Surabaya - Angin sore menemani. Beberapa pembahasan seoalah melengkapi perbincangan kami. Dari mulai ringan, renyah sampai yang berat seputar kematian akibat Covid-19.
Hingga akhirnya, Pak Po aku sering menyebutnya, bercerita bagaimana akibat Covid-19, ponakannya menjadi yatim piatu sekarang ini.
"Kamu tau gak saudara yang tak ceritakan kemarin itu, akhirnya meninggal. Akhirnya anak-anaknya jadi yatim piatu Kedua orang tuanya direnggut Covid-19," kata Pak Po dengan mimik serius.
Pembicaraan yang semula santai, kini perlahan menjadi pembicaraan berat. Sekejap aku menghela nafas. Pikiran menyeruak mengemuka. Dalam hati berpikir," Sebegitu jahatnya Corona. Hingga menjadikan anak-anak yang masih butuh belaian kasih sayang orang tua harus ditinggalkan," gumamku.
Sembari menyeruput kopi, Pak Poh ini kembali bercerita. Kematian sodaranya ini hanya sebagian kisah pahit. Ia menerawang jauh. Rokok di tangan dihisapnya dalam-dalam.
Ia meneruskan ceritanya, sesekali tangannya digosok-gosokkan ke bale bambu tempat kami bercengkrama," Sebelum meninggal, cari rumah sakit sulit. Dirumah sakit sini ditolak, disana ditolak. Semua pada penuh. Ya mungkin karena kelamaan di jalan dan tidak dapat penanganan memadai, akhirnya meninggal di perjalanan," terangnya.
Awal kata Pak Po, keluarga tidak tahu jika saudara laki-lakinya ini terkonfirmasi Covid-19. Ia mengira hanya sakit biasa, tapi tak kunjung sembuh, hingga akhirnya nafas terasa sesak.
"Ya diketahui itu ketika sesak nafas. Terus di test di puskesmas, ternyata positif," kisahnya.
Pembicaraan kami mulai serius. Karena ketidak pahaman terkait penyakit ini, aku mulai bertanya-tanya. Bukan apa-apa sih, cuma untuk kewaspadaan siapa tahu hal yang sama pernah aku rasakan.
"Ya badane panas, batuk e lama. Ini masih bisa membau. Tapi sesak nafas," terangnya.
Sekilas aku mengangguk tanda paham," Dalam hati, Alhamdulillah apa yang di sampaikan Pak Po untuk saat ini tidak aku rasakan. Semoga aku sehat terus," kataku dalam hati.