Mohon tunggu...
Bambang Iman Santoso
Bambang Iman Santoso Mohon Tunggu... Konsultan - CEO Neuronesia Learning Center

Bambang Iman Santoso, ST, MM Bambang adalah salah satu Co-Founder Neuronesia – komunitas pencinta ilmu neurosains, dan sekaligus sebagai CEO di NLC – Neuronesia Learning Center (PT Neuronesia Neurosains Indonesia), serta merupakan Doctoral Student of UGM (Universitas Gadjah Mada). Lulusan Magister Manajemen Universitas Indonesia (MM-UI) ini, merupakan seorang praktisi dengan pengalaman bekerja dan berbisnis selama 30 tahun. Mulai bekerja meniti karirnya semenjak kuliah, dari posisi paling bawah sebagai Operator radio siaran, sampai dengan posisi puncak sebagai General Manager Divisi Teknik, Asistant to BoD, maupun Marketing Director, dan Managing Director di beberapa perusahaan swasta. Mengabdi di berbagai perusahaan dan beragam industri, baik perusahaan lokal di bidang broadcasting dan telekomunikasi (seperti PT Radio Prambors dan Masima Group, PT Infokom Elektrindo, dlsbnya), maupun perusahaan multinasional yang bergerak di industri pertambangan seperti PT Freeport Indonesia (di MIS Department sebagai Network Engineer). Tahun 2013 memutuskan karirnya berhenti bekerja dan memulai berbisnis untuk fokus membesarkan usaha-usahanya di bidang Advertising; PR (Public Relation), konsultan Strategic Marketing, Community Developer, dan sebagai Advisor untuk Broadcast Engineering; Equipment. Serta membantu dan membesarkan usaha istrinya di bidang konsultan Signage – Design and Build, khususnya di industri Property – commercial buildings. Selain memimpin dan membesarkan komunitas Neuronesia, sekarang menjabat juga sebagai Presiden Komisaris PT Gagasnava, Managing Director di Sinkromark (PT Bersama Indonesia Sukses), dan juga sebagai Pendiri; Former Ketua Koperasi BMB (Bersatu Maju Bersama) Keluarga Alumni Universitas Pancasila (KAUP). Dosen Tetap Fakultas Teknik Elektro dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Surapati sejak tahun 2015.

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Improvisasi Musik Jazz Bisa Memengaruhi Otak

18 Februari 2020   12:23 Diperbarui: 18 Februari 2020   16:22 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jakarta, 18 Februari 2020. Seringkali kita mendengarkan pernyataan bahwa musik jazz dinikmati oleh para pendengar yang cerdas. Atau dipersepsikan musik jazz ditunjukan hanya kepada kaum intelektual, eksekutif, atau "white-collar workers" saja. Bahkan beberapa orang menganggap dengan mendengarkan musik jazz akan menjadi lebih pintar.

Dalam upaya meningkatkan pencitraan seseorang atau personal branding, mereka acapkali berkeyakinan memasukan atribut "menyukai atau mendengarkan musik jazz" sebagai hobby yang sengaja dibangun asosiasi ini untuk menguatkan dirinya yang ingin dipersepsikan sebagai orang yang pintar, kaum elite atau berpendidikan. Bahasa kerennya: membangun ekuitas merek kepribadiannya.

Di Neuronesia, komunitas pencinta ilmu neurosains, beberapa anggotanya kebetulan banyak yang menyukai musik jenis ini.

Bahkan ada anggota yang memang berkarir sebagai pemusik jazz, yang juga mengajarkan (sosialisasi & edukasi) musik jazz baik secara formil di kampus-kampus atau informil di komunitas-komunitas musik. "Beben Jazz" pastinya banyak pembaca yang telah akrab dengan nama ini.

Mas Beben panggilan dekatnya, beliau sering mengisi di acara-acara kopdar kopi daratnya Neuronesia. Terutama pada acara-acara sepesial seperti kopdar memperingati HUT-nya komunitas ini, dan tentunya acara-acara seminar lainnya.

Rasanya memang asyik mendengarkan lantunan musiknya pada saat-saat break, seperti oase di tengah-tengah seriusnya menikmati seminar neurosains.

Lantas, apa benar musik jazz berpengaruh kepada otak kita yang mendengarkannya?

Seniman jazz Louis Armstrong pernah berkata, "Tidak pernah bermain dengan cara yang sama dua kali'. Meski pun improvisasi musik, saat menyusun bagian-bagian baru di tempat, tidak unik untuk jazz bila pernah dimainkan.

Hal itu mungkin merupakan elemen genre yang paling menentukan. Sementara solo jazz improvisasi bersifat spontan, ada aturannya, kata Martin Norgaard, profesor pendidikan musik.

"Dalam jazz, nada dan improvisasi tidak gratis", katanya. "Selalu terikat pada struktur akord yang menjadi dasar melodi."

Dengan kata lain, improvisasi adalah bentuk ekspresi kreatif yang sangat kompleks. Namun improvisasi jazz hebat seperti Charlie Parker, Miles Davis atau John Coltrane membuatnya menjadi tampak mudah dan menimbulkan kita bertanya-tanya; apa yang terjadi di dalam otak pemain jazz saat mereka secara bersamaan mengarang dan memainkan musik?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun