Mohon tunggu...
Bajra Wira Baladika
Bajra Wira Baladika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ada

Haloooooo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pakta Keamanan AUKUS dalam Menghadapi Gunboat Diplomacy China di Laut Asia Pasifik

3 Desember 2021   05:34 Diperbarui: 3 Desember 2021   05:45 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Untuk menjaga perdamaian dunia dari terjadinya perang nuklir, negara-negara di dunia membuat perjanjian pelarangan senjata nuklir (Nuclear Weapon Ban Treaty). Perjanjian ini mengatur tentang pelarangan senjata nuklir dan penghapusan senjata nuklir tersebut kesepakatan ini telah disetujui oleh banyak negara dan mulai berlaku pada 22 Januari 2021. (UN, 2020) 

Diplomasi digunakan untuk mencapai kesepakatan dalam membuat perjanjian ini. Diplomasi adalah dialog yang dilakukan oleh dua negara pemerintahan atau lebih untuk mendapatkan keuntungan atau sampai mendapatkan kepentingan bagi negara baik menggunakan negoisasi dan ancaman atau paksaan. 

Dalam Diplomasi Kapal Perang suatu negara menggunakan kekuatan maritimnya untuk menunjukan kekuatannya sehingga menguasai/menjaga suatu wilayah lautan dengan melakukan blokade atau penjagaan serta memaksa negara lain sehingga memperoleh kepentingan negara tersebut.

James Cable menjelaskan bahwa penggunaan Diplomasi Kapal Perang terbagi menjadi 4 konsep, yaitu :

  • Definitive Force, disini menjelaskan bahwa yang kuat diukur dalam sebagaimana kemampuan digunakan secara efektif sehingga mendapatkan Fait Accompli. seperti halnya menggerakan armada tempur yg telah dipikirkan secara matang sehingga mendapatkan tujuan utama yang telah diterapkan.
  • Purposeful Force, dalam hal ini bertujuan untuk mencari informasi serta keputusan yang dibuat oleh lawan negara, sehingga mengetahui bentuk strategi apa yang akan dilakukan oleh lawan.
  • Catalytic Force, berfungsi untuk digunakan dalam kekuatan militer laut sebagai alat untuk memberikan kesempatan bagi pembuat keputusan atau panglima militer, disini seluruh pasukan akan memasuki keadaan bersiap atau siaga. Salah satu bentuk penggunaannya yaitu menempatkan sebagian pasukan militer laut pada lokasi tertentu yang dianggap strategis sebagai pasukan cadangan jika rencana utama gagal.
  • Expressive Force, dalam konsep ini kekuatan angkatan laut menjadi media untuk menyalurkan emosi dalam pembuatan keputusan. Kekuatan militer laut disini juga memiliki fungsi ekspresif untuk menekan tindakan suatu negara. Penggunaan konsep ini tidak seekstrem konsep Purposeful Force namun sebagai representative negara untuk menunjukan  atau menggambarkan diplomasinya seperti melakukan latihan militer gabungan (Antonio & Raoul, 2019).

Dalam menjalankan diplomasi kapal perangnya China mengeluarkan secara sepihak Undang-Undang Maritim baru yang mewajibkan setiap kapal asing melapor ke otoritas maritim, saat memasuki wilayah perairan negara tersebut termasuk perairan Laut China Selatan dengan alasan menjaga perdamaian wilayah lautnya. 

Tetapi, pembentukan undang-undang ini sangat ditentang oleh negara internasional. Hal ini disebabkan akan menjadi ancaman bagi kehidupan nelayan negara-negara yang lautnya di klaim menjadi milik China serta akan menghalangi kebebasan bernavigasi serta berdagang melalui rute pelayaran laut internasional yang sangat penting.

Beberapa bulan yang lalu tepatnya pada tanggal 15 September 2021, Amerika, Britania Raya, dan Australia membuat pakta keamanan trilateral yaitu kerjasama pembuatan kapal selam bertenaga nuklir Australia, kerjasama ini dikenal sebagai AUKUS. 

Kerjasama ini menjelaskan bahwa Amerika dan Inggris akan memberikan kapal selam bertenaga nuklir (bukan bersenjata nuklir) dan mempromosikan kolaborasi cyber dan kecerdasan buatan, serta juga menawarkan keamanan dan politik bagi ketiga negara. (Storella, 2021) 

China sangat menentang kerjasama ini karena dianggap perjanjian ini akan mengganggu perdamaian dan stabilitas Asia Pasifik. China juga menganggap perjanjian ini adalah upaya untuk menghentikan pengaruh China di kawasan Asia Pasifik. 

Menanggapi hal ini Beijing hanya merespon dengan kata-kata daripada perbuatan. Pada konferensi pers 16 September, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan “kerjasama kapal selam nuklir antara Amerika Serikat, Inggris dan Australia telah secara serius merusak perdamaian dan stabilitas regional, mengintensifkan perlombaan senjata dan merusak upaya non-proliferasi internasional”. 

Dalam sebuah pidato Menteri Luar Negeri China Wang Yi menegaskan bahwa Pengaturan AUKUS “dapat memicu risiko proliferasi nuklir, mendorong babak baru perlombaan senjata, dan merusak kemakmuran serta stabilitas regional”. (Deng, 2021)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun