Mohon tunggu...
Bambang Suwarno
Bambang Suwarno Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Mencintai Tuhan & sesama. Salah satunya lewat untaian kata-kata.

Pendeta Gereja Baptis Indonesia - Palangkaraya Alamat Rumah: Jl. Raden Saleh III /02, Palangkaraya No. HP = 081349180040

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Citra Parlemen Kembali Tercoreng

5 Juli 2019   00:06 Diperbarui: 5 Juli 2019   10:36 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seperti sebutannya, mestinya setiap anggota parlemen adalah pribadi-pribadi yang benar-benar terhormat. Bukan saja terhormat karena statusnya sebagai wakil rakyat . Melainkan dihormati karena kecerdasannya, kompetensinya, kredibilitasnya dan integritasnya. 

Bahkan karena heroismenya dalam memperjuangkan aspirasi rakyat (minimal konstituennya sendiri).

Tetapi, faktanya kerap kali tidak seperti itu. Lembaga legislatif yang didesain salah satunya untuk mengontrol lembaga eksekutif agar tidak korup, malah kini menjadi salah satu institusi yang oknum-oknumnya paling korup. Benarkah?

Menurut Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, pelaku korupsi terbanyak sampai sekarang ini, masih dari kalangan anggota legislatif. Baik di DPR mau pun di DPRD. Fakta itu dipaparkannya dalam laporan kerja di Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR, Senin (1/7/2019).

"Kalau kita melihat modus perkara yang terjadi, suap-menyuap masih menjadi modus terbesar. Disusul modus pengadaan barang dan jasa di urutan kedua" ujar Wakil Ketua KPK tersebut.

Ironisnya, jumlah anggota DPR dan DPRD yang korup bukannya berkurang, tapi justru tambah meningkat sangat tajam. Bayangkan, pada tahun 2018 terjadi lonjakkan lima kali lipat menjadi 103 orang dari tahun sebelumnya. Sejak tahun 2015 sampai  2019, totalnya sudah ada 250 orang lebih wakil rakyat yang khianati rakyat dengan menjarah uang rakyat.

Jika sampai mereka tidak malu hati, mendapat predikat sebagai jawara korupsi, sungguh keterlaluan. Praktik-praktik "penjarahan uang rakyat" tersebut sesungguhnya bukan barang baru, karena sudah berlangsung sejak bertahun-tahun yang lalu. Artinya, bukan hanya terjadi di era pemerintahannya presiden sekarang. Tapi sudah terjadi juga di era presiden sebelumnya.

Semestinya generasi baru anggota dewan -- harusnya jauh lebih bersih dan lebih bermartabat dari generasi wakil rakyat sebelum-belumnya. Tapi faktanya ternyata seperti "jauh panggang dari api". Yang dilakukannya sama sekali tidak sesuai dengan harapan kita semua.

Kita semua, atau rakyat yang diwakilinya, sejatinya sudah sangat lama mendambakan mereka menjadi terkenal karena prestasinya dalam memperjuangkan nasib rakyat. Bukan terkenal karena ulah-ulah sensasionalnya. A

palagi tindak korupsinya. Kita sungguh malu jika wakil rakyat yang terhormat itu menjadi tokoh-tokoh yang "galak tapi cluthak".  Yang penampilannya garang, sok kristis dan sok vokal terhadap siapa saja, tapi suka melahap yang bukan miliknya.

Terapkan Politik Bebas Mahar

Parlemen baru yang anggotanya akan dilantik beberapa bulan lagi, mengemban pekerjaan rumah yang besar untuk "memuliakan" kembali citra dirinya. Sehingga Senayan bukan menjadi sarangnya para koruptor, melainkan menjadi rumah besar bagi para pejuang demokrasi yang terhormat.

Memang harus diakui, sangatlah tidak gampang mengubah wajah bopeng parlemen akibat perilaku koruptif anggotanya. Karena perilaku tersebut, adalah akibat dari komplikasi segudang kegagalan dalam memerangi korupsi. Mulai dari hulu sampai ke hilirnya.

Mahalnya biaya politik yang harus dikeluarkan anggota dewan menjadi salah satu penyebab terjadinya korupsi. Karena mereka harus menyediakan dana besar untuk membayar syarat pencalonannya. Juga biaya untuk kampanye, sosialisasi dan yang lainnya. Maka setelah terpilih, mereka memanfaatkan semua kesempatan yang ada untuk bisa korupsi. Istilahnya, mereka akan gencar "mengejar setoran" guna minimal bisa mengembalikan modalnya. Syukur-syukur kalau bisa makin kaya.

Sebab itu ke depan, dalam proses rekrutmen calegnya, semua parpol harus sungguh-sungguh berani menerapkan politik tanpa mahar.

Penguatan Penegakan Hukum

Meski sudah banyak orang yang dipenjara akibat korupsi, mengapa orang masih sangat banyak yang ingin melakukan tindak pidana korupsi? Bahkan yang sudah pernah masuk bui pun, kalau ada kesempatan, masih ingin mengulangi perbuatannya lagi. Mengapa bisa begitu?

Salah satu penyebabnya, karena hukuman atas para terpidana korupsi belum sungguh-sungguh maksimal. Vonisnya kerap kali terlalu ringan. Sehingga sama sekali tidak menimbulkan efek jera. Penindakan terhadapnya masih sangat biasa-biasa saja. Padahal tindakannya sudah termasuk ke dalam extraordinary crime. 

Juga ada kesan, pelaku tipikor ini agak diistimewakan ketimbang pelaku kriminal lainnya. Apalagi mereka pun mendapat remisi yang sangat memangkas masa hukumannya. Ke depan perlu ditinjau ulang pemberian remisi seperti itu. Karena menurut saya (khusus bagi para terpidana tindak  kejahatan yang luar biasa), semestinya tak perlu diberi remisi lagi.

Jadi sekarang, PR besarnya bukan saja harus diselesaikan oleh lembaga legislatif beserta dengan para parpol yang diwakilinya; melainkan harus diselesaikan juga oleh aparat penegak hukum beserta para pihak yang berkaitan dengan urusan hukum.

Semoga citra parlemen Indonesia mendatang lebih bersih dan cemerlang!

==000==

Bambang Suwarno- Palangkaraya, 05 Juli 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun