Tulisan ini adalah bagian riset kajian pustaka interprestasi hermenutika pada Wangsa Sailendra atau Syailendra dengan meminjam kajian mitos ["Odysseus"] yang dilakukan oleh (die Frankfurter Schule).Â
Saya meminjam interprestasi dengan menggunakan pemikiran teori kritik Adorno, Horkheimer pada mahzab Frankfurt (die Frankfurter Schule)Â Â dikaitkan dengan tema mitos dan dialektika pencerahan. Tulisan saya ini adalah kelanjutan atau post Adorno, Horkheimer atau pemikiran Adorno, Horkheimer yang ditafsir ulang, dengan mengembangkan beberapa catatan dan pemikiran.
Pada tulisan ke (3) ini saya menjelasakan tentang post Adorno, Horkheimer mengenai ["Odysseus", dan makna pengorbannya"] agar bisa kembali kekampung halamannya ["Ithaca"].Â
Narasi yang saya pahami, dan dapat saja berbeda tafsir, bahwa esensi ["Odysseus", dan makna pengorbannya"] mirip dalam riset saya pada wayang Jawa Kuna lakon "Bima mencari air purwita sari" , atau mitos pada "kisah Mahabrata", atau mitos Dayak Manyaan Kalimantan tentang "Etuh", atau "Nini Punyut" atau "Etuh Bariungan" atau "Narasi Dara Mula Lapeh".Â
Jika pada Dayak maka karakteristiknya pada seksuasi sebagai perwujudan pengetahuan paling tua dalam peradabannya. Semua figure yang saya temukan secara umum bersifat repetitive untuk memperoleh dominasi bernama kekusaan atau memberikan pencerahan dalam idiologi manusia secara universal.
Pada perjalanan pulang ["Odysseus", dan makna pengorbannya"], sangat menarik di tafsir oleh tulisan post Adorno, Horkheimer. Â Pada perjalanan pulang atau kembali kekampung halamannya ["Ithaca"] maka ["Odysseus"] mengalami apa disebut dengan "godaan" yang sungguh mematikan ditaklukkan oleh kekuatan mistis (mitos).
Pada kasus ini ada dialektika perjumpaan ["Odysseus"] dengan ["Sirens"]. Â Suara ["Sirens"] mengundang persinggah di pulau itu untuk dimakan dan mematikan ketika menginjak tanah dipulau tersebut.
 "Sirens song" atau nyanyian ["Sirens"] supaya tidak terdengar maka wajib menutup seluruh telinga semua tim ["Odysseus"] untuk menghindari perjumpaan yang mematikan. Eksperiment yang dilakukan ["Odysseus"] mendekati pulau tersebut sebagai uji nyali memastikan kekuatan Sihir ["Sirens song"]. Â
Maka ["Odysseus"] menutup telinga semua awak kabin kapal, dan membuat komitmen jika ada anggota awak kapal kesurupan, wajib ditangkap dan diikat pada tiang kapal, kemudian anggota awak kabin lainnya  harus mendayung dengan lebih kuat supaya menjauh dari daratan yang dikuasai oleh ["Sirens"].
Tafsir oleh tulisan post Adorno, Horkheimer bahwa perjumpaan ["Odysseus"] dengan ["Sirens"] menghasilkan dua pencirian sistem kapitalisme pada "suara" . Satu kelompok menikmati suara lagu ["Sirens song"] disebut kaum buruh pegawai, atau kelompok yang hanya punya badan mengikuti kehendak badan untuk menjual tenaga kerja atau disebut kelompok "agent", dan golongan kedua adalah kelompok yang selalu berdiri dalam kemandirian tegak dan kokoh atau disebut pemilik "capital" yang memiliki kemampuan kepemilikan property dividen bunga sewa royalty atau disebut "pemilik atau "priciples. Maka tafsir agency theory pada Jensen dan Mackling (1976) dapat dijelaskan dengan teori perjumpaan ["Odysseus"] dengan ["Sirens"].