Mohon tunggu...
Bambang Iman Santoso
Bambang Iman Santoso Mohon Tunggu... Konsultan - CEO Neuronesia Learning Center

Bambang Iman Santoso, ST, MM Bambang adalah salah satu Co-Founder Neuronesia – komunitas pencinta ilmu neurosains, dan sekaligus sebagai CEO di NLC – Neuronesia Learning Center (PT Neuronesia Neurosains Indonesia), serta merupakan Doctoral Student of UGM (Universitas Gadjah Mada). Lulusan Magister Manajemen Universitas Indonesia (MM-UI) ini, merupakan seorang praktisi dengan pengalaman bekerja dan berbisnis selama 30 tahun. Mulai bekerja meniti karirnya semenjak kuliah, dari posisi paling bawah sebagai Operator radio siaran, sampai dengan posisi puncak sebagai General Manager Divisi Teknik, Asistant to BoD, maupun Marketing Director, dan Managing Director di beberapa perusahaan swasta. Mengabdi di berbagai perusahaan dan beragam industri, baik perusahaan lokal di bidang broadcasting dan telekomunikasi (seperti PT Radio Prambors dan Masima Group, PT Infokom Elektrindo, dlsbnya), maupun perusahaan multinasional yang bergerak di industri pertambangan seperti PT Freeport Indonesia (di MIS Department sebagai Network Engineer). Tahun 2013 memutuskan karirnya berhenti bekerja dan memulai berbisnis untuk fokus membesarkan usaha-usahanya di bidang Advertising; PR (Public Relation), konsultan Strategic Marketing, Community Developer, dan sebagai Advisor untuk Broadcast Engineering; Equipment. Serta membantu dan membesarkan usaha istrinya di bidang konsultan Signage – Design and Build, khususnya di industri Property – commercial buildings. Selain memimpin dan membesarkan komunitas Neuronesia, sekarang menjabat juga sebagai Presiden Komisaris PT Gagasnava, Managing Director di Sinkromark (PT Bersama Indonesia Sukses), dan juga sebagai Pendiri; Former Ketua Koperasi BMB (Bersatu Maju Bersama) Keluarga Alumni Universitas Pancasila (KAUP). Dosen Tetap Fakultas Teknik Elektro dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Surapati sejak tahun 2015.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sains di Balik Mimpi

27 Maret 2020   07:13 Diperbarui: 27 Maret 2020   15:20 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

3) Kita bermimpi untuk melupakan

Ada 10 ribu triliun koneksi antar neuron di dalam otak yang tercipta dari apapun yang kita pikirkan dan lakukan.

Pada tahun 1983, teori neurobiologi mimpi yang disebut "pembelajaran terbalik" (reverse learning), yang menyebutkan bahwa saat tidur, terutama dalam siklus tidur REM (rapid eye movement), neocortex meninjau koneksi inter neuron-neuron ini, dan membuang yang tidak diperlukan. Proses "pembatalan-pembelajaran" (unlearning process) ini membuat kita bermimpi, dan tanpanya otak kita akan dipenuhi koneksi tak berguna dan pikiran merusak bisa mengganggu proses pemikiran yang diperlukan saat kita bangun.

4) Kita bermimpi agar otak tetap bekerja

Teori aktivasi berkelanjutan menyebutkan bahwa mimpi kita berasal dari kebutuhan otak untuk memperkuat dan membuat ingatan jangka panjang agar dapat berfungsi dengan baik. Saat input dari luar jatuh di bawah level tertentu, misalnya saat kamu tidur, maka otak kita otomatis memicu, pengumpulan data dari penyimpanan memori, yang kita lihat dalam bentuk pikiran dan perasaan, yang kita alami saat bermimpi. Dengan kata lain, mimpi itu seperti screen server yang diaktifkan oleh otak. Jadi otak kita tidak sepenuhnya non-aktif.

5) Kita bermimpi untuk berlatih

Mimpi tentang situasi berbahaya dan mengancam itu sangat wajar. Menurut teori latihan insting primitif muatan mimpi itu penting dilihat dari tujuannya. Entah mimpi ngeri dikejar beruang keliling hutan, atau berduel dengan ninja di gang gelap, mimpi-mimpi semacam ini melatih insting primitif "lawan atau lari" dan membuatnya tetap terasah, andaikata suatu hari diperlukan. Tapi tidak harus selalu mimpi tidak enak sih. Misal, mimpi tentang tetangga yang rupawan bisa menjadi sarana melatih insting reproduksi juga.

6) Kita bermimpi untuk pulih

Aktivitas neurotransmitter stress berkurang selama tahapan tidur REM bahkan saat bermimpi pengalaman traumatis. Periset berteori bahwa salah satu tujuan mimpi adalah mengurangi beban pengalaman menyakitkan, untuk menyembuhkan luka psikologis.

Meninjau pengalaman traumatis tanpa stres mental berlebihan membuat kita bisa memahami lebih baik, dan meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan lebih sehat. Penderita gangguan suasana hati dan PTSD (post traumatic stress disorder) seringkali sulit tidur dan ilmuwan yakin kurangnya bermimpi bisa menjadi faktor penyebab gangguan tersebut.

7) Kita bermimpi untuk menyeselaikan masalah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun