Mohon tunggu...
Balya Nur
Balya Nur Mohon Tunggu... Wiraswasta - Yang penting masih bisa nulis

yang penting menulis, menulis,menulis. balyanurmd.wordpress.com ceritamargadewa.wordpress.com bbetawi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Katakan "Nope" Buat 200 Rekom Menag

23 Mei 2018   08:21 Diperbarui: 23 Mei 2018   08:37 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cepe, nope, gope sudah menjjadi bahasa pergaulan. Bahasa asal Cina  ini dipopulerkan oleh pedagang keturunan Cina. Nope sama dengan 200. Angka 200 pernah dipopulerkan oleh  Rocky Gerung. Tapi rupanya angka 200  digemari pula oleh Menteri Agama.

Kemenag baru saja merilis 200  ulama/mubaligh terekomendasi. Ketika ditanya, apa kriterianya, Menag  malah tidak tahu. Daftar itu berdasarkan masukan dari berbagai pihak  terkait. Terbitnya rekom itu menurut Menag berdasarkan banyaknya  permintaan masyarakat agar Menag mengeluarkan rekom pada sejumlah ulama  yang akan mengisi taushiyah di Masjid,kantor dan sebagainya.

Nampaknya Menag kurang lengkap membaca permintaan itu. Kalau mau rajin  sedikit memilah pertanyaan itu, jawabannya bisa beragam. Pertama, jawabannya dengan mengeluarkan daftar 200 mubaligh terekom. Itu jawaban  paling gampang.

Kalau mau jawaban lain, gunakan sedikit  imajinasi. Pertanyaannya bisa saja begini, " Pak Menteri,kami ingin  menebar kebaikan dengan mengundang para mubaligh, tapi kami takut  dituduh sebagai kelompok intoleran, anti pancasila, anti NKRI. Tolonglah kasih rekomendasi ulama mana saja yang menurut Pak Menteri  bisa  membuat kami tidak  was-was karena ketakutan  tiba-tiba pengajian kami  dihentikan di tengah jalan. Atau bisa saja ada surat entah dari pihak  mana yang meminta kami membatalkan kehadiran ustadz yang sudah kami  undang  dari jauh-jauh hari. "

Jawabannya tentu saja bukan cuma  merekomendasi nama-nama ulama, tapi mencari akar masalah. Kenapa  masyarakat jadi ketakutan? Ini bukan fiksi, tapi realitas. Pembatalan  mendadak Ustadz Felix Siauw  yang akan ceramah  di Indosat, atau  sejumlah pembatalan ustadz  lain di berbagai tempat harus dicarikan  jalan keluarnya karena persoalannya sudah  seperti benang kusut karena  pembiaran. 

Panitia yang mengundang mubaligh kan bukan  berdasarkan tebak manggis. Rapatnya saja berkali-kali. Ketika disebut  satu nama mubaligh, tentu mereka sudah  pernah mendengar ceramahnya  sebelumnya. Ditambah lagi, mubaligh yang diundang bukan mubaligh yang dicekal atau sedang terkena masalah yang seminggu sekali harus lapor polisi.

Bisa juga jawabannya  lebih rumit atas pertanyaan kritis,  " Pak Menteri. Kenapa Pak Menteri bungkam ketika ada mubaligh yang  dilarang berceramah oleh sekelompok masyarakat. Sebenarnya siapa sih  yang memegang otoritas kegiatan keagamaan? Pak Menteri atau ormas? Coba  sekarang Pak Menteri jelaskan pada kami sejelas-jelasnya. Apa saja  kriteria mubaligh yang anti NKRI, anti pancasila, dan seterusnya. Coba  jelaskan sampai ke usus-ususnya, jangan sampai ada yang tersisa sehinga  kami nanti tidak salah  tafsir. "Tentu saja jawabannya tidak  semudah  mengeluarkan daftar 200 mubaligh terekomendasi.

Menjadi menteri  agama sekarang ini memang bukan perkara gampang. Bukan  cuma menangani  persoalan perbedaan mazhab, atau pertarungan antara liberalisme dengan  mainstreamisme. Persoalannya sudah campur aduk dengan pertarungan pilihan politik. Sedangkan Menag kan cuma ditugaskan menangani persoalan  agama. Urusan poitik urusan kementerian lain. Tapi urusan  politiknya  sudah terlanjur tercampur, sudah tidak bisa lagi  dipisahkan. Makanya  tidak heran, daripada salah omong, mending bilang, daftar itu saya tidak tahu detilnya.

Daftar sudah terlanjur tersebar. Pak Menteri juga  sudah tahu bakal rame.  Satu hal yang di luar perhitungan Pak Menteri  adalah kesan yang ditimbulkan dari daftar itu. Dalam daftar itu terdapat  ulama yang sudah sepuh. Bukan soal sepuhnya saja. Keilmuannya juga  sudah tidak diragukan lagi. Dari mulai ketua MUI sampai ahli tafsir  Al-Qur'an yang sudah menulis buku tafsir dan puluhan buku lainnya. Ada juga ulama yang sudah sangat populer karena sering muncul di televisi. 

Daftar itu terkesan seperti daftar para ulama yang  baru lolos seleksi  pemilihan ajang berbakat . Kan sama saja dengan mengecilkan keilmuan dan  popularitas para ulama itu. Kesan lainnya, seolah-olah ulama-ulama hebat  itu baru saja lulus ujian yang diselenggarakan oleh kementerian  agama. 

Belum lagi ulama-ulama hebat yang tidak masuk daftar. Pak  Menteri bilang akan ada nama-nama susulan. Tapi karena janji update itu  setelah banyaknya protes, kesannya nama-nama susulan seperti mendapat belas kasihan Pak Menteri. Makanya tidak heran, sejumlah nama yang masuk  daftar merasa tidak enak hati, dan bahkan ada yang minta namanya  dicoret.

Nasi sudah jadi bubur. Tukang bubur yang pernah naik  haji tentu tahu bagaimana membuat bubur itu terasa lezat. Kalau tadi nope dari bahasa Cina, sekarang coba kita sok englis dikit,  buka kamus  arti "nope." O, artinya "nggak. "

Abaikan saja  daftar itu. Toh  Pak menteri juga bilang, tidak masalah jika ada  yang mau mengundang  mubaligh di luar daftar itu. Jadi katakan " nope" buat daftar 200  itu. Bukan terhadap para mubalighnya yang masuk daftar, tapi terhadap  rekomendasinya. Mungkin bisa membuat sedikit lega. Bisa menurunkan tensi  darah, bisa membuat mata merah menjadi nampak cerah, bisa menukar rasa  nggak enak hati menjadi rada enakan dikit. Dan seterusnya, dan  seterusnya.

 19052018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun