Mohon tunggu...
Bambang Iman Santoso
Bambang Iman Santoso Mohon Tunggu... Konsultan - CEO Neuronesia Learning Center

Bambang Iman Santoso, ST, MM Bambang adalah salah satu Co-Founder Neuronesia – komunitas pencinta ilmu neurosains, dan sekaligus sebagai CEO di NLC – Neuronesia Learning Center (PT Neuronesia Neurosains Indonesia), serta merupakan Doctoral Student of UGM (Universitas Gadjah Mada). Lulusan Magister Manajemen Universitas Indonesia (MM-UI) ini, merupakan seorang praktisi dengan pengalaman bekerja dan berbisnis selama 30 tahun. Mulai bekerja meniti karirnya semenjak kuliah, dari posisi paling bawah sebagai Operator radio siaran, sampai dengan posisi puncak sebagai General Manager Divisi Teknik, Asistant to BoD, maupun Marketing Director, dan Managing Director di beberapa perusahaan swasta. Mengabdi di berbagai perusahaan dan beragam industri, baik perusahaan lokal di bidang broadcasting dan telekomunikasi (seperti PT Radio Prambors dan Masima Group, PT Infokom Elektrindo, dlsbnya), maupun perusahaan multinasional yang bergerak di industri pertambangan seperti PT Freeport Indonesia (di MIS Department sebagai Network Engineer). Tahun 2013 memutuskan karirnya berhenti bekerja dan memulai berbisnis untuk fokus membesarkan usaha-usahanya di bidang Advertising; PR (Public Relation), konsultan Strategic Marketing, Community Developer, dan sebagai Advisor untuk Broadcast Engineering; Equipment. Serta membantu dan membesarkan usaha istrinya di bidang konsultan Signage – Design and Build, khususnya di industri Property – commercial buildings. Selain memimpin dan membesarkan komunitas Neuronesia, sekarang menjabat juga sebagai Presiden Komisaris PT Gagasnava, Managing Director di Sinkromark (PT Bersama Indonesia Sukses), dan juga sebagai Pendiri; Former Ketua Koperasi BMB (Bersatu Maju Bersama) Keluarga Alumni Universitas Pancasila (KAUP). Dosen Tetap Fakultas Teknik Elektro dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Surapati sejak tahun 2015.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Merek di Dalam Pikiran Otak Konsumen (1 of 2)

21 Oktober 2020   16:26 Diperbarui: 27 Oktober 2020   08:10 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi branding atau merek. (sumber: THINKSTOCKS/TUMSASEDGARS via kompas.com)

Jakarta, 21 Oktober 2020. Masih ingat tidak, pada saat kita pertama mengendarai mobil, motor, atau sepeda. Atau pada saat kita pertama kali berlatih berenang, memainkan musik, atau belajar berbahasa asing?

Ketika kita belajar mengendarai mobil, motor, atau sepeda, atau aktivitas lainnya tadi, setelah itu kita akan selamanya dapat melakukan akivitas tadi. Betul kan? Prosesnya dari berpikir secara sadar menuju tindakan kebiasaan yang sering kali tidak sadar. 

Saat kita belajar hal-hal yang mendasar, kemungkinan besar kita secara sadar memusatkan perhatian pada apa yang perlu kita lakukan. Kapan kita harus mengerem dan seberapa keras kita menginjak pedal rem, kapan dan bagaimana mengganti persneling, bagaimana menggunakan indikator tepat waktu untuk giliran yang kita rencanakan, kapan harus melihat ke belakang sebelum kita akan berpindah jalur, dan seterusnya.

Bagi kebanyakan orang, belajar cara mengemudi cukup membuat kita stres, dan kita harus memberikan perhatian penuh untuk dapat mengatasi banyak tugas dan tantangan baru tersebut yang sedang kita hadapi.

Biar bagaimanapun, jalan adalah lingkungan yang kompleks, dengan banyak hal yang seringkali tidak terduga terjadi secara bersamaan. Namun, setelah kita terbiasa mengemudi, kemungkinan besar kita mulai kurang memperhatikan aktivitas ini.

Mengemudi pada akhirnya akan menjadi rutinitas kita secara tidak sadar. Kita memang dapat membiarkan pikiran non-sadar kita - bagian lama otak kita (sistem limbik dan batang otak kita) - untuk mengambil alih.

Artinya, tindakan yang kita lakukan saat mengemudi dipicu oleh pikiran yang bahkan tanpa kita menyadarinya. Mengemudi dilakukan 'secara otomatis', tanpa perlu lagi memfokuskan perhatian kita pada cara mengemudi. Kecuali bila terjadi sesuatu peristiwa khusus terjadi di hadapan kita. Langsung otak PFC (prefrontal cortex) kita kita aktifkan, seakan-akan baru benar-benar sadar atau 'ngeh'.

Habituasi atau kebiasaan dapat dipelajari. Inilah sebabnya mengapa pertama-tama kita harus belajar dan mendapatkan pengalaman sebelum kita dapat menyerahkannya kepada bahasa dulunya; "pikiran bawah sadar" (non-conscious, unconscious atau subconscious mind), pikiran otomatis kita yang mengambil alih. 

Belajar melalui perilaku berulang menciptakan ingatan tentang bagaimana melakukan tugas. Pikiran bawah sadar atau pikiran non-sadar kemudian bergantung pada kumpulan besar ingatan yang mewakili pengalaman yang telah kita kumpulkan di masa lalu.

Terkait hal ini serangkaian penelitian dilakukan oleh Duke University menunjukkan bahwa 45% dari waktu, orang melakukan hal yang sama pada waktu yang sama setiap hari sambil memikirkan hal lain.

Membiarkan pikiran non-sadar kita mengurus aktivitas, tentu saja, merupakan bagian yang sangat penting dari cara kerja otak kita. Jika kita tidak dapat membiarkan pikiran bawah sadar kita mengambil alih aktivitas  yang telah kita pelajari, kita tidak akan dapat melakukan lebih dari satu hal pada satu waktu, karena semua perhatian sadar kita akan terfokus padanya. Pikiran bawah sadar kita dapat memproses 11 juta bit informasi per detik, sedangkan pikiran sadar kita hanya dapat memproses sekitar 40 bit per detik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun