Mohon tunggu...
Baiq Dwi Suci Angraini
Baiq Dwi Suci Angraini Mohon Tunggu... Penulis - Menulislah Untuk Mengubah Arah

Pegiat dan penikmat karya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Publik yang Paham Islam, Anti Politik Uang

27 Oktober 2020   10:15 Diperbarui: 27 Oktober 2020   10:27 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. www.voa-islam.com

Dampak perpolitikan uang ini mengakibatkan publik beranggapan buruk mengenai peserta Pemilu, oleh karena itu kita dengan cepat memahami bahwa pasangan Pemilu tersebut tidak berniat menjadikan kepemimpinannya sebagai alat untuk menyejahterakan rakyat. Dengan uang mereka rela membeli suara rakyat, dengan sekardus sembako mereka beli identitas rakyat ini. 

Akhirnya, publik yang gampang terbeli akal sehatnya hanya dengan selembar uang seratus ribuan termasuk publik yang bodoh secara logika dan finansialnya. Serangan fajar dihantamkan kepada masyarakat yang buta peta politik negeri ini, padahal pengawasan ketat dan perhatian semua pihak selalu full tertuju pada proses kampanye hingga pelantikan pasangan terpilih. 

Namun tetap ada saja pihak berwenang yang kecolongan, faktanya black campaign terjadi dimana-mana dan peristiwa serupa sangat mencederai kecerdasan masyarakat. Mulai dari petugas KPU hingga pejabat pelantik agaknya alpa dan menyengaja terjadinya penyerangan fajar, akibatnya publik yang lemah pemahaman politiknya terus-menerus dibodohkan oleh sistem demokrasi sebagai alat perebutan kekuasaan. 

Mulai sekarang tidak perlu ada pertimbangan panjang lebar untuk melakukan sidak, para pejabat berwenang harus sigap merazia para pencuri suara rakyat ini dengan lebih tegas, bila perlu berikan sanksi di tempat sebab mereka telah menyengaja berlangsungnya money politik yang menjadikan Indonesia sebagai Negara terburuk pelaksana Pemilu lima tahunan. 

Pemilu yang dilaksanakan oleh negeri bermadzhab demokrasi agaknya tampak seperti skenario perputaran roda uang, rentan menghasilkan perpecahan antar golongan partai atau pejabat dengan sesama kubunya. Diakibatkan kurangnya modal, tidak sedikit peserta Pemilu dalam ranah demokrasi rela menghancurkan kolega sendiri hanya untuk mengamankan satu kursi. Seperti inilah wajah demokrasi yang secara terang-terangan menampakkan kecacatan konsep dan metodenya dalam proses Pemilihan Pemimpin. 

Dengan kata lain, demokrasi hanya melahirkan persaingan antar kawan dan lawan untuk menghalalkan segala cara demi menjatuhkan satu sama lain. Harus ada common awareness atau kesadaran bersama dari semua pihak terkait buruknya perpolitikan uang yang mencabik-cabik wajah Indonesia hari ini. 

Penyadaran bersama perlu dilakukan oleh pihak yang memiliki kekuatan tertinggi di negeri ini agar kebiasaan bagi-bagi duit kepada rakyat tidak lagi menjadi fenomena mengerikan yang mencoreng muka para pemimpin. Kesadaran bersama ini mestinya menjadi tanggungjawab bersama untuk memperbaiki penilaian busuk dunia terhadap cacatnya perpolitikan negeri berdemokrasi. 

Untuk itu para wakil rakyat harus segera turun tangan untuk mengatasi permasalahan ini tanpa menundanya barang sehari pun, bukan malah membiarkan masyarakat hanya dijadikan sebagai perantara untuk mendapat kedudukan yang diincar dalam rentang waktu lima tahunan sekali. Seorang rakyat harus beridealisme sempurna untuk membangun sebuah negeri yang berperadaban, bukan justru menjadikan lapangan kampanye dan bilik Pemilu sebagai ajang menumpuk-numpuk harta bagi dirinya atau keluarganya. 

Sangat jelas seseorang berlogika cacat mental apabila ia dengan sukarela menerima pundi-pundi uang yang ditawarkan padanya untuk menyoblos satu nama. Padahal setidaknya kita telah belajar dari kesalahan-kesalahan black campaign dan politik uang tahun-tahun lalu, dimana calon yang tak terpilih akhirnya mengalami depresi akut atau minimal menghadapi stress berkepanjangan disebabkan habislah uang kalah pula suaranya. 

Publik hari ini harusnya lebih teliti dan cerdik menilai serta menjaga kualitas suara mereka, alangkah bijaknya nama baik kita tidak tercoreng oleh segelontoran janji-janji palsu dan berlembar--lembar uang panas. Disinilah urgen dan pentingnya kita menjaga idealisme sebagai publik yang cerdas untuk membangkitkan sebuah negeri yang berperadaban. *Cerminan Pemilu Di dalam Islam Berkacalah pada sistem Pemilu yang terbukti dan terjamin keamanannya, terhindar dari money politic, black campaign, atau perseteruan yang riskan saling sikut dan baku hantam. Kondisi Pemilu di dalam islam mencerminkan hak-hak publik terlindungi, baik identitas dan kualitas harga dirinya. 

Berbeda dengan kondisi sekarang, dimana Pemilu hanya dijadikan alat untuk menurunkan taraf berpikir rakyat yang sudah berijazah tinggi kemudian tergadaikan dengan selembar uang lima puluh ribuan. Oleh karena itu, islam memberikan tauladan dalam melaksanakan Pemilu yang terjaga kebenaran suara dan keabsahan janji-janji para pemimpin terpilih. Sehingga cerminan pemilihan pemimpin di dalam islam hampir tidak pernah menemukan jalan buntu atau sampai mengakibatkan pemimpinnya saling menjatuhkan martabat satu dengan yang lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun