Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fakta Janji Kampanye Revolusi Mental

30 April 2018   13:35 Diperbarui: 30 April 2018   16:29 913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fakta Janji Kampanye Revolusi Mental

Kompas.com. 10/05/2014, 19:10 WIB dengan judul "Jokowi: Revolusi Mental Lahir dari Persoalan Bangsa", Konsep revolusi mental yang diungkapkan calon presiden dari PDI Perjuangan, Joko Widodo, lahir dari persoalan bangsa Indonesia. Menurut Jokowi, sapaannya, karakter bangsa harus dibangun secara positif sebagai modal pembangunan Indonesia. "Ini bukan tiba-tiba, ini memang lahir dari permasalahan terbesar bangsa kita, yakni masalah karakter bangsa," ujarnya kepada Kompas.com di Bandara Sultan Hasanudin, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (10/5/2014) sore. Kompas.com.  10/05/2014, 16:03 WIB dengan judul "Revolusi Mental", Bung Karno dalam pidatonya tahun 1963 dengan tiga pilarnya, "Indonesia yang berdaulat secara politik", "Indonesia yang mandiri secara ekonomi", dan "Indonesia yang berkepribadian secara sosial-budaya".  Lima bulan kemudian Pak Presiden terpilih dan dilantik,  sebagai Presiden Indonesia ke-7 di Gedung DPR/MPR, Jakarta pada tanggal 20 Oktober2014 pagi, telah memenangkan pemilihan umum presiden pada 9 Juli 2014.

Namun Baru pada tanggal 6 Desember  2016  Instruksi  Presiden Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental. Jarak waktu 20 Oktober2014  pada tanggal 6 Desember 2016 atau lebih dari 2 tahun baru ada instruksi Instruksi  Presiden Nomor 12 tahun 2016 dan sangat tipis, hanya 9 lembar dengan lima dimensi Revolusi Mental: (a) Program Gerakan Indonesia Melayani, (b) Program Gerakan Indonesia Bersih, (c) Program Gerakan Indonesia Tertib, (d)  Program Gerakan Indonesia Mandiri, (e) Program Gerakan Indonesia Bersatu.

Ada indikasi kurang serius apa yang dikatakan pada saat kampanye, dengan fakta tindakan, artinya jarak waktu 20 Oktober2014  pada tanggal 6 Desember 2016 memiliki makna para pandawa pencetus  "idiologi Revolusi Mental"  bermakna (a) hanya bertujuan untuk kemenangan statistik pemilu, (b) janji hanya di katakan begitu saja tapi tidak menggunakan kajian memadai, atau ngomong dulu baru mikir, (c) kegagalan para pembantu presiden, akibat di pasung kepentingan. Tetapi dalam literature kepemimpinan jelas omongan pimpinan adalah mengikat masa depan untuk dibawa kepada tujuan yang ingin dicapai (final cause). Jika omongan berbeda dengan tindakan dalam waktu yang relative jauh setidaknya harus ada komunikasi dan redefinisi kembali hakekat "idiologi Revolusi Mental". Jika omongan pimpinan melenceng dengan tindakan maka semua literatur akademik menyatakan pemimpin itu menjadi melanggar hakekat jiwa great leadership.

Janji Kampanye 2014 "idiologi Revolusi Mental" saya tidak menemukan "book of manual" bagaimana idiologi ini dilaksanakan, bagaimana dievaluasikan, atau bagaimana di dogmakan menjadi habitus stakeholder berbangsa.  Saya udah membaca Instruksi  Presiden Nomor 12 Tahun 2016 sampai 30 kali, tidak menemukan "idiologi Revolusi Mental" yang memiliki nilai "beyond" atau dengan kata lain tidak ada bentuk kongkrit sangat serius, dan sungguh-sungguh, untuk menghasilkan output etika (tindakan) dalam relasi perilaku sehari-hari yang dirasakan. Dan juga tidak ada pengujian dampak (positif) dengan uji beda sebelum Instruksi  Presiden Nomor 12 Tahun 2016, dan setelah dilakukan. Tidak ada model (PDCA) , Plan, Do, Check, Act,  cycle atau (siklus :perencanaan, kerjakan, cek, tindak lanjuti) seperti ide Edwards Deming.

Jika meminjam pada pemikiran: (1) Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844-1900), (2) Karl Raimund Popper (1902-1994), (3) Thomas Samuel Kuhn (1922-1996), bahwa "idiologi Revolusi Mental" adalah pindahnya paradigm berpikir, dan bertindak, atau pergantian cara pandang dunia (world view) untuk menciptakan tindakan yang berbeda, atau putus dengan tradisi. Putus dengan tradisi melepaskan dari otoritas tradisi, melalui kesadaran. Jelas untuk bisa masuk dalam paradigm baru dibutuhkan seorang "idolog" yang memiliki keberakaran  jiwa  rasional (natural) menjadi seorang pemimpin.

Misalnya revolusi Perancis membawa pengaruh yang besar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri dengan semboyan liberte, egalite, fraternite (kebebasan, persamaan, dan persaudaran). Dan adanya sifat manusia "budaya malu" jika memamerkan kekayaan atau malu ketahuan kaya. Malu tidak patuh kewajiban warga negara.  Atau meniru penjara terbaik di Oslo, Norwegia  penjara Bastoy  membuat manusia lebih manusiawi lagi, dan beda dengan di Indonesia Bandar narkoba justru ada di Lapas.

Maka dari penjelasan ini jelas janji kampaye, dan "idiologi revolusi mental" dan Instruksi  Presiden Nomor 12 Tahun 2016, saya tidak melihat adanya  road map, tahap-tahap, model, dan alat-alat apa yang akan dibuat dalam melaksanakan hal tersebut.  Dengan meminjam pemikiran Anthony Giddens, ada jarak yang jauh antara paham (memahami), dengan melakukan (tindakan). Semua kita paham bahwa "janji kampaye, dan "idiologi revolusi mental", tetapi apakah bisa melakukannya (dalam tindakan). Anthony Giddens pada bukunya Modernity and Self Identity (1991) menyebutkan perlu di buat sarana atau alat (di sebut "modalitas") atau system berubah maka perilaku manusia berubah. Maka untuk mengubah konsep "mengetahui kebaikkan supaya dapat berjalan diperlukan "alat atau modalitas dan fasilitas " supaya manusia menjadi baik. Konsep ini di sebut sebagai Etika Publik.

Jadi menurut saya "idiologi revolusi mental"  berhubungan dengan "etika Publik, dan "alat" yang membuat manusia mental (pikiran) dan tindakan berubah". Diperlukan alat untuk menghilangkan jarak antara {"mengetahui kebaikan, dengan melakukan kebaikan"} itulah "idiologi revolusi mental". Dan saya menduga isi Instruksi  Presiden Nomor 12 Tahun 2016 tidak memiliki daya kekuatan apa-apa.

Akhirnya "idiologi revolusi mental"  harusnya mengacu pada pemikiran theoria  "Panopticon" Jeremy Bentham pada 1785. Bahwa dengan adopsi konsep "Panopticon"  atau desain penjara itu memungkinkan seorang pengawas untuk mampu mengawasi semua tahanan, tanpa tahanan itu bisa mengetahui apakah mereka sedang diawasi atau tidak. Aplikasi konsep "Panopticon" ini ditransformasikan oleh Michel  Foucault  disebut "pengawasan  tidak  terlihat" untuk menciptakan displin stakeholder manusia Indonesia sesuai ide revolusi mental. Dan sampai hari ini model "Panopticon" Bentham, Foucault  sesuai janji kampanye  revolusi mental belum saya temukan bentuk kongkritnya. 

Karena ide revolusi mental sangat bagus, maka masih ada sisa waktu sampai 2019 atau kurang lebih 1 tahun lagi untuk membuat standarisasi model ini sehingga memungkinkan bangsa ini menjadi lebih baik bermartabat (perbaikan etika publik).  Bahwa  "idiologi revolusi mental"  sebaiknya harus mengacu pada Magistarium tatanan model (PDCA) , Plan, Do, Check, Act,  cycle atau (siklus :perencanaan, kerjakan, cek, tindak lanjuti), jika perlu dibuat aplikasinya sehingga memungkinkan kita dapat mengakses atau  mengetahui dampak kebaikan bagi kita semua. Semoga.***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun