Aku pernah bermimpi tentang sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan diriku sendiri. Mungkin terlalu muluk, mungkin juga karena gempita di dunia semata. Tetapi, aku merasa bahwa mimpi yang demikian sangat wajar karena tanah kelahiran selalu menjadi buah bibir.Â
Ke manapun, aku tidak mampu menggantikan darah Aceh meski banyak yang menghujat atau mencela. Tentu juga, bicara soal kedaerahan itu, aku selalu ingin membuka cakrawala tentang Aceh untuk kamu yang jauh di sana.
Begitu juga, saat seluruh pandangan terpacu kepada lapangan hijau, aku selalu bertanya siapa gerangan putra Aceh yang berlaga di olahraga sejuta umat tersebut. Aku terlanjur kecewa mungkin karena tak ada nama di nomor punggung yang mewakili Aceh di sana. Entah pesepak bola Aceh yang hebat tidak lolos kualifikasi untuk Timnas atau mereka sama sekali tidak ikut seleksi.
Asian Games 2018 telah di depan mata dan sudah pasti teriakan untuk mendukung Timnas begitu menggelora. Meski tidak semerbak Piala Dunia 2018 yang sedang berlangsung di Rusia, Timnas tetap jadi idola bapak-bapak di warung kopi saat lagi berlangsung nanti.Â
Mereka hanya mendukung tanpa iba, mungkin anak muda penggemar bola hanya menggerutu di media sosial karena lemahnya pertahanan Timnas kita. Tetapi, mereka lupa memberi dukungan yang teramat lebih terhadap atlet kita yang telah mengerahkan keringat berlebihan dalam tiap kompetisi.
Sejenak, aku tidak ingin membicarakan Timnas di Asian Games 2018. Aku ingin kembali ke Aceh. Aku mau bungong Jeumpa segera harum dalam menjemput medali di arena. Aku tak ingin -- cuma -- menikmati kecantikan selebgram dengan barang-barang branded dari gadis Aceh. Aku juga tidak mau terbawa arus omong-omong warung kopi dengan aroma kafein yang menggoda. Aku mencari tahu kemudian, tentang sosok yang paling berjasa dan mungkin juga dilupa atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh banyak orang.
Ku kabari untuk kamu yang mungkin enggan mengenalinya. Dia adalah wanita. Dia bukan selegram Aceh yang cantik jelita dengan ribuan pengikut. Alis matanya tidak dibabat habis dengan make-up tebal.Â
Dia tidak seramping kontestan yang membawa nama Aceh saat berjalan di atas catwalk pada malam penganugerahan gadis-gadis cantik se-Indonesia. Dia hanya gadis yang telah harum namanya dengan beban berat di pundaknya. Nurul Akmal, nama gadis itu. Aku juga tidak tahu, sebelum mesin pencari 'berulah' soal dirinya yang akan mengangkat beban berat di babak angka besi 75+ Kg.
Aku tak sanggup membayangkan hal itu. Mungkin halter itu akan patah, mungkin barbel akan jatuh satu persatu, mungkin tangan Nurul akan gemetaran setelah itu. Namun, sisa perjuangannya tak bisa kuabaikan begitu saja.
Inilah Nurul yang telah mengangkat marwah Aceh dalam kondisi keringnya atlet dari negeri kami. Aku mungkin berbangga karena banyak hal yang kemudian kuketahui tentangnya. Pertama untuk Aceh di Asian Games 2018, cabang olahraga yang tidak mudah pula, kegigihan yang tiada tanding juga, mungkin akan membawa titik kebahagiaan tersendiri.
Aku terus menggali informasi tentang sosok ini. Decak kagum. Rasa merinding. Tak bisa kunafikan sama sekali. Dia adalah sosok yang berat disaingi meskipun gadis Aceh terlalu cantik di dunia maya dengan barang endorsement bernilai jutaan rupiah.Â
Di suatu ketika, dalam test event Asian Games 2018 pada 12 Februari 2018, Nurul mampu membukukan total angkat beban 250 Kg di mana rincian snatch sebanyak 108 Kg dan clean and jerk sebanyak 142 Kg. Cukup berat memang dan ini sebuah permulaan untuk bertanding sebenarnya di mana dalam uji coba ini Brunei Darussalam, Singapura dan Thailand ikut ambil bagian.
Jauh sebelum itu, aku pun menjadi lebih takjub dengan kegembiraan yang telah Nurul hadirkan untuk negeri. Kuakui tidak banyak yang tahu tentangnya. Sedikit media yang mengulas dan juga sedikit orang yang mencari tahu. Sosok yang berisi itu juga tidak kudapati profilnya di televisi ternama. Namun, kukabari untukmu tentang gadis Aceh ini. Pada Mei 2017 di Baku, sebuah tempat jauh dari negeri Azerbaijan, Nurul meraih medali emas dalam arena Islamic Solidarty Games 2017.
Di Pelatnas angkat besi pada 11 Mei 2018, Nurul ikut memamerkan aksinya dalam test progress untuk persiapan Asian Games 2018. Menteri Pemuda dan Olahraga yang ikut serta melihat aksi Nurul menulis soal ini, "Jantung saya berdegup kencang. Hati saya larut dalam kebanggaan pada semangat juang yang ditunjukkan pada pejuang olahraga kita dalam menunjukkan hasil latihan yang selama ini mereka lakukan. Apresiasi pula kepada para pengurus dan pelatih yang memanfaatkan dana pelatnas yang tersedia untuk mempersiapkan atlet pelapis kedua. Saya dukung pengelolaan dana pelatnas yang efektif dan efisien untuk pencapaian prestasi terbaik. Saya yakin hasil progress test ini akan semakin meningkat hingga performa puncak atlet kita di #AsianGames2018 Agustus nanti.. Go.. for Gold,"Â begitu tulisa Imam Nahrawi dalam akun Instagram miliknya.Â
Gempita yang menggelora dan perasaan yang dibungkus untuk kemenangan nanti telah menjadi motivasi teramat dalam untuk berjuang tanpa henti. Nurul telah berbuat lebih besar untuk kita, untukmu Indonesia. Pantaskah Nurul mendapat dukungan lebih dari itu?
Kupikir, justru Nurul yang harus mendapatkan tempat yang layak di dalam hati. Di saat warung kopi terlalu heboh dini hari saat kiper menangkis bola, mungkin di bagian lain Nurul sedang memikirkan strategi teramat hebat agar barbel tidak jatuh dari halter.Â
Saat kita hanya mampu berteriak pesepak bola itu salah strategi dalam menendang bola, barangkali di saat yang sama Nurul sedang mengangkat beban tetapi tidak ada seorang pun penonton selain pelatih dan manajer.
Nurul Akmal, kuyakin telah mengabari Aceh tentang kehadirannya. Mungkin, hanya kita yang tidak tahu. Mungkin juga, karena kehadirannya tidak secantik mereka yang lain. Namun, untuk Asian Games 2018, kehadiran Nurul jauh lebih menggemaskan, sangat menarik daripada apapun. Saat dirinya mulai mengangkat barbel yang tersusun di kiri dan kanan halter, saat itu pula bulu kuduk akan merinding.
Tak ada kita, maka tak ada mereka yang akan berlaga di Asian Games 2018. Nurul telah mengabari dengan janji kemenangan nanti. Menpora telah menyulut api semangat. Cukup aku dan kamu yang memberikan kesejukan dalam sebuah dukungan. Aku tak sanggup mencapai arena, kamu mungkin juga. Kita hanya bisa menyemarakkan melalui 'tulisan' ini atau hanya cuitan-cuitan kecil di media sosial.
Kita gaungkan. Kita viralkan. Kita jadikan kenangan manis untuk semua atlet yang akan berlaga di Asian Games 2018. Aku telah memberi dukungan penuh kepada Nurul Akmal. Kamu bagaimana?