Jadi sepakat ya, walau kecenderungan bentuk connectome yang mewakili pola pikir dan pola perilaku seorang siswa atau mahasiswa tidak berubah, namun kabar gembiranya memang benar dapat berubah dan dapat diubah, sesuai konsep neuroplastisitas tadi. Dari hasil-hasil penelitian neurosains dunia ada 3 faktor utama yang bisa berpotensi mengubah connectome seseorang pelajar atau mahasiswa tadi, termasuk diri kita di sepanjang usia, yaitu; pertama, bila terjadi kejadian khusus.
Misal pasangan hidupnya yang dicintai meninggal. Atau anak kesayangannya ditangkap di kantor polisi karena berbuat dan terlibat perbuatan kriminal. Juga contoh lainnya; ayahnya seorang pejabat yang selalu dibangga-banggakan tiba-tiba muncul di televisi dengan memakai rompi orange karena berurusan dengan tindakan korupsi yang dilakukannya. Shock berat tentunya. Bahkan kejadian lainnya yang sering luput juga akibat bencana alam. Banjir bandang, longsor, tsunami, gemba bumi, likuifaksi dan bencana alam lainnya yang menelan korban jiwa seluruh anggota keluarganya tak tersisa kecuali dirinya yang selamat dan masih hidup. Sementara masyarakat cepat tanggap asyik mengumpulkan makanan, minuman, obat-obatan dan pakaian bekas serta selimut dan membangun shelter-nya. Prioritas tidak kalah penting juga adalah mengirim para psikolog praktis yang memberikan atau mendirikan trauma healing center mengatasi secepatnya mencenggah gangguan kejiwaan berkepanjangan yang sesungguhnya secara fisik ilmiah berpotensi merubah connectome tadi.
Faktor penyebab kedua adalah dampak narkoba. Sebenarnya faktor penyebab perubah connectome ini yang terjahat. Kenapa? Karena kebiasaan dan ketagihannya sesungguhnya dapat diberhentikan. Namun dampak chemicals-nya sangat panjang. Selain merontokan sinaps sambungan-sambungan antar neuron sel otak, juga mematikan neuron-neuron di kepala kita. Walau ada konsep neurogenesis, kelahiran neuron yang tumbuh, namun proses recovery-nya sangat lama, bisa tahunan. Selain membuat bodoh, jadi sering sakit-sakitan karena melemahkan sistem daya tahan tubuh pengguna.
Faktor penyebab terakhir, yang ketiga adalah; upaya sungguh-sungguh dengan merancang program perilaku baru yang positif secara berulang dan komit merealisasikannya setiap hari selama 1,5 bulan, 3 bulan, setahun, dan seterusnya. Cara inilah yang diterapkan oleh perusahaan-perusahaan dunia di dalam konsep manajemen bisnis modern yang merubah dan mengembangkan perilaku karyawan-karyawannya. Cara ini pula yang harusnya menjadi tanggung jawab para pendidik di sekolah dan kampus untuk turut membentuk sikap perilaku yang positif sesuai masing-masing agama dan kepercayaan serta nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara kita.
Perkembangan jiwa, menumbuhkan kesadaran diri dan berpikiran logis merupakan menjadi tanggung jawab pendidik tidak hanya di bangku sekolah atau kuliah. Terutama juga kedua orang tuanya. Orang tua yang bijak harus mengetahui ini di zaman now dengan pengaruh perubahan teknologi terutama mencegah anak dari ketagihan game dan pornografi. Adiksi lainnya terutama ketergantungan narkoba harus disetop dan diberantas ramai-ramai. Dukungan lingkungan masyarakat sangat diperlukan di sini. Demikian juga mereka yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus harus diperlakukan dengan tepat. Karena semuanya memiliki hak untuk sukses. Autisme, ADHD, ADD, psychological disorder lainnya pada prinsipnya semua harus bisa ditangani secara baik dan optimal. Sama seperti kehidupan senior yang butuh perhatian khusus juga. Paling terpenting adalah memperhatikan dan menjaga kesehatan inteligensia mereka yang semuanya berasal dari pikiran. Pengetahuan neurosains praktis dapat mencegah penyakit-penyakit demensia, parkinson, alzheimer, dan penyakit neurodegeneratif lainnya. Neurosains penting bagi kehidupan umat manusia menjadi lebih baik. (BIS)