Seorang neuroleader mengakui kebutuhan, pendapat, dan pandangan rekan kerja, tidak memaksakan solusi mereka sendiri, serta senantiasa menemukan waktu untuk berbicara dengan kolega. Neuroleader adalah pemimpin idealis yang selalu ceria, baik, dan memiliki budaya yang melihat dunia lebih indah dari dirinya. Dia akan mengerti bahwa untuk mengenal dan memahami kebutuhan, perasaan dan emosi kolega, pencapaian ilmu neurosains terbaru, seperti alat pemetaan otak, harus digunakan.
Karena hanya 5% dari aktivitas kognitif, yaitu: keputusan, emosi, tindakan, dan perilaku yang dihasilkan secara sadar. Seorang neuroleader menggunakan peta otak miliknya dan rekan kerja tentunya, untuk dapat menemukan solusi dalam 95% pikiran otomatis bawah sadar mereka. Organisasi berkinerja tinggi tidak memerlukan para manajer, hanya perlu sedikitnya seorang neuroleader. Sebuah neuroorganisasi adalah organisasi yang berfokus pada aplikasi neurosains. Neuroleader yang baik akan terampil menerapkan konsep strategic neuroleadership dan mampu menjembatani kebutuhan manajemen stratejik mulai dari functional-level, sbu-level sampai dengan corporate-level.
Selain itu, domain neuroleadership menentukan bagaimana ilmu neurosains menginformasikan beberapa fungsi pemimpin kunci. Mulai dari; 1) pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, 2) pengaturan dan pengendalian emosi, 3) berkolaborasi dan mememgaruhi orang lain, dan 4) memfasilitasi perubahan. Karenanya, bila disarikan paling sedikit ada dua ketrampilan yang dimiliki seorang neuroleader sukses; emotional leadership dan coaching.Â
Untuk menjadi pemimpin neuroleader yang efektif mampu berencana untuk berubah ke arah yang lebih baik, penting untuk memahami respons ancaman dan reward agar dapat membantu mencetak para pemimpin lainnya. Otak manusia sangat plastis. Koneksi sinaps-sinaps antar neuron dapat dibentuk kembali. Perilaku baru bisa dipelajari, dan bahkan perilaku bercokol dapat dimodifikasi pada usia berapa pun.Â
Untuk menjadi pemimpin yang baik tidaklah mudah, karena setiap kata dan pandangannya diartikan dengan makna sosial. Otak adalah sistem yang sangat rumit. Mimpi masa depan pemimpin adalah berkemampuan memahami bagaimana setiap bagian otak bekerja, dan bagaimana kita dapat mengendalikannya untuk meningkatkan aktivitas sosial dan bisnis manusia.
Neuroleader dari neuro-organisasi menerapkan ilmu neurosains untuk pengembangan kinerja tim yang tinggi dan menggunakan potensi preferensi berpikir serta berperilaku yang sebelumnya tidak diketahui semua anggota organisasi. Di dalam tim yang dipimpin oleh seorang neuroleader, setiap anggota tim tahu lebih disukai perilakunya. Meningkatkan dan mampu menggunakan pengetahuan tersebut untuk kebutuhan organisasi. Dalam tim seperti itu, tidak ada tanggung jawab individu, atau posisi kerja stereotip dengan tanggung jawab ditugaskan secara kaku ke tempat kerja.
Tim yang dipimpin oleh Neuroleader bersama-sama menetapkan tujuan, tugas, metode dan tenggat waktu. Neuroleader yang baik lebih berorientasi meningkatkan value perusahaan daripada sekedar profit. Selalu mengembangkan dan mendukung potensi setiap timnya. Mendorong timnya untuk menghadapi tantangan baru dan mengembangkan diri mereka sendiri. Senantiasa memberikan masukan umpan balik yang teratur dan konsisten. Memberikan kebebasan sebanyak mungkin kepada timnya. Memiliki kepemimpinan emosional dan cakap berkomunikasi reguler di tingkat yang sama. Bersikap transparan dalam perilaku dan komunikasi.
Neuroleader yang terampil selalu menghubungkan neurobiologi kebutuhan dasar dan motivasi dengan persatuan, keselamatan, tujuan, pemberdayaan, pemenuhan dan kesejahteraan untuk menciptakan tempat kerja dan hasil yang lebih baik bagi karyawan, organisasi dan komunitasnya. (BIS)
Sumber Referensi : 1) Neuroleadership: A Journey Through the Brain for Business Leaders, Argang Ghadiri, Andreas Habermacher, Theo Peters, 2011, 2) Neuroeconomics: Decision Making and the Brain, Paul W. Glimcher, Ernst Fehr, 2013, 3) Work That Works: Emergineering a Positive Organizational Culture Hardcover, Â Geil Browning, 2017, 4) Handbook of Neuroleadership, David Rock, Al H. Ringleb, 2013, 5) The Brain and Strengths Based School Leadership, Robert W. Kiner, Sheryl G. Feinstein, 2011.