Mohon tunggu...
Beng beng Sugiono
Beng beng Sugiono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

La Historia, Me Absolvera. Menulis/Traveling/NaikGunung/Membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apakah Politik Itu Kotor?

17 Februari 2023   15:44 Diperbarui: 17 Februari 2023   15:59 7135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber; tenggulangbaru.id

Kata politik adalah kata yang sudah sering kita dengar dan menjadi obrolan sehari-hari di setiap sudut desa, meskipun yang dibicarakan seputar politik tingkat desa, namun perilaku pemuda serta masyarakat secara luas yang sedikit dari mereka menganggap bahwa politik adalah sesuatu yang menjijikan atau politik bagi sebagian orang adalah suatu jalan untuk memperalat rakyat semata.

Politik menurut sebagian masyarakat selalu saja dikonotasikan sebagai yang buruk, entah itu terkait kebohongan dengan cara membangun narasi terkait janji-janji, ataupun akal-akalan dalam konteks anggaran negara serta perampasan hak-hak rakyat dengan cara politik transaksional, atau mungkin hal-hal yang semuanya itu berakibat buruk. 

Masyarakat menganggap bahwa semua orang yang masuk politik itu akan menjadi kotor, jauh dari kebaikan dan akan bertindak tidak sesuai dengan peri kemanusiaan, karena yang diketahui oleh sebagian masyarakat melalui media dan surat kabar yang mewartakan perilaku politisi yang banyak sekali tertangkap karena merampok uang rakyat (Negara), Meskipun sebenarnya tidak semua tentang politisi itu buruk, tetapi perspektif masyarakat awam sudah kadung negatif, sehingga sulit untuk dirubah. sehingga tidak sedikit dari mereka selalu mengatakan bahwa semua hal yang berkaitan dengan politik itu harus dijauhi. 

Itulah salah satu indikator menurunnya partisipasi publik dan terjadinya distrust ditengah masyarakat mengenai politik atau orang-orang yang bergelut didalamnya. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dalam memandang begitu pentingnya politik sebagai bagian dari perjuangan pikiran bangsa secara kolektif dalam merumuskan gagasan untuk membangun negaranya agar menjadi lebih baik lagi.

Kemudian ketika saya ditanya "apakah politik itu buruk" tentu saja saya akan menjawab "iya", dalam konteks politik di tingkat desa. Karena menurut sudut pandangan saya sebagai masyarakat, orang-orang yang terlibat langsung dalam kontestasi politik ditingkat desa biasanya tidak jauh dari kata penyalahgunaan wewenangan dan jabatan, sehingga kebijakannya pun seringkali hanya berpihak orang-orang dibelakangnya dan hanya di nikmati oleh golongan-golongan tertentu, dan tidak menyentuh ke lapisan masyarakat secara umum, salah satu contoh ialah kebijakan terkait anggaran pemberdayaan masyarakat desa, sehingga pemimpin di tingkat desa seringkali dalam memanifestasikan anggaran daerah mengacu pada subjektifitas pemimpin itu sendiri, dan terkadang regulasi pun dikalahkan oleh subjektifitas pemimpin itu sendiri dalam mengelola anggaran negara.

Saya selalu beranggapan bahwa orang yang memegang kendali dalam kekuasaan politik adalah mereka yang memiliki kepentingan pribadi, bukan kepentingan umum. Itulah mengapa saya selalu berfikir bahwa politik itu egoisme yang tidak memiliki rasa empati terhadap masyarakat kecil, dan masyarakat hanya sebagai objek kepentingan politik kotor semata.

Kemudian tidak sedikit pula pemuda yang memandang politik dari sudut pandang negatif. Berdasarkan itu pula lah mereka menyimpulkan bahwa politik itu hanya merusak struktur sosial maupun ekonomi saja. karena faktanya politik bisa memecah belah keutuhan dalam kehidupan bermasyarakat, dan fakta demikianlah yang membuat pemuda-pemuda menjadi apatis, karena pemimpin sebelumnya tidak pernah memberikan contoh baik dalam pola kepemimpinan, dan seringkali pemuda dianggap tidak berguna dan mengganggu saja.

Semakin lama penghianatan terhadap sumpah dan jabatan ini semakin menunjukan taringnya, pembangunan di beberapa sektor infrastruktur tidak lagi berbasis pada kebutuhan masyarakat atau skala prioritas untuk membangun peradaban masyarakat secara luas, bahkan beberapa program pemberdayaan desa di bidang ekonomi seringkali tidak tepat sasaran, artinya penerima manfaat dari program tersebut hanya orang-orang yang dekat dengan kepala desa saja, dan peristiwa tersebut terus terulang dari masa ke masa setiap kali ganti tumpuk kekuasaan. sejatinya kepala desa dengan kriteria di atas ini sangat minim sekali konsepsi serta gagasan terkait tata kelola anggaran, atau bahkan tidak memiliki kepedulian terhadap masa depan desanya sendiri, karena setelah mencapai pucuk kekuasaan, seringkali lupa terhadap janji-janji manisnya kepada masyarakat.

Kemudian tindakan yang tidak fair seringkali dilakukan oleh politisi dalam mencapai singgasananya dengan melakukan money politik atau yang sering kita sebut sebagai politik transaksional, entah itu dengan memberikan sejumlah uang kepada masyarakat tertentu atau dalam bentuk sembako yang jumlahnya sudah ditentukan. bagi saya politik uang atau politik transaksional ini sudah jelas mencederai etika serta norma dalam berpolitik, karena bisa dibilang suara kita kemudian sudah "dibeli" oleh orang yang berkepentingan agar kemudian dapat mencapai maksud dan tujuannya. 

Namun dalam konteks ini sepertinya, baik pelaku money politik maupun masyarakat yang memang sangat kurang kesadaran politiknya atau cenderung oportunis tanpa memperdulikan dampaknya, karena baik pemberi dan penerima menjadi rangkaian kotor dalam menghancurkan sendi-sendi politik itu sendiri, seperti gayung bersambut dan masyarakat seperti ini juga yang seharusnya ikut bertanggung jawab atas rusaknya moralitas generasi bangsa setelahnya nanti, karena akan menjadi budaya kotor dan menjijikan dalam berbangsa dan bernegara.

Politik transaksional juga yang menjadi salah satu faktor rusaknya tatanan sosial dalam bermasyarakat, karena politisi kotor tersebut menganggap suara masyarakat sudah bisa "dibeli" maka kedepannya sudah dapat dipastikan, akan lahir pemimpin-pemimpin korup yang kemudian memutus partisipasi publik dan menganggap musuh orang-orang yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan politiknya, perilaku pemimpin seperti ini punya kecenderungan totaliter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun