Mohon tunggu...
BAIQ NAZLA SAFA KAMILA
BAIQ NAZLA SAFA KAMILA Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis baru

Penulis pemula

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Maraknya Aksi Terorisme Berkedok "Jihad", Tugas Aparat Keamanan Dipertanyakan

16 April 2021   20:22 Diperbarui: 16 April 2021   20:40 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Siapakah makhluk yang paling berbahaya di muka bumi? Jawabannya adalah "Manusia". Mereka seringkali membuat ketakutan dan menyebarkan ujaran kebencian kepada sesama mahkluknya ditengah kedamaian. Rasa egois dan tamak membuat manusia seringkali berbuat kerusakan di muka bumi. Tidak jarang manusia melakukan aksi teror yang mengakibatkan banyaknya korban jiwa. Hal ini bisa terlihat ketika kita tengah santai berada di ruang keluarga diiringi dengan berita di televisi, rupanya kabar terjadinya aksi terorisme tidak pernah terlewatkan apalagi jika hari itu tengah berlangsung pada perayaan hari besar keagamaan. Penjagaan terus diperketat oleh aparat keamanan yang berjaga, namun masih saja "kecolongan" dengan berbagai macam skenario yang dibuat. Mereka yang melakukan aksi teror selalu mencap diri mereka dengan "Berjihad" mengataskan nama agama, namun pada nyatanya semua agama mengajarkan kebaikan, pembunuhan terhadap orang yang tidak bersalah sangat ditentang dan termasuk dosa besar.

            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Aksi terorisme dimaknai sebagai usaha seseorang atau sekelompok orang menciptakan kengerian, ketakutan, dan kekejaman kepada seseorang atau golongan tertentu.[1] Jika merujuk pada pasal 1 ayat (1) undang-undang No. 15 Tahun 2003 terkait pemberantasan tindak pidana terorisme dimaknai sebagai aksi atau perbuatan yang melanggar ketentuan hukum untuk menghancurkan dan membahayakan kedaulatan Negara dilakukan dengan kekerasan atau ancaman sehingga menimbulkan teror dan ketakutan serta dapat menimbulkan korban secara massal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aksi terorisme merupakan suatu aksi yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok untuk memberikan rasa takut dan tidak segan melukai atau menimbulkan korban jiwa. Sebutan terorisme lebih berpacu pada strategi, media untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai sebuah strategi, terorisme selalu dapat digunakan kapan saja untuk sebuah tindakan bagi suatu kelompok.

            Peristiwa terorisme di Indonesia kerap dikaitkan dengan islam yang fundamentalis menyimpang dan sekaligus dibumbui dengan paham radikalisme. Dalam hal ini masih banyak orang yang salah mengartikan makna jihad yang sesungguhnya, aksi tindakan bom bunuh diri maupun pemboman tempat ibadah bukan dari bagian jihad fi sabilillah. Jihad dalam lisan al-Arab menerangkan bahwasanya jihad berasal dari kata al-juhd yang berarti kekuatan (al-taqah), usaha (al wus'u), dan kesulitan (al-masyaqqah).[2] Sehingga secara entimologis jihad merupakan perjuangan dengan mengerahkan seluruh kemampuan baik dalam bentuk perjuangan melawan musuh di medan peperangan atau tanpa ikut berperang sekalipun. Jihad tanpa ikut berperang dapat dimaknai dengan seseorang yang mengerahkan kemampuannya untuk menuntut ilmu kemudian melanjutkan dakwah Nabi Muhammad SAW di jalan Allah SWT. Sehingga seseorang yang melakukan aksi teror dengan pemboman dan menimbulkan korban jiwa secara masal dapat dikatakan bahwa mereka keliru dengan makna jihad yang sesungguhnya. 

            Kasus yang sempat menghebohkan Indonesia dan luar negeri yaitu kasus bom Bali I pada tahun 2002. Peristiwa tersebut  deretan tiga insiden pengeboman yang terjadi pada malam hari tanggal 12 Oktober 2002. Tercatat kurang lebih 202 korban jiwa serta 209 orang luka dan cedera. [3]Korban didominasi oleh wisatawan asing yang tengah berlibur. Dalam kasus ini tidak lain dan tidak bukan jihad merupakan salah satu alasan dan para teroris menganggap bahwa Bali adalah pusat maksiat dan lokasi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.Pelaku serangan ini adalah jaringan radikal Jemaah Islamiyah. Sangat di luar sisi kemanusiaan jika melihat kasus ini dengan alasan jihad dan juga memilih tempat karena "maksiat" pada hakikatnya manusia tidak dapat menilai secara keseluruhan bagaimana maksiat itu sendiri. 

            Di dalam Islam dengan tegas menyatakan dalam surah Al-Kafirun ayat 6 yang berbunyi " Untukmu agamamu dan untukku agamaku." Dari surah tersebut dijelaskan bahwasanya kita sebagai umat muslim yang berakal hendaknya menghormati kehidupan orang lain, kita tidak dapat menyamaratakan pemahaman agama kita dengan agama yang lain. Melalukan tindak terorisme mengatasnamakan jihad bukan sesuatu yang benar. Kasus ini merupakan salah satu kasus terbesar sepanjang sejarah di Indonesia.

            Bukan sampai disitu saja, aksi terorisme di Indonesia kerap kali terjadi. Salah satu kasus yang tengah hangat terkait dengan serangan bom bunuh diri yang terjadi di Makassar di sekitar Gereja Katedral pada acara Misa Paskah. Kasus bom bunuh diri Makassar ini mendapat banyak perhatian khusus pasalnya dilakukan oleh pasangan suami dan istri mengakibatkan 14 orang terluka. Dari kasus ini Sejumlah tersangka kemudian diringkus oleh Densus 88 anti teror, sebanyak 32 terduka teroris dari berbagai wilayah ditanggap.

              Tak lama berselang pada hari Rabu, 31 Maret 2021 terjadi kasus teror penembakan yang diketahui dilakukan oleh seorang wanita berusia 25 tahun namun polisi berhasil melumpuhkan pelaku untuk menghentikan aksinya dengan menembak mati tersangka inisial ZA. Dari kasus tersebut tugas aparat keamanan kemudian dipertanyakan bagaimana kasus teror dapat terjadi dalam waktu yang berdekatan di wilayah yang berbeda, hal ini membuktikan bahwa adanya kelalaian untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Melihat bahwasanya fakta yang terjadi pada kasus penembakan di Mabes Polri pelaku berhasil leluasa masuk ke dalam walaupun sudah melakukan  pemeriksaan dan diketahui pelaku membawa sebuah pistol jenis air gun BB Bullet call 4,5mm.

            Selain itu, terdapat kejanggalan terkait dengan kasus ini, pasalnya polisi langsung menembak pelaku di tempat, padahal aparat kepolisian bisa saja melumpukan pelaku dengan menembak di bagian kaki untuk menghentikan lebih jauh terkait aksi yang dilakukan. Hal ini juga semestinya dilakukan dengan tujuan memeriksa identitas pelaku serta latar belakang dan siapa aksi dibalik peristiwa ini. Melihat lebih jauh pelaku teror di Mabes Polri datang seorang diri sangat berbeda dengan kasus teror yang lain terlebih bahwa pelaku merupakan seorang wanita yang masih muda. Mengingat bahwasanya aksi teror tidak dapat terlepas dari kepentingan ideologi mapun politik.            

            Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo memberikan pendapat terkait dengan terjadinya kasus terorisme bom bunuh diri Makassar dan penembakan di Mabes Polri. Ia mengatakan bahwasanya kasus itu dilakukan bukan karena dilatarbelakangi masalah agama. Melainkan, oleh hal-hal selain persoalan agama. Ignatius juga mengucapkan rasa terimakasihnya kepada aparat keamanan. Dia merasa pemerintah mampu hadir di tengah umat ketika mereka membutuhkan, dengan adanya petugas keamanan saat berlangsungnya ibadah.[4]

            Dalam hal ini pendapat lain juga dikekemukakan oleh Pengamat Teroris dari Community of Ideological Islamic Analyst, Harits Abu Ulya. Ia memberikan pendapat kasus teror di Mabes Polri bisa saja ada kemungkinan Zakiah (Pelaku) melakukannya tanpa sadar dan sedang dikendalikan oleh seseorang. Ia menambahkan diketahui pelaku aksi teror di Mabes Polri masuk melewati pintu pejalan kaki yang setiap harinya dijaga ketat serta dilakukan pemeriksaan dari kartu identitas hingga barang bawaan. [5]Sekretaris PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti juga memberikan pernyataan terkait kasus ini, ia menyebutkan bahwanya dari kasus bom bunuh diri yang terjadi di Makassar dan aksi teror Mabes Polri menyebabkan tamparan keras bagi aparat kepolisian karena dilakukan di pusat Komando Keamanan Nasional. 

            Abdul Mu'ti juga menambahkan bahwasanya dari kasus ini merupakan hal yang sangat serius, sehingga diperlukannya perlakuan yang lebih dan sungguh-sungguh. [6] Pernyataan lain disampaikan oleh Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono bahwasanya tujuan pertama polisi menembak Zakiah adalah melumpuhkan. Namun Brigjen Rusdi memaparkan terkait situasi saat itu memang harus dilakukan tindakan tegas, mengingat pelaku membawa senjata yang dapat membahayakan petugas. Sehingga petugas menembak mati wanita tersebut.[7]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun