Mohon tunggu...
Balqis Asri
Balqis Asri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pendekatan Teori Komunikasi Internasional

12 Oktober 2018   03:48 Diperbarui: 12 Oktober 2018   03:54 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

"Sejarah komunikasi internasional dan pertukaran budaya" kata Kamalipour, dalam Global Communication (2002:viii), "sama tuanya dengan peradaban manusia". Masyarakat beradab yang tidak pernah dipengaruhi oleh kebudayaan lain, tak akan pernah ada. Pada masa kuno atau abad pertengahan saling mempengaruhi peradaban adalah sesuatu yang lumrah. Tidak ada seorang pun yang mengeluhkannya. Tetapi belakangan, tepatnya sejak abad ke-19 pengaruh kebudayaan asing mulai menjadi masalah karena dua alasan kata Kamalipour. Pertama, batas dan skala pengaruh kebudayaan asing meningkat signifikan. Kedua, bangkitnya nasionalisme di banyak kawasan negeri telah mempengaruhi cara pandang orang terhadap kebudayaan asing.

Lahirnya komunikasi internasional di Amerika, Inggris, dan hampir di seluruh kawasan Eropa adalah pada abad 20 dalam konteks propaganda, ekspansi nasional dan penaklukan. Untuk kepentingan riset propaganda, Amerika pada PD I dan II telah membentuk program komunikasi internasional sebagai bidang studi yang resmi di berbagai universitas Amerika Utara. Para sarjana komunikasi antara 1920-an hingga 1950-an banyak berasal dari disiplin ilmu sosiologi, ekonomi dan ilmu politik(McMillin,2007:28). Pada 1926 Harold D. Lasswell mengkaji teknik-teknik perang psikologis bersama Walter Lippman, editor devisi propaganda Amerika. Mereka mempelajari efek teknologi komunikasi terhadap dunia Barat. Hasilnya kemudian, membawa bidang studi komunikasi menjadi bagian dari ilmu sosial. Keduanya -- Lippman dan Lasswell -- mempromosikan rumus: "who -- say what -- to whom - with what effect".

Pada 1955 Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika, telah membuka sebuah program studi, bernama:"Studi Komunikasi Internasional" yang disponsori oleh yayasan perguruan tinggi itu (Allyene, 1997:9). Sejak 1960-an bidang studi ini kemudian dilembagakan di Amerika sebagai salah satu bagian dari bidang studi "Hubungan Internasional". Banyak sarjana komunikasi internasional dididik dengan latar belakang hubungan internasional seperti misalnya, Hamid Maolana. Sementara yang lain berlatarbelakang ilmu sosiologi seperti Everet M. Rogers dan ilmu psikologi seperti Karl Nordenstreng.

Sehabis Perang Dunia II, terjadi Perang Dingin (Cold War) antara Blok Barat yang dipimpin Amerika dengan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet. Perang ini berlangsung dari 1945 hingga 1989 saat tembok Berlin runtuh. Amerika mewakili ideologi kapitalis dan Soviet mewakili ideologi sosialis. Dalam konteks pergulatan komunikasi internasional, Amerika memperjuangkan laissez-faire dan free flow of information yang digagas Komisi Huchin. Belakangan Unesco juga menuntut free flow across border to lead better world yang didukung para peneliti program riset komunikasi internasional (KI) yang tergabung dalam MIT Center for International Studies. MIT ini lalu membentuk Program Riset dalam Komunikasi Internasional yang dipimpin Lasswell, Ithiel de Sola Pool, Karl Dutsch, Daniel Lerner, Schramm, dan Lucian Pye. Riset mereka didanai Ford Foundation.

Komunikasi internasional, kata Stevenson (1994:543): "It's hard to define, but you know it when you see it". Selain sulit didefinisikan, para ahli komunikasi pun memberi istilah yang saling berbeda tentang komunikasi internasional ini. Ada yang menyebutnya dengan istilah "global communication" (Maulana), "world communication" (Hamelink, 1994), atau "transnational communication" (volkmer). Sementara Kamalipour (2002:xii-xiii) selain menerima istilah di atas, ia menambahkan pula istilah "transborder communication, intercultural communication, cross-cultural communication dan international relations" sebagai padanan lain dari istilah komunikasi internasional". Bagi Kamalipour, semua istilah itu mengandung konsep yang multidimensional dan sangat kompleks. Karena itu, setiap usaha merumuskan definisi yang sederhana pasti hasilnya tidak lengkap dan akan mengundang perdebatan.

Pandangan komunikasi internasional yang berfokus pada interaksi antarnegara, sekarang ini sudah dianggap klasik atau konvensional(). Ditemukannya teknologi informasi dan komunikasi yang baru, interaksi antarindividu dan antarbangsa yang sudah berubah, terutama dalam bisnis dan budaya, telah melahirkan banyak aspek dalam komunikasi internasional. Aktor negara dalam hubungan antarbangsa sekarang ini bukan lagi satu-satunya aktor penting. Dalam era globalisasi dewasa ini, aktor bukan negara (non-state actors) cukup memberi peran yang strategis dan penting. Bahkan ada kalanya lebih penting daripada faktor negara sendiri. Kasus runtuhnya Uni Soviet, runtuhnya tembok Berlin atau jatuhnya Tunisia, Mesir dan Lybia, terjadi hanya gara-gara kegaduhan politik lewat internet.

Pergeseran fokus komunikasi internasional dari sudut aktor negara ke aktor non-negara, bentuk-bentuk media dan efek pesannya, membuat istilah komunikasi internasional tidak lagi memadai untuk menjelaskan kompleksitas komunikasi internasional dewasa ini. Maka mulailah dikenal istilah "komunikasi global"(global communication) untuk menunjukkan kata Mowlana (1997) bahwa ruang lingkup (scope) dari kajian komunikasi internasional meliputi "komunikasi antarnegara, institusi, kelompok, dan individu lintas batas nasional, geografis dan budaya". Bahkan Hamelink (1994:2) lebih suka memakai isitlah "komunikasi dunia" (world communication) untuk komunikasi internasional, dengan alasan istilah ini lebih terbuka menjelaskan aktor negara maupun aktor non-negara.

bermetamorfosis pada komunikasi global atau komunikasi dunia, tetapi secara akademik komunikasi internasional hingga sekarang masih diakui sebagai sebuah subdisiplin dari bidang komunikasi. International Communication Association (ICA) misalnya, menempatkan komunikasi internasional sebagai salah satu devisi bidang peminatan komunikasi. Demikian juga di berbagai perguruan tinggi Amerika komunikasi internasional telah menjadi kajian utama untuk program doktor dan master. Karena itu, dikenalnya istilah komunikasi global atau dunia komunikasi bukanlah berarti harus menghapus istilah komunikasi internasional. Yang terjadi sebenarnya adalah perluasan ruang lingkup isu dari komunikasi internasional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun