Mohon tunggu...
Baldus Sae
Baldus Sae Mohon Tunggu... Penulis - Dekonstruktionis Jalang

Pemuda kampung. Tutor FIlsafat di Superprof. Jurnalis dan Blogger. Eks Field Education Consultant Ruangguru. Alumnus Filsafat Unwira. Bisa dihubungi via E-mail baldussae94@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Geliat "Counter Violence Extremism" Pemuda Indonesia

21 Januari 2018   13:41 Diperbarui: 21 Januari 2018   14:27 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://doniduplikat.blogspot.co.id

Catatan ini bermula dari mimpi merajut kebersamaan di Kota Ambon bersama teman-teman kaum muda yang tergabung dalam kegiatan akbar Iterfaith Youth Camp 2018 (IYC 2018). IYC 2018 adalah pelatihan dan sharing pengalaman para aktivis muda tentang toleransi, keberagaman, persaudaraan lintas agama sebagai upaya prefentif pencegahan radikalisme, intoleransi dan aksi-aksi kekerasan lainnya. 

Interfaith Youth Camp 2018 diselenggarakan oleh Ambon Reconciliation Mediation Center (ARMC) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon bekerja sama dengan PPIM Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Convey Indonesia dan UNDP. Pekan perjumpaan lintas iman yang mengusung tema : "Counter Violence Extremism" ini dilangsungkan di Pantai Wisata Negeri Liang, Kabupaten Maluku Tengah, 25-30 Januari 2018.

Adapun persyaratan bagi calon peserta adalah (1) Warga Negara Indonesia, (2) Usia 21-35, (3) Aktif  berorganisasi (Intra kampus / ekstra kampus dan NGO), (4) Pernah terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan interfaith, toleransi, deradikalisai, anti terorisme dan anti kekerasan. Selain itu, calon peserta diminta melampirkan sertifikat kegiatan yang pernah diikuti dan membuat essay yang berkaitan dengan tema kegiatan.

Estimasi panitia penyelenggara untuk jumlah peserta yang bakal mendaftar dari seluruh pelosok tanah air tidak lebih dari 800 orang, yang mana akan mengisi kuota 120 orang melalui proses seleksi. Namun siapa sangka, hingga pendaftaran ditutup tanggal 13 Januari 2018, jumlah peserta yang mendaftar sebanyak 3200 -an orang. Jumlah sebesar ini tentu menjadi kendala tersendiri bagi rekan-rekan panitia dalam proses seleksi berkas.

Sudah dapat dipastikan bahwa sebanyak 3100 orang bakal tereliminasi dan mengubur jauh-jauh mimpi merajut kebersamaan lintas iman di Kota Ambon.  Apa mau dikata, semua boleh berkehendak lolos seleksi tapi dewan juri punya kuasa untuk menentukan. Keputusan dewan juri final dan tidak dapat diganggu gugat. Tidak berlaku tahapan naik banding. Hehehe.....

Tentu banyak yang kecewa. Salah seorang rekan asal Batak Karo mengungkapkan kekesalannya atas keputusan panitia, bukan karena semata ketidaklolosan dirinya sebagai peserta tapi lebih pada kritik atas konsistensi panitia dalam dead line memasukan berkas. Yang seharusnya tanggal 10 malah diundur lagi ke tanggal 13.tapi sudahlah ini bukan ruangnya dan saya tidak bermaksud mempersalahkan panitia di sini.

Menariknya bahwa meski tidak lolos seleksi, sebagian dari 3100 peserta masih mau merayakan kegiatan ini dalam angan. Mereka masih mau berbagi pengalaman dan pandangan dalam jagat maya. Caranya sederhana, mereka bertukar essay tentang toleransi, deradikalisasi, counter violence, ekstrimisme, fundamentalisme dan sejumlah hal lainnya.

Hal ini, hemat saya, mau menunjukkan bahwa kecintaan kaum muda Indonesia akan tanah air masih sungguh terasa dan akan tetap ada selama masih ada entitas nasional bernama Indonesia. Geliat pemuda tanah air dalam rangka melawan kekerasan, radikalisme, intoleransi dan terorisme memang patut diapresiasi. Dan sudah saatnya pemerintah memberdayakan potensi yang ada ini. Pemerintah perlu memberdayakan kaum muda dengan segala potensi dan niat baiknya dalam upaya menciptakan budaya damai di tanah air.

Intensitas perjumpaan lintas iman bagi kaum muda dalam kegiatan-kegiatan yang konstruktif dan edukatif seperti ini bukan tidak mungkin bakal menciptakan dan merekonstruksi budaya damai di tanah air.   Hal ini bukan tanpa alasan, sebab di tengah kebangkitan yang cenderung mengarah pada ekstrimisme dan radikalisme, tidak bisa lain perlu upaya serius dan sungguh-sungguh untuk memperkuat kembali toleransi dan multikulturalisme di Indonesia.

Agenda besar kaum muda Indonesia ke depan adalah merajut kembali tali silahturahmi sesame anak bangsa yang kian renggang dan hamper putus. Salam Pemuda. Salam Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun