Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Apa Itu "Kementhus Ora Pecus"?

17 Januari 2021   15:27 Diperbarui: 17 Januari 2021   16:37 13419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi Penulis

Dengan adanya ["Kementhus Ora Pecus"],  sebagai "wawelar" atau larangan, secara khusus, dan  alami: (i) berperilaku sedemikian rupa untuk memajukan minat dan tujuan manusia Jawa (kesehatan, kekayaan, dan sebagainya); (ii) mengidentifikasi dengan kepentingan orang lain (awalnya orang tua kita, kemudian teman, alam sekitar, kemudian sebangsa); (iii) mencari cara untuk secara praktis menavigasi perubahan-perubahan dalam kehidupan. 

Dengan etika (tindakan) ini menghubungkan kecenderungan   secara langsung dengan empat kebajikan utama yaitu kesederhanaan, keberanian, keadilan, dan kebijaksanaan praktis. misalnya, kebijaksanaan praktis mencakup penilaian yang baik, kebijaksanaan, akal sehat ; kesederhanaan dapat dipecah menjadi kesopanan, rasa hormat, pengendalian diri; keberanian dibagi menjadi ketekunan, kepercayaan diri, kemurahan hati; dan keadilanterdiri dari kesalehan, kebaikan, keramahan.

Filsafat MKG dapat menarik serangkaian paralel antara empat kebajikan,   apa yang disebut sebagai tiga disiplin: keinginan, tindakan, dan persetujuan. Dokrin "sabar Nrimo" atau "Nrimo Ing Pandum" dapat saya jelaskan metafora  seekor anjing yang diikat ke gerobak pemulung Kota Solo: anjing bisa melawan gerakan gerobak di setiap inci, sehingga melukai dirinya sendiri dan berakhir dengan sengsara; atau dapat memutuskan untuk mengikuti perjalanan dengan hati-hati dan menikmati panorama langkah pemulung tadi.  

Atau dalam tulisan saya di Kompasia semacam apa yang dikatakan  Nietzsche sebagai amor fati (mencintai seluruh  takdirmu untung malang suka duka, dst),  atau "bertahan [apa yang dilemparkan alam semesta] dan tinggalkan [apa yang tidak diizinkan oleh alam semesta]". Akibatnya, orang Jawa dalam tradisinya taat dan  mengikuti tatanan kosmos, dan kesederhanaan dapat mengendalikan keinginan.

Simpulan makna ["Kementhus Ora Pecus"],  sebagai "wawelar" atau nasehat larangan cocok dengan apa yang dikatakan Socrates "Yang saya tahu bahwa saya tidak tahu apapun ["I know that I know nothing"]. Sebuah sikap dasar moral kerendahan hati dan jiwa manusia paling dalam. Semoga Demikian, Terima kasih_- Rahayu-rahayu Seagung Dumadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun