaan. Tapi juga di level perencanaan kebijakan.

Ada yang berpendapat, bahwa lengah dan gagapnya para kepala daerah dalam menanggulangi bencana banjir tahunan, adalah gara-gara mereka sudah mulai kehilangan fokus. Fokusnya sudah lebih diarahkan pada bagaimana mengatur strategi atau mengkreasi kebijakan populer demi mempertahankan tahtanya.

Bahkan ada guyonan politik yang mangatakan, bahwa para kepala daerah itu sungguh-sungguh memikirkan rakyat, hanya pada dua tahun pemerintahannya saja. Selebihnya hanya untuk memikirkan dirinya sendiri saja. Khususnya untuk pencalonannya pada periode berikutnya.

Apa mempertahankan kedudukan adalah dosa? Tentu saja tidak! Tapi mengurangi dedikasinya dalam mengayomi dan menyejahterakan rakyatnya jelas tak elok. Apalagi sampai mengabaikan kepentingan rakyat, demi meraup kepentingan politiknya saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun