Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Jakarta Banjir Disusul dengan Kebanjiran Kata-kata

27 April 2019   15:46 Diperbarui: 27 April 2019   18:35 4572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompas.com/Jessi Carina

Mengatasi banjir tentu bukan dengan lagu, prosa, puisi atau kata-kata manis, dan retorika palsu, tetapi wajib memiliki alat ukurnya jelas, dampaknya jelas debit air yang menerjang warga Negara Jakarta dinyatakan berkurang atau tidak. Bukan pakai banjir Kata-Kata, tetapi pakai fakta.

Jakarta Banjir; bersamaan dengan Banjir Kata-Kata menunjukkan cara kerja manusia yang paling bertanggungawab tidak memiliki isi pikiran, dan gerak tidakan pada apa yang disebut model (PDCA), Plan, Do, Check, Act, Cycle atau (siklus: perencanaan, kerjakan, cek, tindak lanjuti) seperti ide Edwards Deming.

Maka Jakarta Banjir tidak membutuhkan Kata-Kata [alasan] jika semua sudah terukur terintegrasi dalam tatanan Plan, Do, Check, Act [PDCA].

Jakarta Banjir; Bersamaan Banjir Kata-Kata dapat dipahami dengan meminjam konsep Anthony Giddens sebagai penesehat PM Inggris Tony Blair.

Anthony Giddens menawarkan apa yang disebut subjek-pelaku politik (political agency). Menurut Anthony Giddens ada perbedaan jarak secara jelas antara mengetahui [memahami] kebaikan, dengan melakukan [bertindak] kebaikan.

Jika dikaitkan dengan tulisan fenomena banjir Jakarta, maka ada perbedaan jarak jelas antara mengetahui [memahami] banjir Jakarta, dengan melakukan [bertindak] supaya Jakarta tidak banjir. 

Problemnya ada di sini bagimana, ,di mana, dan apa yang dilakukan oleh punggawa DKI 1 untuk melakukan [bertindak] supaya Jakarta tidak banjir, sekali lagi bukan pakai puisi, kata-kata, atau retorika tanpa perbuatan. Atau, disebutkan "kata-kata tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah kematian mental iman" atau tidak berguna [(Yak 2:26)].

Maka kepada yang mulia punggawa DKI 1 wajib melakukan [bertindak] seperti dikatakan Anthony Giddens pada bukunya, Modernity and Self Identity (1991), yang menyebutkan perlu dibuat sarana atau alat (di sebut "modalitas").

Dan kita menyaksikan ["alat atau modalitas dan fasilitas "] apa yang sudah dibuat dibangun dilakukan kemudian memiliki dampak menghentikan/mengurangi banjir di Jakarta belum ada terlihat secara nyata dan kongkrit.

Hanya dengan alat atau modalitas ini atau sistem berubah maka perilaku manusia berubah.

Maka untuk mengubah konsep mengetahui kebaikan supaya dapat berjalan diperlukan "alat atau modalitas dan fasilitas", supaya tidak terjadi banjir lagi pada waktu mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun