Mohon tunggu...
Bambang Suharto
Bambang Suharto Mohon Tunggu... Administrasi - PNS Kemenkeu Ditjen Perbendaharaan

Pegiat media sosial :-)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Lebaranku Tahun Ini Jauh dari Keluarga, tapi Aku Juga Berlebaran Bersama Keluarga

3 September 2011   07:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:16 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu sore di hari raya umat Islam, 31 Agustus 2011, aku menonton film The Spy Next Door II di sebuah stasiun TV. Dalam sebuah scene, sang aktor, Jackie Chan, menyampaikan ungkapan bagus: “Keluarga bukanlah karena hubungan darah, keluarga adalah jika kita menyayangi mereka dan mereka menyayangi kita”. Saat itu Bob (Jackie Chan) menjelaskan pada seorang cewek belia bernama Farren bahwa ia adalah seorang yatim dan piatu yang besar di sebuah panti asuhan, ia tak mengenal ayah dan ibu kandungnya, tetapi keberadaan teman-teman di sekelilingnya membuatnya menemukan arti keluarga sebenarnya.

Ungkapan Bob sangat cocok dengan keadaanku di sini, “Ternyata aku masih mempunyai keluarga di sini”. Idul Fitri tahun ini menjadi pengalaman perdanaku berhari raya bukan di kampung halaman. Tiket mahal Wamena-Jawa-Wamena menjadi alasannya. Namun, aku tidak kecewa, bersama keluarga lain yakni rekan-rekan kantor yang juga tidak mudik, aku menikmati lebaran di kota dingin ini.

[caption id="attachment_127985" align="alignleft" width="300" caption="Menu masak besar tersaji di atas meja makan, lengkap dengan kue-kue, sementara opor sedang dimasak"][/caption] Cerita berkesan dimulai sejak Senin, 29 Agustus 2011. Mengira bahwa lebaran akan dipastikan sesuai dengan kalender (30 Agustus), aku beserta dua orang teman serumah berinisiatif memasak besar. Menu yang kami buat kali ini adalah orek teri, tumis kangkung, dan opor ayam. Menu terakhir -yang belum pernah kami buat sebelumnya- tentunya kami siapkan khusus untuk hari raya keesokan harinya. Tempo memasak seluruh menu adalah sekitar 4 jam, maklum masih amatir.

Sebelum adzan maghrib, tetangga kami yang juga rekan kantor memberikan bingkisan lebaran berupa ketupat sayur dalam box. Maka, setelah adzan berkumandang, syukurpun kami panjatkan atas menu melimpah pada senja itu dan atas hari raya Idul Fitri 1432H (perkiraan belum berubah).

Sehabis Isya, kami memutuskan untuk mengikuti takbiran keliling sebagai wujud kegembiraan dan kebersamaan dengan saudara-saudara seiman. Seperti info yang kami serap sebelumnya, takbiran di Wamena cukup meriah. Ternyata benar demikian, ketika sampai di depan masjid Baiturrahman hendak sholat, di depan dan sekitar masjid sudah tampak kendaraan roda empat lebih seperti Mitsubishi Strada (berbak dan ban besar), truk, angkot, dan mobil pribadi. Tak ketinggalan motor-motor yang sudah diparkir atau dinaiki oleh muslimin Wamena. Tua muda, besar kecil, laki perempuan, semua sudah bersiap menggelar hajatan akbar di hari spesial itu. Dari info yang aku peroleh juga, rombongan akan pawai mengelilingi kota Wamena.

[caption id="attachment_127986" align="alignleft" width="150" caption="anak-anak kecil pun dengan semangat menaiki Strada"][/caption] [caption id="attachment_127987" align="alignright" width="150" caption="saat di tikungan, terlihat panjangnya rombongan takbiran (tampak dari lampu-lampu mobil)"][/caption]

Pasca sholat Isya, ternyata rombongan takbiran tidak diijinkan langsung berkeliling kota oleh Pengurus Masjid. Pasalnya sebagai daerah yang termasuk wilayah Indonesia timur –lebih cepat dua jam dari barat- maka pada pukul 20.00 WIT saat itu belum dihasilkan keputusan sidang itsbat oleh Kemenag Pusat. Rombongan dianjurkan untuk menunggu sejam lagi, memang pada sidang-sidang sebelumnya biasanya pukul 19.00 WIB (21.00 WIT) keputusan sudah dibacakan Menteri Agama. Aneh tapi nyata, tahun ini agak lain sampai pukul sembilan kurang seperempat sidang itsbat belum menemui hasil. Akhirnya untuk menghindari kekisruhan massa –yang sudah lama menunggu- maka pukul 21.00 takbiran keliling pun dimulai. Aku dan dua teman menaiki mobil Strada yang membawa dua orang, dua speaker besar, satu mesin diesel dan pemutar DVD. “Allahu Akbar 3x, Lailahaillallahu walllahu Akbar, Allahu Akbar walilla hilhamd”, suara takbiran terdengar seluruh penjuru speaker.

Rute takbiran kali ini cukup jauh, sebagai orang yang masih awam dengan pelosok Wamena, kami pun hanya duduk terpaku sambil menikmati suasana malam itu. Saat awal-awal perjalanan, ada musibah kecil, ternyata DVD Player-nya rusak, padahal kaset takbiran masih di dalam. Mas Agung pun dengan susah payah berusaha membongkar dan mendeteksi hal yang error, sementara temanku membantu menyoroti dengan senter HP. Karena tetap tidak bisa menyala atau penyangga kaset terbuka, mas Agung dengan cepat mengambil DVD player baru dari rumahnya. Namun, setelah diambil, kami malah bingung mau memutar kaset apa. Hehe. Agar makin akrab, kami berkenalan dengan dua orang baik yang belum kami kenal itu. "Oalah… jebul wong Jowo barang". Ternyata keduanya berasal dari Jawa sama seperti kami, mas Sugeng dari Surabaya, dan mas Agung dari Nganjuk. Suasana pelosok Wamena masih cukup sepi, sedangkan mobil di depan dan belakang kami tidak menyalakan suara takbiran, membuat mas Sugeng merasa sepi. Akhirnya dia menyalakan kaset Campursari. Lagu Sewu kutho dan lingsir wengi yang terdengar sungguh tak asing lagi bagi kami. Benar-benar suasana takbiran yang diluar dugaan. Haha

Sambil menghayati keadaan di atas bak Strada, aku membuka-buka situs Detikcom dan meng-sms beberapa temanku di Jawa, tidak lain hanya untuk mengetahui hasil keputusan sidang penting Kemenag dan ormas-ormas Islam. Ditengah putus nyambungnya sinyal Edge, temenku lewat smsnya hanya menyampaikan bahwa sidang masih berjalan, padahal sudah menunjukkan jam sepuluh WIT lebih. Sementara penduduk-penduduk Wamena dan sekitarnya tampak di sekitar jalanan menyaksikan pawai takbiran kami. Melalui sebuah sumber warga setempat, kudapatkan info bahwa di kota Wamena hanya diselenggarakan sholat Id di satu hari dan satu tempat.

Selesai takbiran jam 22.30an, aku baru memperoleh info bahwa pemerintah memutuskan lebaran hari Rabu, 31 Agustus. Wah.. padahal sudah diadakan takbiran dan ditiadakan tarawih malam ini. Suatu hasil yang sampai sekarang membuat seluruh muslim Indonesia dan juga masakan sekaliber opor dan rendang bertanya-tanya.Pukul 23.00 WIT lewat, dari masjid terdengar pengumuman bahwa sholat Id diadakan hari Rabu dan besok pagi masih puasa. Akhir-akhir ini aku tahu bahwa perwakilan Kemenag Jayawijaya dan para Ustad setempat mengadakan sidang di kantor BAZDA malam itu, ada yang setuju Selasa karena keputusan sidang yang menafikan petugas rukyat Cakung dan Jepara meski sudah disumpah bahwa telah melihat hilal, dan ada yang setuju Rabu dengan alasan patuh pada Ulul Amri. Kemenag Jayawijaya menginginkan bahwa sholat hanya diadakan satu kali karena umat muslim di kota ini hanya sekitar 8000 orang. Pada akhirnya hari Rabu merupakan keputusan mereka.

Selasa, aku dan seorang teman serumah masih berpuasa karena mengikuti pemerintah, sedangkan temanku satu lagi sudah berhari raya, meski begitu ia sholat Id hari Rabu bersama kami (tidak ada pilihan lain) dan hal ini tidak menyurutkan sikap saling menghargai antara kami. Malam hari aku tidak ikut takbiran keliling lagi karena suhu malam ini lebih dingin. Aku beserta semua teman kantor berbuka bersama dan berbincang-bincang di rumah seorang pegawai.

[caption id="attachment_127988" align="alignleft" width="150" caption="Saat kami datang, ternyata sudah banyak jamaah yang ambil posisi"][/caption] Rabu, dengan cuaca yang cukup cerah baik di luar maupun di dalam hati, sekitar pukul 06.30 saya dan teman-teman kantor satu kompleks menuju lapangan Masjid Baiturrahman via mobil. Busana muslim nan bersih menghiasi raga kami pagi ini. Raut wajah gembira dari semua orang tak bisa dibohongi. “Ya Rabb, aku benar-benar lebaran di Wamena!”, hatiku bergumam.

Sesampainya di sekitar lapangan, ternyata sudah banyak muslimin dan muslimat yang hadir. Setelah menggelar alas dan sajadah, saya pun mulai menikmati suasana. Kuarahkan kamera kecil ini pada panggung imam dan khotib, pada seluruh penjuru jamaah. Di beberapa titik, juga tampak kamera-kamera dan handycam bergentayangan mencari mangsa. Hal ini tidak akan kujumpai di kampung halaman. Tampak di jalan masuk memasuki area lapangan masih tampak beberapa jamaah, sedangkan seorang panitia sholat Id di depan panggung mengarahkan para jamaah menempati lokasi-lokasi yang disediakan.

[caption id="attachment_127990" align="alignright" width="180" caption="anak kecil, langsung beraksi dengan handycamnya.. luar biasa!"][/caption] Tema sholat Id kali ini adalah “Kembali ke Fitrah adalah Ciri Orang yang Selamat”. Acara dimulai oleh Laporan dari PHBI (Panitia Hari Besar Islam) Jayawijaya, Bapak Eko Haryanto, tentang penyelenggaraan acara di bulan Ramadhan, takbiran dan sholat Id. Dilanjutkan oleh laporan dari BAZDA (Badan Amil Zakat Daerah) Jayawijaya, dilanjutkan pengarahan cara sholat Id oleh sang Imam, barulah dilaksanakan sholat. Di tengah kekhusyukan sholat, suara jerit tangis dari beberapa bayi mulai terdengar, yang paling dekat adalah dari belakangku, Ghazan putra temanku menangis sejadi-jadinya pada rakaat kedua. Setelah sholat, dilanjutkan khutbah yang disampaikan oleh Ustad Muhammad Sibaweh, S.Hi, M.Sy yang kali ini berbicara mengenai memaknai hari raya dan berbakti pada orang tua. Saat khutbah, ada beberapa hal yang cukup unik, beberapa pria berbaju putih bersih melewati shaf-shaf membawa karung sambil mempersilakan jika ada jamaah yang memasukkan infaq ke dalam karung, ada juga beberapa orang yang seenaknya sendiri menghisap rokok, juga ada yang terburu-buru beranjak untuk keluar dari area sholat. Sekitar pukul setengah sembilan ibadah sholat Id pun berakhir

[caption id="attachment_127991" align="alignleft" width="150" caption="rokok itu muncul di tengah khutbah"][/caption]

Selepas sholat Id, aku mengambil beberapa gambar lagi, saat lapangan sudah mulai lengang, tampak panitia membersihkan area, ada beberapa anak kecil membantu mengumpulkan alas (koran) yang bertebaran di sana-sini. Di jalanan tampak puluhan mobil berjejer parkir, dan beberapa orang yang mulai meninggalkan sekitar lokasi.

[caption id="attachment_127996" align="aligncenter" width="640" caption="segenap pegawai KPPN Wamena mengucapkan Selamat Idul Fitri 1432H, Mohon maaf lahir dan batin (di rumah kepala kantor)"][/caption] [caption id="attachment_127997" align="alignleft" width="150" caption="dari pintu ke pintu makan teruuss.."][/caption]

[caption id="attachment_127999" align="aligncenter" width="150" caption="wuih.. ada snack bikinan Papua Nugini (PNG) berkeliaran.."][/caption]

Acara kami lanjutkan bersilaturrahim di rumah dinas Kepala Kantor yang hanya berjarak 200 meter dari lokasi sholat Id, menu lebaran ternyata masih tetap ketupat, opor, dan rendang. Pukul 10 lewat, kami menuju ke rumah pegawai-pegawai honorer. Di kota ini, tidak etis silaturrahim kalau tidak mencicipi makanan besar yang disediakan tuan rumah. Maka sampai sore pun perutku masih terasa kenyang. Apalagi setelah itu, beberapa petugas satuan kerja yang menjadi rekanan kantor kami mengundang silaturrahim. Namun, suasana gembira di sini ternyata tak mampu meredam lelehan air mataku ketika harus menghubungi orang tuaku, mengakui kesalahan-kesalahan selama ini, dan mengucap maaf kepada orang-orang tercintaku itu via handphone. Semoga aku bisa berbakti kepada kalian, membahagiakan kalian, dan membalas budi baik kalian yang tiada pernah bertepi, sampai ujung usiaku nanti.

Amin.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun