Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"Philosophy of Kaharingan Dayak" [4]

31 Januari 2019   00:41 Diperbarui: 31 Januari 2019   01:24 1330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini adalah bagian epsiteme kajian filsafat Kaharingan Dayak Kalimantan. Penelitian ini dilakukan oleh  Prof. Dr. Apollo tahun 2010-2012. Dana penelitian dibiayai sebesar  Rp 74 juta oleh Hibah Bersaing Kementerian Riset Dikti.      

Gagasan Dayak Ma'anyan. (Simbol tetesan air suci ke tanah "Bunda Alam Semesta"). Menurut saya, Dayak berarti "Bunda Alam Semesta" melalui tetesan air dari gunung jatuh ke tanah. Dayak Ma'anyan adalah metafora Bunda Alam Semesta Tanah Air. 

Penduduk asli Pulau Kalimantan secara umum di sebut Suku Dayak dan percampurannya;    sekarang kondisinya menganut berbagai macam agama sesuai keyakinannya masing-masing dan saling berdampingan tanpa membeda bedakan apapun hidup rukun dan saling menghormati. Selanjutnya tetesan air gunung  mengalir menjadi sungai. 

Kata Dayak artinya "sungai" atau  "kali"  atau sungai, menjadi "kali" atau disebut Kalimantan. Bisa ditelusuri terdapat pada salah satu anak suku Benuaq di Kalimantan Timur serta bahasa suku (lokal) di Kalimantan Barat, dan Serawak.  

Sedangkan "Ma'anyan berasal dari kata kemenyan, artinya kampung dibentuk atau pembentukan sejarah didasarkan petunjuk setelah membakar kemenyan. Bakar kemenyan, dan hadirlah kampung, dengan dasar episteme indra "penciuman" bau. 

Maka Dayak selalu mengandalkan naluri "bau" untuk memastikan relasi hidup satu dengan lainnya atau bahkan antagonismenya. Dayak bisa membedakan bau hewan, bau tumbuhan, bau angin, bau tanah, bau manusia dengan sangat peka demi sensori mempertahankan dirinya;

Pada metafora kata air jatuh kebawah ini dapat dipakai rasio instumental Dayak Kaharingan adalah alam semesta ini adalah bermakna siklis seperti buah, biji, pohon, buah, dan seterusnya.

Pada teks kosmogoni kata (metafora) Gunung watu (batu) adalah kompleks batuan dasar pada Kalimantan Barat di Pegunungan Muller-Schwaner (Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah) mewakili singkap dasar benua terbesar di Indonesia dan pusat asal Allah mula Allah Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa di Kayangan).

Metafora symbol keagungan Gunung Kinibalu di Borneo yang tingginya 4.101 meter di atas permukaan laut, merupakan puncak tertinggi spiritual dan keagungan manusia munta datu mula manta (manusia laki-laki), dan dara mula lapeh (manusia wanita)" di Pegunungan Muller-Schwaner terdiri atas sumbat batu granit yang terangkat oleh tekanan vulkanik dan masih terus bertambah tinggi.   

 Mefaora ini juga menunjukkan karateristik suku Dayak adalah "keras hati" atau keras pendirian, dan tingginya harga diri. Semacam Thomus model Platon. Bagi orang dayak harga diri adalah hal paling penting, dan rela apa saja demi mempertahankan martabat diri.   

Teks Allah Ranying Hatalla Langit  ini juga memiliki makna bahwa  Dayak Kaharinga mengakui adanya dialektika atau berpikir dualitas antara atas bawah, muka belakang, kiri kanan, baik buruk, beradat dan tidak beradat, tua muda, mati hidup, dan seterusnya. Dualitas ini adalah alam semesta berproses menjadi (being). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun