Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat Dayak Kaharingan [8]

21 Maret 2020   13:19 Diperbarui: 21 Maret 2020   14:12 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat Dayak Kaharingan [8]

Filsafat Dayak Kaharingan [8]

Dayak dan Kaharingan adalah cara pandang atau memahami kehidupan, dalam perspektif etnis di ruang, dan wilayak Teritorial Kalimantan. Kata Kaharingan bisa ditafsir bebeda-beda dan banyak cara. Namun hasil riset saya kata "Kaharingan" bermakna pada metafora Pohon kehiduapan yang tumbuh berkembang sesuai phusis atau kodratnya dan menjadi dirinya sendiri. Jadi misalnya pohon Ulin atau pohon besi dia akan tumbuh dan berkembang di alam teritorialnya dan hanya berhasil kembali kepada kodratnya sebagai pohon ulin, dan bukan menjadi pohon beringin atau pohon jambu;

Maka setidaknya ada tiga cara memahami kehidupan ini adalah 7 siklis manusia Dayak menjadi, dan 2 tatanan berbahaya, dalam mewujudkan diri dialam rasional dan irasional yang kemudian dikemas dalam nama Hukum Adat, yakni korelasi [hubungan], [a] siklus kehidupan manusia; [b] siklus kematian manusia, [c] gabungan kehidupan dan kematian [kebahagian, penderitaan, rasional dan irasional];

Maka Suku Dayak Kaharingan Kuna sebagaimana dalam tradisi Jawa Kuna, atau Sunda Wiwitan, tidak mungkin lepas pada apa yang disebut kata sifat "manunggal" atau penyatuan diri manusia sebagai bagian tatanan kosmos, agar hidupnya bisa selamat, berbahagia, dan tidak menyinggung diluar kodratnya sebagai manusia utuh dan tidak tercerai berai;

Yang dimaksud pemahaman tidak tercerai berai adalah memahami kehidupan dengan "utuh" menyeluruh dan komprehensif. Lalu bagimana cara [episteme] yang dilakukan?.

Dokrin umum Kaharingan Dayak [riset saya] jika dipakai istilah modern adalah melalui pendekatan seni, mimesis, atau meniru atau pendekatan contoh, tauladan, digubah dalam teks  seni sastra klasik Dayak ["bahasa Pangunraun" atau di Sebut "Hiyang Wadian"] sehingga memungkinkan alam dan tatanan ditelusuri, di ikuti, dan akhirnya bisa di ubah dengan menggunakan "kemampuan kata-kata sakti ["Hiyang Wadian"]";

Dan seni meniru melalui kata-kata sakti ["turunan pada dewa, leluhur, bahkan metafora Gusti Tuhan"] atau saya sebut trans substansi "terma sekunder" dalam penelusuran kembali daya purba [force primitive] memungkinkan terjadinya "pengulangan kejadian/ inkarnasi siklus yang sama" atau pengulangan  sama sehingga diperoleh apa yang menjadi tujuan seni sastra ["bahasa Pangunraun atau "Hiyang Wadian"];  yakni semacam menghasilan wujud: [1] keharmonisan, [2] pembatalan/revisi tatanan untuk menyembuhkan orang sakit, malapetaka, penderitaan; [3] merusak tatanan untuk mencegah manusia, non manusia mengganggu ancaman jiwa raga manusia dayak;

Maka dengan   seni meniru melalui kata-kata sakti ["turunan dewa, leluhur, alam gaib, hewan, tumbuhan, bernyawa tidak bernyawa, patung, sesajien, luwuk, ancak, pakinkin, ayam, beras kuning, lemang, lappet, pinang, sirih, damar, sulumpiang,] adalah wujud materi/media mencari menemukan  Gusti Tuhan"] atau saya sebut trans substansi "terma sekunder" mewujud dalam ["bahasa Pangunraun" atau "Hiyang Wadian"] ini lah persis apa yang disebut modern adalah bentuk ibadah, doa, tata ibadah, mengandaikan menghormati Tuhan, memuji Tuhan, dan mengakui keagungan Tuhan Maha Esa;

Pada terma sekunder" mewujud dalam ["bahasa Pangunraun" atau "Hiyang Wadian"] dilakukan pengubahan material menjadi fungsional sesuai kehendak. Semua beda-beda dipanggil diberi nama, dipuji, di narasikan kembali sejarah mereka, dan kemudian diminta dengan suka rela membantu manusia untuk mewujudkan telos seperti dalam ["bahasa Pangunraun" atau "Hiyang Wadian"];

Hasilnya ada beberapa kemungkinan [1] semua  material; di ubah objek formal kemudian memiliki fungsi, memperbaiki hidup/menyembuhkan, membunuh kehidupan untuk perang dan balas dendam; [2] melakukan rekonsiliasi atau pemulihan [pendertan/penyakit] atau menata siklus pada resonansi rasional irasional, bernyawa tidak bernyawa, menemukan dua alam kehidupan kematian, [3] memberikan ucapaan syukur dan terima kasih, dalam ritus kebahagian hidup;

Bersambung

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun