Sebaliknya, para junior milenial ini juga seyogyanya harus lebih respek terhadap seniornya. Di agama pun diajarkan untuk menghormati yang lebih tua, dan menyayangi yang lebih muda (Hadits HR. al-Bukhari).
Dalam hal ajar-mengajar juga senior tidak usah gengsi belajar dari yang lebih muda. Junior juga tidak usah malu belajar dari para seniornya.
Misalkan terkait digital tadi, para senior harus mau membuka diri, berpikiran terbuka dan bertumbuh, open mind dan growth mindset, serta agile tidak kaku. Jadi sering mau mengupdate diri.
Ingat konsep neuroplasticity: 1) nuerons that fire together wire together, dan 2) if you don't use it you lose it. Jadi para senior pun sebenarnya tidak terlalu payah dalam mengadopsi penggunaan teknologi seperti para juniornya. Selama kita memberikan perintah bisa, dan niatkan kita mau belajar, insha Allah banyak kemudahan-kemudahannya.
Sebaliknya kepada para junior juga, jangan lupa melatih diri untuk dapat selalu berempati, menjaga nilai-nilai luhur, norma, sopan santun, tata krama, etika, manners dan seterusnya.
Neural pathways terkait hal-hal baik di atas tadi harus sedini mungkin ditanamkan dan dibentuk. Kemudian juga menurut perspektif senior bahwa para junior walaupun capable namun juga kurang jam terbangnya. Karena experience tidak bisa dibohongi.
Terus para senior merasa memiliki wisdom yang lebih baik. Bila kita bahas lebih lanjut; sebenarnya apa sih yang dimaksud wisdom di sini, atau dalam bahasa Indonesianya; kewaskitaan atau kebijaksanaan.
Seseorang akan dibilang wise manakala mereka memiliki pengetahuan yang cukup (baik pengetahuan formil maupun informil) ditambah pengalamannya.
Letak permasalahannya adalah; apakah wisdom-nya itu masih cocok di generasi yang jauh lebih muda, yang memiliki alam pikirannya sendiri, yang bisa jadi berbeda signifikan. Apakah memenuhi kebutuhan dan keinginannya para junior tadi.
Jadi memang kemampuan cognitive flexibility kita perlu ditingkatkan kembali. Berpikir tidak linear, bahkan perlu metathinking (metacognitive thinking) untuk memahaminya. 'Thinking about thinking'. Menurut kajian-kajian neurosains, tingkat strata pendidikan kita pun tidak serta merta mewakili level of thinking seseorang. Bahkan di Indonesia masih banyak profesor yang terjebak oleh pikirannya sendiri. Jangan mengunci pikiran kita. Unlock your brain!
Selama kita masih mau membuka diri, open mind, masih mau mendengarkan orang lain, tidak kaku dan tidak ngotot mempertahankan pendapat (kecuali hal-hal prinsip) pertumbuhan synapses hubungan antar neuron-neuron otak kita dapat terjaga dengan baik.