Mohon tunggu...
Muhammad Baiquni
Muhammad Baiquni Mohon Tunggu... -

Nama saya Muhammad Baiquni, terlahir sebagai anak terakhir dari 3 bersaudara yang berarti saya anak ke empat dan satu-satunya anak lelaki di keluarga saya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Namaku Kathmandu

10 Mei 2011   19:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:52 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Salah satu nama Tuhanku adalah Rahim. Dia yang penyayang. Tuhanku adalah Tuhan yang paling penyanyang. Dia cukupkan udara bagiku agar aku tidak kesusahan, dan tegakkan punggung-punggungku agar aku mampu berdiri serta berlari. Dia kuatkan rahang-rahang dan gigiku agar aku mampu mengunyah dari apa-apa yang Dia tumbuhkan dari bumi. Agar aku tetap hidup, untuk tetap mencintai-Nya.

Hidup dan takdir membuatku berjalan melintasi semua benua. Aku sudah pernah berjalan di jalan-jalan yang dulu pernah dilalui oleh nabiku. Bahkan aku sudah mengambil sebagian tanah untuk aku kantungkan, yang terkadang aku cium bila gelojak rindu itu tiba. Aku pun sudah ke negeri di mana manusia-manusia dibalikkan, dan ke negeri di mana mereka ditenggelamkan. Aku sudah melintasi semua negeri, dan sekarang takdir menjalankan aku ke dataran tertinggi bumi. Himalaya.

Di sini aku bertemu Aini. Lelaki India yang memuji nama Tuhannya dengan sebutan “El” setiap hari.

Namaku Aini. Aku berarti api. India mencintai api, bagi mereka api menghapus segala dosa. Api adalah dewa. Api membakar semua sifat-sifat buruk mereka. Ketika mereka mengelilingi api, bukan engkau lihat mereka memujanya, yang mereka puja adalah Atman di balik segala api, dia yang Esa yang menciptakan api. Dia yang membersihkan kekotoran manusia dengan api. Kau pun pernah mendengar, tentang Ibrahim yang lolos dari api, karena kemurnian hatinya kepada Tuhan hingga Tuhan bebaskan dia dari siksa api.

“Kenapa lantas kau selalu menyebut El dalam rapalan doamu?”

“Bagiku, El adalah nama Atmanku, seperti engkau menyebut nama Tuhanmu dengan bahasa yang berbeda. Cuma manusia yang membedakan Tuhan dengan nama dan bahasa, padahal yang menciptakan segala nama dan bahasa adalah Tuhan. Syahdan engkau diam, Tuhan akan tetap paham engkau sedang memanggil nama-Nya.”

Dia lebih khusyuk daripada aku dalam memanggil nama Tuhan. Walau nama Tuhannya dan Tuhanku berbeda, terkadang aku iri. Mengapa dia bisa begitu semangat dengan nama Tuhan yang aku anggap sesat.

“Kathmandu!” Panggilnya pada suatu petang. Namaku memang Kathmandu. Itu nama baru yang diberikan oleh guruku. Katanya, ada takdir perjalanan dengan nama baru pilihannya itu.

Aku melihatnya berlari cepat ke arahku. Pasti ada sesuatu yang penting yang hendak disampaikannya. “Kathmandu!” Teriaknya lagi.

Sepertinya dia berlari dengan jarak yang cukup jauh. Aku menebak dari beratnya napas yang dia hembuskan, juga dari peluh yang membahasi seluruh badannya itu. Dia mengamit lenganku erat, membuatku sakit. Hampir ingin aku hempaskan lengan kasarnya itu.

“Demi El, kau harus menemani aku!” Tangannya tambah mengeras mengcengkram lenganku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun