Mohon tunggu...
Balqis Ghassani IP
Balqis Ghassani IP Mohon Tunggu... Lainnya - Balqisghassani0706@gmail.com

Seorang Mahasiswa Ilmu Politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Islam, HAM, dan Demokrasi, Sejalan atau Berseberangan?

26 November 2020   17:08 Diperbarui: 26 November 2020   17:11 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berbicara mengenai Islam, Ham dan Demokrasi, memang selalu menjadi wacana yang menarik untuk dikaji dan diperbincangkan. Argumentasi-argumentasi yang timbul kemudian mempertanyakan apakah ketiga variabel tersebut sebenarnya sejalan ataukah bersebrangan Wacana mengenai Islam, Ham dan Demokrasi pada akhirnya membentuk dua kubu yang saling berbeda pandangan dalam menyikapi wacana tersebut.

Kubu yang pertama bisa disebut sebagai kalangan yang berpandangan bahwa sejatinya Islam, Ham dan Demokrasi itu sejalan. Kubu ini mendasarkan pandangannya pada keyakinan bahwa sebagai agama al-shalih li kulli zaman wa makan, maka sesungguhnya ajaran-ajaran Islam akan selalu cocok, sesuai dan kompatibel dengan kebutuhan umat manusia disegala zaman, terutama di abad-20 saat ini yang mana hadirnya Ham dan demokrasi menjadi suatu kebutuhan dan instrumen yang penting untuk mengatur kehidupan sosial-politik masyarakat disuatu negara.

Istilah Hak asasi manusia sendiri, pertama kali dikenal seiring dengan lahirnya Magna Charta di Inggris pada tahun 1215, yang kemudian sekitar tahun 1948, Hak asasi manusia diproklamirkan dalam Universal Declaration of Human Rights oleh Majelis Umum PBB, yang terdiri dari 30 pasal. Hak asasi manusia dijadikan sebagai dasar diakuinya, dihormatinya, dilindungi dan dijaminnya hak-hak setiap manusia tanpa terkecuali. Terdapat 5 dimensi Hak asasi manusia yaitu hak ekonomi, hak sosial, hak budaya, hak sipil dan hak politik.

Dalam Islam kelima dimensi Hak asasi manusia tersebut sesungguhnya telah tercantum baik dalam al-Quran maupun Sunnah. Selain itu piagam Hak asasi manusia didunia Islam sendiri telah ada jauh sebelum Hak asasi manusia di barat lahir yakni Piagam Madinah yang telah ada bahkan telah diimplementasikan sekitar tahun 622.

Seperti terkait hak sipil, dalam QS. Al-Baqarah ayat 256 pada intinya menerangkan bahwasannya tidak ada paksaan untuk memeluk agama (Islam), dalam surat tersebut menunjukkan bahwa dalam ajaran agama Islam terdapat perlindungan dan kebebasan yang diberikan kepada setiap manusia untuk beragama dan berkeyakinan sesuai dengan keinginannya dan tidak ada paksaan untuk hal tersebut.

Selain itu jaminan hak atas kebebasan beragama juga termuat dalam Piagam Madinah pasal 25 yang berbunyi "Kaum Yahudi dari Bani 'Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga kebebasan ini berlaku bagi sekutu sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga", didalam pasal tersebut secara jelas menunjukkan bahwa Islam menjunjung tinggi pengormatan atas kebebasan beragama. Kemudian terkait hak ekonomi, dalam QS At-Taubah ayat 105 pada intinya menjelaskan mengenai pentingnya memberikan imbalan atau upah bagi setiap orang yang bekerja atau telah melaksanakan pekerjaannya, sehingga dalam surat tersebut menunjukkan bahwa dalam Islam juga telah ada jaminan hak atas pemberian upah untuk pekerja.

Selanjutnya yaitu terkait hak sosial, dalam QS At-Taubah ayat 60 dan 103, pada intinya menjelaskan mengenai kemuliaan dan pentingnya mengeluarkan zakat dari harta yang dimiliki oleh seseorang (bagi yang mampu) untuk diberikan kepada orang-orang fakir dan miskin agar dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Jika ditelisik lebih dalam, zakat sesungguhnya juga merupakan salah satu bentuk jaminan sosial yang dikhususkan bagi orang-orang yang kurang mampu, sehingga dari sini juga telah jelas bahwa Islam mengajarkan mengenai pentingnya pemenuhan hak atas jaminan sosial lewat pelaksanaan zakat.

Terkait hak politik, terdapat didalam QS Asy-Syura ayat 38 yang pada intinya menerangkan bahwa untuk memutuskan urusan-urusan masyarakat maka dapat dilakukan melalui musyawarah dimana tentu didalamnya menuntut adanya kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan memilih, hal ini menunjukkan bahwa Islam menjunjung tinggi akan hak atas kebebasan berpendapat dan hak untuk memilih bagi setiap manusia. Dan terkait hak budaya yakni hak untuk memperoleh pendidikan, terdapat dalam QS At-Taubah ayat 112, yang mana didalam ayat tersebut menjelaskan mengenai pentingnya mendaptakan dan memperdalam ilmu (agama) bagi manusia, sehingga Islam secara tegas menjunjung tinggi pemenuhan terhadap hak untuk memperoleh pendidikan bagi seluruh manusia.

Sama halnya dengan demokrasi. Menurut padangan kelompok/kubu ini, nilai-nilai yang ada dalam ajaran agama Islam sesungguhnya juga sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam demokrasi itu sendiri. Konsep utama dalam demokrasi yaitu kedaulatan rakyat, sesungguhnya menuntut adanya kontrol rakyat terhadap penguasa agar tidak sewenang-wenang, hal ini merupakan sebuah manifestasi yang ada dalam ajaran Islam yaitu amar ma'ruf nahi munkar.

Demokrasi dianggap sebagai salah satu sistem politik dan pemerintahan yang ideal untuk diterapkan pada masa ini, karena manusia sebagai warga negara diberikan hak yang sama untuk terlibat dalam pembuatan dan pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka dan menurut Lijhpart salah seorang ahli ilmu politik, demokrasi menuntut agar seluruh akvitas pemerintah harus mampu mengakomodasi hak-hak rakyat secara sama (rata) dan tidak ada perbedaan bagi seluruh warga masyarakat. Dari sini maka dapat kita pahami bahwa setidaknya terdapat 3 konsep penting yang ada didalam demokrasi, yaitu konsep musyawarah dalam pengambilan keputusan, konsep persamaan dan konsep kebebasan.

Konsep musyawarah dalam pengambilan keputusan atau yang disebut didalam Islam sebagai Shura, merupakan salah satu dimensi yang penting dalam kehidupan demokrasi, bahkan dalam Islam musyawarah merupakan kewajiban bagi setiap muslim khususnya para pemimpin muslim dalam memutuskan segala hal yang berkaitan dengan kepentingan publik seperti yang termuat didalam QS Ali Imran ayat 159. Konsep musyawarah ini juga dipraktekkan dalam masa khulafaur rasyidin Abu Bakar dan Umar Bin Khattab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun