Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Etika Utilitarianisme dan Etika Kewajiban

13 Mei 2021   08:45 Diperbarui: 13 Mei 2021   08:47 1464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Ketika  bertanya pada diri   sendiri apa yang harus kita lakukan, apa yang benar dan salah, kita berfilsafat - lebih tepatnya di bidang etika atau 'filsafat moral'. Tujuannya adalah   menentukan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Karena banyak pemikir cerdas selalu mencoba melakukan ini, begitu banyak sudut pandang yang berlawanan sering mereka ambil. Untuk pengenalan teoritis langsung ke etika profesi.

Filsafat moral yang dipakai pada riset ini adalah Teori Utilitarian, oleh John Stuart Mill (1806-1873), dengan prinsip memaksimalkan rasa enak (bernilai) dan meminimalkan rasa sakit (tidak enak). Dasar pemikiran ini merupakan pangkal penelitian dan kajian dalam bidang ilmu ekonomi. Selanjutnya pendapat ini dikritik Jeremy Bentham (1748- 1832) adalah filsuf pendiri utilitarianisme.

Utlitarian Jeremy Bentham (1748-1832) dan muridnya John Stuart Mill (1806-1873) adalah  , pemikir lateral, dan empiris radikal: pengetahuan akan diserap melalui indera sendiri dan dapat dibuktikan melalui sejumlah pengalaman individu. Jadi jangan hanya didasarkan pada pemikiran rasional belaka.
Posisi   seobjektif mungkin dalam perdebatan tentang nilai-nilai etika mewakili 'prinsip kegunaan', prasyaratnya adalah pengakuan atas fakta   individu berjuang untuk kebahagiaan: yaitu untuk kesenangan dan kesejahteraan, termasuk kegembiraan spiritual, serta menghindari penderitaan. Proposisi  baru "the greatest happiness for the great number" (= kebahagiaan yang besar mungkin bagi jumlah yang terbesar mungkin), yang dijelaskan dalam dua tahapan nikmat (pleasure) dan perasaan sakit (pain). Manusia rasional selalu memiliki kecenderungan memaksimalkan rasa nikmat (laba) dan meminimalkan rasa sakit (= kerugian atau biaya), menjadi tujuan tindakan dan akibatnya salah satu kriteria moralitas".

Akibatnya, bukan aktor itu sendiri dan motifnya, tetapi tindakan itu sendiri dan konsekuensinya bagi semua yang terlibat yang menentukan dalam pertanyaan tentang apa yang benar atau salah secara moral untuk dilakukan   kebahagiaan mayoritas yang lebih besar   ditentukan secara demokratis. 'barang umum'.

 Immanuel Kant (1724-1804) berperan sebagai antagonis. Berbeda dengan kaum utilitarian, Kant memahami moralitas sebagai pemenuhan kewajiban dan membenarkannya dalam 'fondasi metafisika moral'. Kant berasumsi manusia adalah makhluk rasional yang memiliki nalar teoretis dan nalar praktis yang bijaksana. Yang terakhir membantu manusia  memiliki 'niat baik' untuk menjadi 'orang baik' dan mempraktikkannya   bertentangan dengan kecenderungan pribadi kita.

Teori etika, termasuk teori kebajikan dan deontologi Kantian, berguna untuk memikirkan bagaimana individu harus berhubungan satu sama lain dalam konteks bisnis.  Menurut Kant, hanya keputusan untuk tugas dan melawan keinginan yang merupakan ciri dari tindakan moral. Jika kepentingan kita sendiri dan rasa kewajiban berjalan seiring, kita tidak bertindak secara moral, yaitu tidak sesuai dengan kewajiban moral.

Prinsip - "perintah (alasan)"   dengannya   menetapkan aturan moral, disederhanakan dalam kata-kata Kant: " Rumusan Kant tentang imperative kategoris: ["Bertindaklah semata-mata menurut prinsip (maksim) yang dapat sekaligus kaukehendaki menjadi hukum umum"]; dalil etika Kant ini saya sebut sebagai "peraturan bagi diri sendiri".

 Kant menyebut kemerdekaan (kebebasan memilih) dan membuat pilihan, demi hukum atau peraturan bagi diri sendiri atau otonomi manusia. Kata otonom berasal dari kata "Autonom" dari bahasa Yunani. Auto = sendiri, nomos = hukum. Maka maksim ini saya sebut sebagai bentuk {"Peraturan Bagi Diri Sendiri"} adalah inti kebebasan manusia dalam tindakan tanpa intervensi dari pihak luar atau aturan kelembagaan yang bersifat alienatif. Bagimana penjelasannya tentang Maksim atau saya sebut sebagai {"Peraturan Bagi Diri Sendiri"}.

Yang disebut imperatif kategorisnya yakni  filsafat tentang martabat manusia [human dignity].   menyatakan: {"Bertindaklah sedemikian rupa sehingga Anda selalu memperlakukan umat manusia entah di dalam pribadi Anda maupun di dalam pribadi setiap orang lain sekaligus sebagai tujuan, bukan sebagai sarana belaka"}.

Bahwa yang disebut tindakan baik adalah wajib (deontologis) tanpa syarat, dan tidak menggunakan manusia sebagai sarana (intrumentalisasi manusia). Atau "kewajiban tanpa syarat imperatif kategoris". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun