Mohon tunggu...
Balya Nur
Balya Nur Mohon Tunggu... Wiraswasta - Yang penting masih bisa nulis

yang penting menulis, menulis,menulis. balyanurmd.wordpress.com ceritamargadewa.wordpress.com bbetawi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gorong-gorong Toleransi

9 Februari 2020   08:17 Diperbarui: 9 Februari 2020   08:25 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menteri Agama bilang,  "Saya kan bukan menteri agama Islam, saya menteri agama Republik Indonesia yang di dalamnya ada lima agama." Sebenarnya tanpa diucapkan juga dari dulu memang begitu. Kemenag kan dari dulu memang punya direktorat jenderal bimbingan masyarakat berbagai agama yang diakui di Indonesia.

Pernyataan itu bisa diartikan kesungguhan Menag mengayomi lima agama dengan adil tanpa sekat mayoritas minoritas. Gebrakan pertama Menag adalah berisik soa radikal radikul yang menyudutkan mayoritas. Tentu saja mayoritas meradang, termasuk PBNU yang selama ini selalu mendukung kebijakan Menag. Setiap pernyataan Menag jadi bulan-bulanan mayoritas. Sementara minoritas seperti mendapat angin segar.

Keadaan mulai berbalik ketika Menag  responsif, dengan cepat mengeluarkan izin pendirian mushola di Minahasa Utara yang dirusak oleh oknum minoritas. Mulailah terdengar suara sumbang dari minoritas dan para pembela minoritas. Mereka mulai mempertanyakan "menteri semua agama" padahal kenyataannya hanya membela mayoritas saja. Izin rumah ibadah minoritas dianggap dicuekin saja.

Belum reda soal itu, disusul dengan  peranyataan Menag soal wacana pemulangan WNI eks ISIS. Seperti  banjir bandang, seruan Menag mundur atau dipecat  memenuhi media sosial. Presiden Jokowi tentu saja tidak mau terseret arus banjir bandang itu. Presiden  Jokowi bercuit:

"Soal WNI eks organisasi ISIS yang dikabarkan hendak kembali ke Tanah Air, para wartawan bertanya ke saya: bagaimana dengan mereka yang telah membakar paspornya."

"Kalau saya saja sih, ya saya akan bilang: tidak. Tapi tentu saja, ini masih akan dibahas dalam rapat terbatas."

Namun entah mengapa, hampir semua media memberi  judul besar-besar, " Presiden Jokowi Tak Setuju pemulangan WNI eks ISIS." Tentu saja pernyataan itu disambut gegap gempita tepuk tangan meriah oleh para pendukungnya. Sementara Menag semakin habis dicaci maki dan diminta mengundurkan diri atau dipecat.

Padahal pernyataan wacana dari Menag  itu adalah pernyataan resmi pemerintah, sedangkan pernyataan Jokowi adalah pernyataan pribadi. Belum ada keputusan resmi pemerintah. Masih menunggu rapat terbatas. Disitulah "pintarnya" Jokowi mengelola isu yang bisa mengerek citranya.

Dalam situasi seperti  itulah mendadak Presiden Jokowi bikin pernyataan akan membuat lorong bawah tanah antara Masjid Isqlal dengan Katedral yang dibernama lorong silaturahmi. Entah ide siapa, yang pasti Presiden mengatakan menyetujui ide gorong-gorong itu. Iyalah, sepanjang soal gorong-gorong pasti presiden langsung setuju tanpa pikir panjang lagi. Tanpa penjelasan yang cukup lorong untuk apa, fungsinya apa?

Banyak yang mempertanyakan, baik dari para pendukungnya apalagi oposisi. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj mengaku tidak paham apa tujuan pembangunan terowongan atau jalan bawah tanah dari Masjid Istiqlal ke Gereja Katedral. Jangan-jangan, ini hanya strategi politik dari Presiden Joko Widodo.

"Saya enggak paham itu apa tujuannya? Apakah ada nilai budaya, agama, apa nilai politik? Harus ada nilai dong! Jangan-jangan ini cuma strategi politik. Saya enggak paham," ujar Said di Kantor PBNU, Jakarta, Sabtu (8/2).

Dia mengatakan, apakah pembangunan terowongan tersebut menjadi simbol kerukunan antarumat beragama? Namun, perlukah disimbolkan melalui pembangunan infrastruktur?

"Menurut saya (tidak ada urgensinya). Apakah harus begitu?" ujar Said

Anggota Komisi I DPR RI dari PDIP, Effendi MS bilang,  "Tidak terlalu penting. Ya saya tidak ingin terlalu melihat lagi gimik-gimik, sudah cukuplah disentuh hal-hal yang sensitif begitu, masak dengan gorong-gorong, itukan gak penting tapi kalau mau dibangun ya silahkan sajalah."

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengkritik rencana itu. Menurut Mardani, toleransi tak mesti dimaknai dengan pembangunan fisik. "Toleransi lebih merupakan pengalaman batin, bukan fisik. Terowongan, cost-nya  besar. Dan manfaatnya perlu dikaji. Selama ini sudah ada toleransi yang baik. Jika acara di Istiqlal penuh, maka parkiran Katedral bisa dipakai. Begitu pun sebaliknya."

Di medsos, Akun-akun pendukung perintah malah banyak yang mencibir, apalagi akun-akun oposisi. Tentu saja ada juga yang membela dan mendukung. Tapi kalau ditanya, memangnya  fungsinya gorong-gorong itu apa? Mereka nggak bisa jawab juga.

Jokowi memang selama ini gemar bermain simbol.  Tapi simbol gorong-gorong  silatuharmi kali ini paling sulit dipahami. Apa yang mau dikatakan? Kenapa kok silaturahmi malah sembunyi-sembunyi di bawah tanah? Kalau mau melihat contoh toleransi harus melongok ke gorong-gorong gitu? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun