Mohon tunggu...
Bambang Hermawan
Bambang Hermawan Mohon Tunggu... Buruh - abahnalintang

Memungsikan alat pikir lebih baik daripada menumpulkan cara berpikir

Selanjutnya

Tutup

Humor

Lupa Jalan Pulang

19 November 2020   10:41 Diperbarui: 19 November 2020   10:50 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Soundcloud/Jalan Pulang

Cacian langit tak pernah membuat gentar, cercaan bumi tak menyurutkan langkah, tapi diamnya seorang ibu membuat hati pilu dan sesak, duduk salah, berdiri pun tak tegak. Namun apa daya, apa yang dipinta belum tuntas diberikan.

Malam itu, Boni menangis tersedu mengingat akan tekanan batin yang dirasakannya. Sahabat dekatnya pergi, kekasih tercintanya lekas, dan dia dibiarkan dalam kesendirian yang penuh cekaman.

Alunan petikan gitar sendu di sampingnya masih terniang, lantunan syair masih terdengar melingkupi, namun kepiluan tetaplah kepiluan tak mampu berubah warna.

Boni berbisik pada Wildan, apa aku salah jauh dari rumah? Wildan hanya tersenyum penuh keyakinan. Semakin kaburlah pikiran dan perasaan Boni, seakan mencari jawaban yang mampu mengantarkan dia untuk tidur sejenak. 

Dalam lirih, Boni berucap adakah kerinduan yang lahir dari kegelisahan? Dalam hati ia beteriak, pergilah kekesalan yang lahir dari kesalahpahaman mengartikan tindakan! Aku capai, aku mau istirahat, biarkan aku tenang, jangan ada yang mengganggu.

Malam semakin larut, hati Boni pun semakin tersayat. Dia ingin pagi segera datang agar semua keresahannya dapat terobati oleh kebisingan rupa yang becorak. Namun waktu adalah waktu yang tak bisa diulangi, yang tak bisa diajak kompromi. 

Boni pun pergi menuju mushala, tapi sebelumnya dia mengambil air wudhu, lalu shalatlah dia penuh dengan ketenangan. Sehabis shalat, tampaklah senyumnya yang sumringah, jerling matanya yang menambat. Ketenangan mulai tampak dari perwujudan dirinya.

Seiring suara burung yang bernyanyi di sepertiga malam, dia duduk menyenderkan punggungnya pada dinding kotor yang tak terurus namun sering didatangi beragam anak manusia. Boni melafalkan kata-kata tulus yang dilahirkan dari batinnya yang terdalam.

"Mama, maafkan aku. Bukan aku tak cinta apalagi tak sayang, aku, tak pulang karena air mata yang menetes dari orang yang aku tak kenal. Mama, biarkan saja orang bilang tentang kisah anakmu ini yang jelas anakmu ini tak pulang bukan karena lupa jalan pulang, tapi anakmu ini tak pulang karena lupa tak membawa kunci rumah".

Mama, maafkan anakmu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun