Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tafsir Hermeneutika, dan Semiotika 5 Peristiwa Senen Kliwon

18 Januari 2018   02:23 Diperbarui: 6 Februari 2018   18:52 1423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada hari senen Kliwon (15/1/2018) minggu ini ada beberapa peristiwa yang membuat kita melakukan repleksi kejadian dalam waktu hampir bersamaan. Kejadian tersebut setidaknya ada 5 moment  yakni  (1) pukul 19.15 WIB. Tembok Tua Keraton Solo Roboh, Langensari, RT 02 RW 01 Baluwarti, Pasar Kliwon Barat Sasono Putro, Kediaman Raja Paku Buwono XIII, (2) pukul  12.20 WIB  Robohnya Balkon lantai 1 Tower II Bursa Efek Indonesia Jakarta, (3) pukul. 18.45 WIB, Anjungan Sumatera Utara di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur Terbakar; (4) pukul 18:36 WIB  Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo Jatuh di di lahan sawah di Desa Lebaksiu, Tegal, Jawa Tengah, lalu dipegangi  Jokowi; (5) pukul 09.05 WIB,  Ketua DPR RI Bambang Soesatyo tiga kali Salah Mengucapkan Sumpah Jabatan baru.

Peristiwa ini dapat dipahami dengan meminjam pemikiran filsuf Germany Nietzsche tentang "The Birth of Tragedy out of the spirit of Music"). Di buku tersebut, Nietzsche menggambarkan tentang kesempurnaan kehidupan subjek dalam seni, dengan menampilkan dua roh yang saling memberikan kehidupan yang dinamis. Baginya, Apollonian dan Dionysian merupakan perpaduan yang dapat menghidupkan subjek dalam seni dalam rangka proses kesadaran manusia modern.  Hermeneutical Martin Heidegger (1889-1976) menyatakan bahwa seluruh interpestasi diarahkan ke masa depan dan membuka seluruh kemungkinan-kemungkinannya untuk (membuat rencana) atau membuat kita bereksistensi.  Manusia atau (Daseins) menghadapi keterlemparan dan hidup dalam kecemasan_ (drama eksistensi).  Maka cara memahami hidup  bukan hanya secara  kognitif  tetapi dengan metafisik/prarepleksi (stimung atau suasana batin) atau melalui pusisi dan bahasa alam. Hanya dengan metode ini memungkinkan adanya perjumpaan antara diketahui dan tak dapat diketahui dari fenomena tanda-tanda alam. Sesungguhnya  kejadian pada makrokosmos dan mikrokosmos dikendalikan dua level kesadaran dan ketidaksadaran (Jung) atau  berada id, ego dan superego pemikiran Freud.

Dengan menggunakan seni roh music "Gamelan Jawa", kita dapat memahami lima peristiwa di atas melalui adopsi pemikiran kontemporer  (fenomenologi)  "kehendak" yang bersifat dialektika alam kesengajaan (berjarak), dan tak sengaja (niscahya tidak berjarak dengan situasi keterjadiannya). Pada momen ini  makna anatomi teks bermakna ganda tentang repleksi makna hidup.  Teks peristiwa menimbulkan pemikiran sehingga  ada hubungan manusia dengan alam sesama sebagai system mekanik organik.  Peristiwa ini menimbulkan simbol-simbol  kemudian memanggil manusia untuk berpikir dan merepleksikan eksistensinya.  

Symbol tersebut bersifat nirkata (metafisik); tanda gestur dan mimik tanda alam, diluar recogisi manusia, semacam model ontologis metafisik mendahului pengalam empirik. Paul Ricoeur, filsuf Perancis "Theory of Interpretation: Discourse and the Surplus Meaning" memberikan dua cara menafsir peristiwa ini : (a) menafsir jalan langsung  atau tafsir  tanda  metode, (b) menafsir tak langsung (metode) ke ontologis. Ricoeur  menyebutkan sebagai Hermeneutika Kecurigaan, kemudian Marx (curiga uang), Nietzsche (curiga iri hati dipakai mencari keadilan moral), Frued (curiga dengan seks). Saya  curiga ada makna Hermeneutika, dan Semiotika yang dapat dimaknai pada moment Senin (15/1/2018). 

Dengan meminjam Ricoeur, tentang "simbol menimbulkan makna", atau Derrida menyatakan kita belajar "mendengar mengakomodasi yang marginal" pada tanda-tanda alam, atau Hermenutika kritik Habermas merupakan berusaha mengawinkan antara obyektifitas dengan subyektifitas, antara yang saintis dengan filosofis, antara yang ontentik dengan yang artikulatif. Teori kritis berusaha untuk putus teori tradisional, karena memposisikan obyek sebagai sesuatu yang tak tersentuh (untouchable) alias obyektif, apa adanya.  

Dengan dasar pemikiran ini beberapa makna dapat saya jelasakan sebagai berikut.  tanggal 15 Januari posisinya tanggal Senin Kliwon Neptu : 4 + 8 = 12 secara siklis kosmik bisa memiliki makna perputaran alam menuju istilah "ngesti suwung" atau tanda-tanda pada kejadian diatas mengarahkan kita pada daya asali manusia untuk kembali kepada kekosongan diri atau semacam kewajiban peringatan pentingnya kembali menjadi manusia bertindak dalam berkeutamaan atau Arete (moral virtue).  Bahwa ada makna tentang eksistensi pengelola Negara seperti dalam petuah "iling lan waspodo": lupa kacang pada kulitnya  tidak rendah hati  meskipun memiliki jabatan yang cukup tinggi. Mungkin alam memberi pesan (massege) bahwa "wis akeh banget kaluputane" (sudah banyak sekali kesalahannya manusia Indonesia) sehingga memungkinkan lima persitiwa dikirimkan dalam tanda-tanda peringatan bagi kita. Ada istilah dalam Kidung Kawedar atau Kidung Sarira Ayu pada terminilogi Sedulur Papat Limo Pancer, bahwa apabila ada alam ini tidak harmoni maka disana akan muncul antithesis paradoks alam untuk menghasilkan "Pancer" baru sebagai sintesis sebagai pusat kehidupan baru.

Tutur Alam: menjadi Nuturi artinya "menasehati" di sebut Pitutur, yaitu nasehat. Tanda di momen di atas alam menghendaki stakeholders negara ini menjadi "pitutur sing becik". Di Negara kita banyak pitutur  pintar tapi praktik tindakannya di kemas dengan kedok "Durno" semacam Kaum Sofisme melawan Socrates Zaman Yunani. Bentuk hasil pesan tutur alam adalah robohnya tembok polis Keraton Solo sebagai tanda nafsu-nafsu hewan masuk dalam perilaku kota Negara kita.  Sejarah seluruh kota di sejak Zaman Yunani adalah bertembok berbenteng sebagai metafora  memeriksa mensensor  tindakan  manusia symbol membedakan manusia berbudaya dengan hewan. Pesan alam adalah tembok atau benteng  (=manusia tegak dan benar) sudah robek dan ambruk. Yang ada hanyalah pitutur yang tidak bertanggung jawab dan tidak bisa diterima oleh logika alam semesta.  Jadi pemimpin janganlah bersikap adigang, adigung, adiguna. 

Kita ingat Aristoteles yang membedakan antara oikos (keluarga) dan polis (negara) sebagai susunan politis dasar masyarakat. Hannah Arendt menyatakan kota atau polis, sebagai tempat masyarakat melakukan identifikasi, negosiasi, serta pemecahan masalah yang timbul akibat kompleksnya organisasi dan pembagian tugas dalam masyarakat. Maka diperlukan pagar tembok supaya ada mekanisme dan system untuk membatasi ranah public dan ranah private (lihat Cicero:Res Publica, Res Privata). Jadi runtuhnya bangunan Bursa Efek Indonesia, dan Kraton Solo secara bersamaan sebagai rekonsiliasi metafisik  bahwa kita mengalami keruntuhan identitas (idiologi atau idea kebaikan) baik pada sisi tata kelola, dan secara pragmatism. Ada kegagalan rasio instrumental yang di terapkan pada dua sumbu itu sehingga memunculkan negasi maka hadirlah tanda-tanda ini sebagai repleksi bahwa kegagalan pontensi penyelenggaraan dan berakhir pada paradoks. Hal ini mengingatkan kita pada pemikiran Lacan tahap kesadaran simbolik bahwa "kekurangan yang tidak terpuaskan dalam penanda".

Muwur Alam: Pada pesan alam melalu "Muwur" artinya memberi, atau di asosiasikan  menabur. Wuwur dalam konteks melalui cinta adalah bersifat non egois. Makna yang terkandung disini adalah suka memberi (menabur = memberi) lebih luasnya sifat loma (dermawan) kalau bahasa Jawa. Maka Hermeneutika pada pesan alam ini adalah unsur tanah (Dyaus Pita atau Bunda Pertiwi) mewakili sifat memberi non egois, memancarkan gaya tarik ke bawah hades, dalam konteks musibah robohnya Gedung II Bursa Efek Indonesia dimaknai sebagai tanda alam (semotika) mengajarkan  sifat memberi bahwa tidak ada lagi dimiliki seluruh kehidupan karena semua bentuk hubungan dinyatakan valid hanya melalui transaksional ekonomi. Alam marah memberikan sinyal (petanda) bahwa kasih memberi adalah wajib dilakukan dalam perjalanan manusia seperti Weruh Wican pada Manunggaling Kawula Gusti.  Paradoks dan dikotomi yang sama jika kita membagi dunia menjadi dua kultur (Barat dan Timur) di timur kita mengenal perang Bratayudha, sedangkan di kultur Barat kita mengenal kisah Perang Troya. Demikian juga dalam kasus Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo Jatuh di di lahan sawah Tegal adalah tanda-tanda bahwa partai politik selama ini ada dan hadir tidak ada bedanya dengan Jualan Usaha Warung Tegal, atau sama dengan perusahaan Go Publik di mana " keuntungan trading capital gains atau dividend saham"  merupakan alat ukur kinerja relasi sesuai pemikiran filsafat uang Georg Simmel.  Pesan  alam dalam pepatah Jawa "gulatake kahanan menawa kalimpe banjur dicolong"berhentilah mencari kesempatan untuk mencuri berbuat kejahatan".

Sembur Alam. Tanda ketiga pada kasus alam ini adalah "Sembur alam" bahwa  alam memarahi (Jawa nyeneni).  "Sembur alam" diperlukan dengan cara yang cerdas. Sembur yang cerdas bukan membuat mereka yang dimarah jadi nggersulo, tapi sebaliknya mampu memotivasi untuk memperbaiki kesalahannya bertuabat dan meningkatkan kinerjanya.   Akibat dua moment runtuhnya tempok Kraton dan gedung II BEI, (dimetaforakan sebagai Dalang) memastikan pada tahap kedua yakni membuat wayang dua icon manusia yakni Bambang Soesatyo, dan Ganjar Pranowo. Pada kasus ini tentu kita masih ingat palu patah saat Harmoko mensahkan presiden Soeharto, dan kasus EE Mangindaan palu patah saat SBY terpilih jadi Ketua Partai, atau pecahnya 9 keping meja pelantikan Watimpres SBY dimaknai musibah Hambalang dll,  atau Jokowi sebagai awal menjabat presiden sempat terpeleset, ketika hendak menaiki kereta kuda kencana bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla menuju Istana. Seluruh peristiwa ini dapat dipahami sebagai gerakan cinta dan benci alam semesta seperti pemikiran Filsuf  Empidokles. Perubahan-perubahan yang terjadi di alam dikendalikan oleh dua prinsip yaitu cinta (Philotes) dan benci (Neikos). Karena cinta mendekat, dan benci maka menjauh lalu muncul seluruh peristiwa seperti repesentasi pada tanggal 15/1/2018.

Secara  Semiotik adalah teori tentang pemberian 'tanda' pada acuan pemikiran Charles Sander Peirce, Ferdinand De Saussure, Roland Barthes bukan tanda yang dapat dianggap bisa saja pada tanggal 15/1/2018, tetapi nyata dan memiliki kecocokan dalam pikiran sejarah.  Salah ucap sumpah Ketua DPR RI Bambang Soesatyo sampai tiga bisa dianggap memiliki makna khusus atau  adanya ganjalan  alam semesta atau makna pertanyaan alam semesta pada kesetian kesejatian satria dalam tugas pada bangsa dan Negara adalah tidak memangku bumi, tapi memakan korban dengan memaku alam (=merusak harmoni alam). Pada kasus Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo jatuh di lahan sawah Tegal, sekalipun kejatuhan di tolong Jokowi. Posisi lahan sawah Tegal bertetangga dengan Brebes tempat lahir Sudirman Said, adalah tanda sinyal atau early warning alam semesta untuk pilkada Jawa Tengah (pusat kekuasan mistis Indonesia) sebenarnya dapat dibuat hipotesis dan disimpulkan sendiri mengindikasikan ada pertarungan argument dan sentimen berakhir pada  "born tragedy"  seperti  dalam karya Nietzsche akibat  penghilangan roh Dionysian. Hal yang sama pada terbakarnya Anjungan Sumatera Utara di Taman Mini Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun