Mohon tunggu...
Kebijakan Pilihan

Pulihkan Citra DPR dengan Kinerja

19 Desember 2018   19:23 Diperbarui: 20 Desember 2018   19:22 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

DPR saat ini dihadapkan pada fakta tentang buruknya persepsi masyarakat terhadap lembaga karena beberapa alasan. DPR bahkan sudah dipersepsikan sebagai institusi paling korup. Dan mengacu pada hasil kerja legislasi, DPR juga dinilai tidak produktif karena nyaris tidak pernah mencapai target Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Anggota DPR pun dinilai malas karena tingkat kehadiran yang rendah pada rapat-rapat alat kelengkapan dewan (AKD).

Mengubah persepsi negatif publik tentang DPR  tersebut tidak bisa hanya dilakukan dengan kerja strategi pencitraan. Perbaikan citra DPR akan berproses melalui peningkatan kinerja dan kualitas produk, membangun suasana dialogis dengan pemerintah dan masyarakat, serta responsif terhadap persoalan bangsa dan negara.

Kerjaperbaikan citra dengan peningkatan kinerja itu harus dimulai dengan menyamakan persepsi di antara semua unsur atau kekuatan politik di DPR. Semua fraksi di DPR harus menerima kenyataan atau menggarisbawahi fakta tentang buruknya persepsi masyarakat sebagaimana disebutkan.

Persepsi negatif terhadap DPR sudah lama terbentuk.  Namun, selama itu pula nyaris tidak pernah ada upaya maksimal untuk mengubahnya. DPR memperlihatkan gelagat tidak peduli dengan persepsi negatif itu, sehingga DPR pun dinilai tidak punya sensitivitas untuk menjaga marwahnya sendiri.

Kecenderungan negatif seperti itu terpelihara karena DPR tidak berupaya membangun komunikasi yang baik dan efektif dengan publik. Menyikapi kecaman atau kritik, sering kali reaksi bukannya atas nama institusi, melainkan cenderung personal dan partisan mewakili posisi dan sikap partai. DPR seperti tidak punya juru bicara yang sigap merespons ketika institusi menjadi target cercaan publik.

Sudah barang tentu DPR tidak boleh lagi dibiarkan dalam posisi seperti itu. Per institusi, DPR harus segera memperlihatkan semangat perubahan, sejalan dengan perubahan persepsi publik terhadap pemerintah yang terus membaik. Untuk itu, semua elemen di DPR harus didorong untuk peduli dan prihatin pada kenyataan tentang persepsi negatif publik itu.

Jangan lagi meremehkan atau menggampangkan masalah ini. DPR harus sensitif menyikapi kritik atau kecaman publik.  Jangan lagi kritik, masukan bahkan kecaman masyarakat hanya dianggap angin lalu. Publik berharap DPR responsif dan konstruktif, dalam arti tidak emosional dengan sekadar melancarkan perang kata-kata atau pernyataan, tetapi menyentuh dan mengunyah setiap persoalan untuk menemukan solusi terbaik.

Karakter kepemimpinan DPR yang kolektif kolegial harus diperkuat untuk tujuan kontributif dan produktif bagi kepentingan negara dan rakyat, tanpa sedikit pun menghilangkan fungsi pengawasan.  Namun, karena salah satu fokus terpenting saat ini adalah perbaikan citra, kepemimpinan kolektif itu perlu menyamakan dan mengambil sikap bersama untuk merespons masalah.

Pertemuan reguler dengan para pimpinan fraksi menjadi kebutuhan tak terelakkan. Pertemuan reguler itu tentu saja dimanfaatkan untuk mengidentifikasi beban kerja DPR, menetapkan target dan prioritas, serta mendata masalah-masalah yang dihadapi DPR. Semangat dan kesepakatan untuk memperbaiki citra institusi patut diprioritaskan.

Tidak berarti pilihan perbaikan citra itu harus mengurangi arus kritik DPR kepada mitra kerja atau eksekutif. Kewajiban setiap anggota DPR adalah berbicara mengkritik mitra kerjanya dari kamar eksekutif. Kewajiban yang satu ini harus terus dilaksanakan.

Tentu  yang sangat dibutuhkan adalah kritik yang konstruktif karena setiap anggota DPR diasumsikan tahu apa yang dikerjakan para mitra. Pada dasarnya, para mitra kerja DPR (kementerian dan lembaga atau K/L) memang butuh kritik dan masukan. Maka, sungguh tidak elok kalau parlemen sebagai mitra eksekutif bersikap minimalis dan malas mengkritik pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun