Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ekskursus Epos Odysseus [2]

19 Juli 2018   18:50 Diperbarui: 19 Juli 2018   18:58 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekskursus "Epos Odysseus"  [2]

Tulisan ini adalah bagian riset kajian pustaka interprestasi hermenutika pada Wangsa Sailendra atau Syailendra dengan meminjam kajian mitos ["Odysseus"] yang dilakukan oleh (die Frankfurter Schule). Saya meminjam interprestasi dengan menggunakan pemikiran teori kritik Adorno, Horkheimer pada mahzab Frankfurt (die Frankfurter Schule)   dikaitkan dengan tema mitos dan dialektika pencerahan.

Pada tulisan ke (2) ini saya menjelasakan tentang narasi Adorno, Horkheimer mengenai ["epos Odysseus"] tentang dialektika pencerahan dikaitkan denga Mitos. Pada tulisan Adorno, Horkheimer menyatakan  Friedrich Wilhelm Nietzsche tokoh filologi filsuf Jerman pada tafsir trandisi Yunani Kuna menunjukkan dialektika pencerahan dalam ["epos Odysseus"] atau narasi pada The Iliad and The Odyssey  (900-700 B.C.).

Tokoh dalam narasi menggambarkan dialektika rasionalitas melawan dewa-dewa  dan tokoh mistis dalam tradisi ini lebih menonjol. Ada perjuangan lawan pada dewa yakni memperjuangkan emansipasi oleh tokoh ["Odysseus"] melawan garis nasib dan ["Odysseus"] berhasil melawan ketentuan dewa pada keharusan nasib berkat kompetensi, upaya, usaha, dan kecerdikannya sebagai manusia. ["Odysseus"] mampu memberikan persyaratan korban, ["Odysseus"] berhasil dan sukses meraih cita-citanya.

Pada ["epos Odysseus"] menurut Adorno, Horkheimer adalah kualitas pemurnian diri (ego) individu mempertahankan diri dan berbagai kondisi perjalanan hidup, diawali ketika ["Odysseus"] menginggalkan pasangan hidupnya istrinya bernama  ["Panelope"], dan  kampung nya bernama ["Ithaca"]. Perjalanan perang ["Odysseus"] dan kawan-kawannya berlayar membalas dendam pada [Troya]  atau dikenal Trojan War (1200 B.C.),   yang telah mempermalukan bangsa dan negaranya Yunani. Setelah perang melawan Troya, bertahun-tahun akhirnya ["Odysseus"] memenangkan peperangan dibantu Dewa laut ["Poseidon"] yang tidak nampak dan berwujud.

Kemenangan gemiliang ini membuat ["Odysseus"] harus memutuskan pulang kembali ke ["Ithaca"], maka pada perbatasan antara pantai, dan laut menuju kepulangan ke "Ithaca", ["Odysseus"] berteriak dengan nyaring sambil menantang langit dengan menyatakan {"saya bangga menjadi manusia bisa berhasil dan tidak membutuhkan restu pada dewa-dewa"}.  

Jelang beberapa detik suara ["Odysseus"] bergema, gelombang pantai menerkam gemuruh air laut pasang tak diduga, tanda kemarahan Dewa laut ["Poseidon"] akibat kesombongan ["Odysseus"].  Dewa laut ["Poseidon"] tidak akan membiarkan ["Odysseus"] bisa kembali kekampung halamannya ["Ithaca"]. Dengan makna lain bahwa kutukan Dewa laut ["Poseidon"] adalah takdir nasib garis tangan akhir kehidupan ["Odysseus"].

Pada episode berikutnya kepulangan  "Odysseus" dan parajuritnya kembali ke ["Ithaca"] mengalami banyak rintangan dan coban ditengah laut, terdampar diberbagai pulau. Tanpa putus asa dan putus harapan ["Odysseus"]. Godan coban ironi tragedi terus datang silih berganti setiap saat dikenakan oleh para dewa pada "Odysseus" terutama Poseidon sang dewa laut.

Perjalanan perang ["Odysseus"] dan kawan-kawannya berlayar pulang kembali ke ["Ithaca"]  oleh Adorno, Horkheimer digambarkan dalam bentuk "ritual korban" sebagai inti gagasan pada mitos,  wujud "dominasi" kekuatan alam mistis, dan kekuasan tunggal pada dewa, jika manusia ingin memperoleh keselamatan. Namun secara hakiki ada sisi lain bahwa wujud persembahan korban ini adalah upaya membangun relasi dengan harapan akan mendapatkan sesuatu dari kemampuan alam dewa-dewa tersebut. Artinya ada hubungan "transaksional" apa untuk mendapatkan apa.

Artinya ada paradoks disini antara pengorbanan atau persembahan diri kepada para dewa mengandung makna bahwa perbuatan sistematis ini  wujud penipuan pada dewa, dan dipaksakan untuk memenuhi kehendak manusia yang memberikannya. Kata ekonomi disebut transaksional relasi, atau "barter" wujud relegius semua agama  atau oleh Adorno, Horkheimer sebagai pertukaran rasional (rational exchange), maka dokrin mitos adalah persembahan atau pengorbanan adalah penting sejauh menghasilkan imbalan yang sejajar setara, dan sebaliknya jika transaksional tidak sebanding (terlalu besar), maka disimpulkan tidak dapat diwujudkan keadilan. 

Implikasi pemikiran ini sangat luas, dan kemudian mewujudkan dalam semua hal secara episteme pada teori ekonomi, atau transactional leadership, dan relasi umat manusia sampai hari ini atau apa yang disebut hubungan saling menguntungkan (etika bisnis), dan semua hakekat manusia pada akhirnya selalu dihubungkan dengan relasi, atau teori aksi reaksi, dan seterusnya.

Maka tema Adorno, Horkheimer tentang ["Demitologisasi"] adalah ketidakjelasan antara kesadaran (rasioalitas) pada kesia-sian  dan kelebihan pengorbanan. Ada dua proposisi yang mungkin pada kondisi irrasionalitas persembahan atau korban semacam ini (jika korban sia-sia dan berlebihan) membuat praktik relasi pertukaran rasional (rational exchange) ditinggalkan.  Kedua (2) jika persembahan atau korban adalah penting dan dapat mencapai hal-hal yang diinginkan maka praktik ini akan terus dijalankan atau terus dirawat dipelihara dan dilakukan. Pada kondisi ini ke (2) maka praktik mitos menempati posisi "dominasi" pada peradaban manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun