Sementara sosiolog sampai saat itu memberikan keunggulan pada struktur dan sistem, selama tahun 1970-an itu adalah pertanyaan untuk menilai situasi, interaksi dan proses yang menghasilkannya, di atas kapasitas interpretatif aktor untuk memecahkan masalah dalam situasi tertentu. Perspektif mikro-sosiologis.
Namun, sosiolog sering memperhitungkan kedua level (mikro dan makro). Misalnya, konsep habitus di Bourdieu adalah sarana untuk mengartikulasikan makro dan mikro karena merupakan tanda penggabungan sosial oleh individu.
Bagi mereka yang digambarkan sebagai "konstruktivis", cara berfungsinya lembaga sekolah tidak dapat dianggap sebagai penentu perilaku siswa atau guru. Sebaliknya, itu adalah hasil dari tindakan mereka sehari-hari.
Dalam semua kasus, itu adalah artikulasi antara mikro dan makro yang menimbulkan pertanyaan dan sosiolog berusaha memberikan tempat sentral kepada aktor dalam proses sosial yang diamati.Â
Perilakunya tidak dapat lagi dianggap sebagai hasil dari sistem yang telah menentukannya. Ini menjadi masalah tersendiri dari perspektif komprehensif yang diilhami oleh Weber.**
Citasi: Willis, Paul (1981). Learning to Labor: How Working Class Kids Get Working Class Jobs. New York, NY: Columbia University Press.