Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Jangan Makar, NKRI Harga Mati

20 Mei 2019   15:14 Diperbarui: 20 Mei 2019   15:28 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangan Makar, NKRI Harga Mati

Berita Detikcom., Senin 20 Mei 2019, 07:02 WIB; Hendropriyono Siap Pinjamkan Anjing, Ini Respons Polisi. Jakarta - Polri menyambut baik Eks kepala BIN, AM Hendropriyono, yang siap meminjamkan anjing-anjingnya ke aparat jika aksi 22 Mei 2019 benar-benar terjadi dan berjalan brutal. Namun, Polri mengatakan hingga kini belum ada tawaran tersebut. "Belum ada dan dapat info," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo kepada wartawan, Senin (20/5/2019).

Sebelumnya pada   berita di Detikcom. Minggu 19 Mei 2019, 18:18 WIB, Hendropriyono Pamer Anjing, Siap Pinjamkan Jika Aksi 22 Mei Brutal. Eks Kepala BIN Hendropriyono memamerkan anjing-anjing peliharaannya. Dia mengatakan siap meminjamkan anjing-anjingnya kepada aparat keamanan jika aksi 22 Mei 2019 benar-benar terjadi dan aksi itu ricuh.  "Anjing itu saya punya pribadi. Turun kalau perlu. Habis untuk apa? Saya tidak mau kasih tahu (ada permintaan pinjam anjing dari polisi atau tidak). Hendropriyono pun mengatakan dirinya tak mau hanya diam. Menurutnya, negara tak akan bubar karena kelakuan sekelompok orang. "Karena itu, saya tidak mau diam-diam saja. Karena kita harus ingat bahwa negara ini tidak akan bubar karena kelakuan orang-orang yang sedikit ini, yang sudah ompong ini. Tapi karena yang banyak diam saja, karena itu saya tidak mau diam saja," ucap Hendropriyono.

dokpri / tangkapan layar di halaman Google
dokpri / tangkapan layar di halaman Google
Menurut hemat dan persepsi saya ucapan tokoh nasional dan beberapa tokoh lainnya seperti ini menunjukkan kejengkelan yang selalu terus terjadi, pada adanya gerakan-gerakan memaksa kehendak, dan bisa jadi akhirnya  untuk merongrong NKRI merusak kedamaian Indonesia dan martabat bangsa ini.  

Kita bersama sama ada di Negara ini; dan Negara ini  dibangun dengan dasar kebersamaan dan Bhinneka Tunggal Ika.  Kita punya sejarah apa yang disebut "Sumpah Pemuda" kami putra dan putri Indonesin mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia, kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.  Para pendahulu kita sudah bersumpah untuk NKRI harga mati. Maka idialnya semua wacana dibangun untuk menghadirkan penguatan pada idiologi ini.

Pancasila adalah ideologi dasar dalam kehidupan bagi negara Indonesia. Pancasila sudah final  payung seluruh rakyat Indonesia, tanah tumpah darah. Idiologi Negara sudah jelas, demokrasi sudah berjalan, keamanan baik-baik saja, kekayaan tanah air banyak sepajang mau berkerja keras dan tekun. Negara ini sudah dikelola dengan baik, semua aparat Negara dan masyarakat paham apa itu baik apa itu buruk. Kalaupun ada kekurangan wajar, kita semua adalah manusia pembelajar dan mau belajar lebih baik.

Tetapi dalam waktu akhir-akhir ini; saya sungguh tidak paham para tokoh dan elit politik di Negara ini yang mengajak dan ingin mengubah konsitusi Negara melalui tindakan dan gerakan [people power]; atau Makar;  melakukan tindakan tidak sesuai dengan koridor kebudayaan pada martabat manusia,  tatanan demokrasi, tatanan hukum, dan azas-asas Negara yang baik.

Saya tidak habis pikir dan prihatin, dan membaca wacana dan berita di media  yang muncul ke public misalnya; apapun di Indonesia ini di tuduh berberapa tokoh ini dan dikatakan jelek. Saking jeleknya maka perlu gerakan [people power] atau  Makar.  Contoh omongan dan wacana tersebut adalah punya Pancasila jelek, punya bendera merah putih jelek, punya tentara jelek, punya polisi jelek, punya menteri jelek, punya presiden jelek, punya jalan tol jelek, punya MK jelek, punya KPU jelek, punya KPK jelek,  bayar pajak jelek, punya hukum jelek,  punya pemilu jelek dan curang. Semua hal disebut jelek. Dan yang lebih memprihatinkan  ucapan kejelekan ini disertai kebencian, dan permusuhan sesama anak bangsa. Hampir semua dikatakan jelek. Kalau semua jelek di Indonesia ini; ya sudah apa tidak usah jadi warga Negara Indonesia saja, pindah warga negara tidak usah di Indonesia lagi; itu juga kalau ada Negara lain yang menampung.

Lebih heran lagi bahwa tuduhan jelek itu tidak berhenti hanya disitu saja tetapi dibarengi dengan ajakan dan tidakan mengancam symbol-simbol Negara dengan kekerasan.  Kow bisa semua dituduh jelek. Iya kalau jelek semua; terus peran para pengkritik itu apa, hasil kerja nya apa, dan rasionalitasnya bagimana.

Apa kritik tidak boleh, iya tentu boleh saja, tetapi harus ada alat ukur fakta  dan data, dan apa indicator yang disebut jelek. Buatlah riset, dan adu pakai data supaya jelas, dan mendidik kita semua.  Aristotle menyebutnya ada tiga syarat dalam kritik harus ada [a] logika, [b] retorika, [c] dialektika harus berjalan dengan bersamaan. Dan kritik yang baik kata Aristotle harus tahu dan paham batas, ada tatanan apa yang disebut ["golden mean"].

 Maka saya berharap cobalah tokoh-tokoh yang kontradiksi ini melakukan kontemplasi diri sehingga ajakan  gerakan [people power] atau makar tidak perlu;  apa lagi membenturkan rakyat dengan rakyat atau rakyat dengan symbol-simbol Negara. Marilah kita semua melakukan intropeksi diri, saling merawat menghormati sesama anak bangsa dan mulai pelan-pelan belajar lebih bijaksana, lebih arif, menjaga NKRI milik kita semua. Semoga demikian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun