Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Money

Tafsir Mitos Republik Tantalos, Sisyphus: Utang Indonesia Rp 4.636 Triliun

11 Februari 2018   23:26 Diperbarui: 16 Februari 2018   11:38 969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
taxreliefproviders.com

Negara dan lembaga Internasional dengan idilologi apapun pada pemberi utang ke Indonesia, seperti  Singapura, Jepang, China, Amerika Serikat, Hong Kong, Prancis, Jerman, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, dan seterusnya adalah (dokter  ekonomi)  sebagai "pemain trampil" dalam persekutuan menggandakan uang (return optimal).  Atau dalam membuat peraturan perjanjian segala resep ekonomi, melalui regulasi, pada saat tertentu akhirnya akan yang memojokan dan akan mematikan kita, apakah ini telah dipahami oleh manusia paling pintar dan hebat di NKRI.  Apakah dalam pemakaian perak, dan emas secara bersama-sama manusia yang adil lebih dikehendaki. 

Maka pada titik ini sama dengan kemampuan serdadu atau komponis music bahwa keadilan itu berguna untuk kekuasaan. {"Bukankah  dokter ekonomi atau akhli ekonomi  paling terampil  dalam membuat diagnosis,  dan meracik resep-resep  untuk mencegah  atau menghindari jenis penyakit ekonomi  adalah manusia yang dengan sangat mudah menciptakan penyakit ekonomi"}. silakan dikontemplasikan masing-masing.

Kualitas emas, berbeda dengan kualitas perak. Bukankah  seorang penyimpan emas yang baik adalah pencuri yang paling cerdik di dunia, sekaligus menyelubungi dengan peraturan dalam kepalsuan. Apakah Indonesia berasumsi lembaga-lembaga dan Negara (absurd) di atas berbuat adil terhadap kita, atau adil dalam segala regulasi dan penilaian ekonomi berubah menjadi persekutuan pencuri. Mengapa kita tidak belajar pada argumentasi Platon.

Kita bisa saja menggunakan indikator-indikator keberhasilan dengan pinjaman untuk membangun infrastuktur jalan, irigasi, bandara, demi kelancaran logistic, dan distribusi kepada masyarakat demi kemakmuran bangsa. Bisa saja benar demikian.  Tetapi disini ada paradoks, apabila  kita belajar pada  argumentasi Platon bahwa gembala yang baik pasti ingin memberi makanan baik  kepada domba-dombanya tentu saja dengan tujuan agar domba-dombanya gemuk dan laku dijual dengan harga mahal. Atau apakah infrastruktur ini adalah memungkinkan mempermudah sarana supaya kambing dan domba-domba ini mudah dan cepat di jual di pasar, dan tidak menimbulkan high cost economic. 

Tidak ada maksud lain selain itu. Jika dianggap logika dalam dialog Platon adalah diandaikan domba-domba itu adalah Negara kita, maka  gembala adalah lembaga dan Negara pemberi utang.  Apakah mereka gembala yang baik, atau gembala yang jahat, silakan kontemplasikan asing-masing.

Gembala yang baik adalah gembala yang tahu cara memelihara, mengemukkan, mereproduksikan menggandakan domba-domba supaya dapat dijual dipasar kemudian  menghasilkan laba dan keuntungan maksimal itulah hakekat Ontologi Ilmu ekonomi, dan bisnis.  Wajar jika selama ini ada pujian dan peringkat Indonesia kita adalah Negara baik-baik berkinerja dan lain-lain, pengelola keuangan terbaik dunia dan seterusnya. Itu bisa saja selama kita menguntungkan, jika tidak mana mungkin kata-kata seperti itu muncul.  Itu hanya permainan retorika kata-kata kepatuhan, domba yang baik, menguntungkan artinya kebaikan (definisi ekonomi), mirip  seperti dalam perang Troya bujukan penculikan Helene  oleh  Paris. Apakah jalan tol, bandara internasional, dan semua infrastruktur  lainnya yang menggunakan Utang akan  menjamin masyarakat lokal ekonominya menjadi naik atau membaik, atau batinnya bahagia, atau alat ukur apa dampak multipliernya. Apakah   infrastruktur tidak lebih dalam Dialog Platon hanya dimaksudkan "supaya lapangan rumput semakin luas dan domba semakin gemuk untuk di jual dipasar".

Bukankah seluruh  Mahzab Ekonomi  Kapitalis mengajarkan bahwa idiologi  roh utang adalah alat instrument bisnis untuk ekspansi, dan penguasaan sumberdaya, penguasan kepemilikan, demi perluasan hak, dan penambahan hak assets  dan property.  Sehingga memunculkan dialektika tuan, dan budak atau dialektika kawan lawan, dominasi eliminasi.

Dalam dialog Platon menyatakan ("keadilan ekonomi adalah seni pencurian"}, praktisnya untuk hal yang baik bagi teman, dan hal yang buruk bagi lawan.  Dengan segala hormat dan  permohonan maaf, apakah Negara ( khususnya pemimpin di NKRI sebagai manusia cerdik pandai  ini sudah mendefinisikan dan mengoreksi kemungkinan terdapat kesalahan pengertian utang Indonesia Rp 4.636 Triliun.  Atau menjawab semua problem dalam artikel ini. Jika belum; atau sudah tapi  setengah hati,  atau tidak tuntas,  maka saya pastikan ada kemungkinan besar potensi  Negara memasuki tahap pada kasus terperangkap Utang Indonesia Rp 4.636 Triliun.

Inilah pemahaman tafsir  Dialektika antara {"NKRI  vs   Republik Tantalos, Republik Sisyphus"}. Indikasi ini akan menguatkan dan mengindikasikan bahwa argumentasi potensi kegagalan dalam bentuk setengah kuat (semi strong form)  Utang Indonesia bisa memungkinkan tiba disini dan menjadi roh obyektif menjadi bagian  sejarah.  Berhati-hatilah kita semua sebagai stakeholders  dalam berbangsa, berhentilah konflik,  berhentilah saling dendam tusuk menusuk berkelahi dalam politik, dan berhentilah saling menyalahkan menghabiskan waktu dan energi. Perlu diingat  bahwa  pemberian utang  oleh Negara dan lembaga Asing ini  hanya tampaknya saja baik, atau tidak baik;  demikianlah seorang teman dan bukan teman yang tampaknya saja (seperti wayang). Apakah benar benar baik dan adil, jawabannya  jelas bukan.

Metaforanya adalah pada saat kuda terluka, apakah di obati, atau disingkirkan. Maka pilihan terakhir adalah disingkirkan negara ini. Disingkirkan dalam konteks sesuai dengan kualitas baik dari kuda, misalnya di suruh Negara kita melakukan perpanjangan utang, penjulaan BUMN di bawah harga pasar, privatisasi, restrukturisasi, pengambilan asset, devaluasi mata uang, LOI,  rekomitmen, dan seterusnya itulah bentuk-bentuk penyingkiran Negara, akibat utang Rp 4.636 Triliun.

Seperti dalam dialog Platon menyatakan bahwa "angka dua belas, tuan pemilik Kuda akan menjawab dua kali enam, tiga kali empat, enam kali dua, empat kali tiga".  Tetapi  ada salah satu angka atau  beberapa angka yang merupakan hak kita sebagai Negara Berdaulat Merdeka pada kebenaran "maka kitatidak bisa mengucapkan kata-kata angka kebenaran Didepan pemilik Kuda" yang telah merawat, membesarkan, memberi kita resep, dan membesarkan kita dengan utang Rp 4.636 Triliun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun