Mohon tunggu...
Bagus Rachmad Saputra
Bagus Rachmad Saputra Mohon Tunggu... Penulis - Alumni Program Studi S2 Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Malang

Penulis buku Kepemimpinan Pembelajaran Di Era Abad 21 (2020) dan Kumpulan Puisi Titik Balik (2020)

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Terjebak Nostalgia di Kayutangan

10 Oktober 2020   15:38 Diperbarui: 10 Oktober 2020   15:40 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/ dokumen penulis

Kampung Heritage Kayutangan Kota Malang, perkampungan yang berada di tengah kota itu menyimpan beragam cerita bagi setiap orang yang tinggal di sana. Jauh sebelum Kota Malang berkembang menjadi kota yang modern seperti saat ini. Kampung Kayutangan adalah saksi bagaimana kota kedua terbesar di Jawa Timur itu. Pernah menjadi destinasi favorit bule-bule dimasa pemerintahan kolonial Belanda. Termasuk cerita perlawanan Arek-Arek Malang terhadap agresi militer yang dilakukan pemerintahan kolonial Belanda pasca kemerdekaan Indonesia.

Di kampung heritage itu, komunitas Karya Anak Bangsa menyusuri setiap jalan di gang-gang kecil dan banyak cerita yang disuguhkan. Bukan hanya bangunan heritage yang bisa menjadi spot foto instagramable. Tetapi juga cerita dibalik setiap tempat di kampung yang menjadi satu dari puluhan kampung tematik di Kota Malang. Sekretaris Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kampung Heritage Kayutangan, Mila Kurniawati menjelaskan setiap situs yang ada memiliki ceritanya masing-masing.

Seperti situs Makam Mbah Honggo salah satu sesepuh yang pernah siar Agama Islam di wilayah Kota Malang, terowongan irigasi air yang dibangun oleh pemerintahan kolonial Belanda, studio musik dimana salah satu musisi legendaris, Ian Antono personel Godbless pernah menghabiskan waktunya untuk berkarya di Kayutangan, serta rumah ikonik yang sudah berdiri sejak 1870.

Mila menjelaskan setiap situs yang ada memiliki nama dan sejarahnya masing-masing. "Seperti rumah Jengki ini rumah yang desainnya sudah sedikit modern mengikuti era 1960 an. Disebut rumah Jengki karena rumah ini milik saudagar yang dulu paling memiliki lahan luas di daerah ini. Kemudian rumah penghulu, kenapa disebut rumah penghulu karena rumah ini dulu merupakan rumah penghulu di era pemerintahan kolonial," jelasnya.

Mila menambahkan tak jarang ada wisatawan asing datang untuk melihat perkampungan tersebut dan juga melakukan penelitian. Hal tersebut juga disampaikan oleh Rudi, warga asli setempat yang memiliki usaha kopi yang cukup terkenal di wilayah kampung heritage, Kopi Mbah Ndut. Rudi menjelaskan jika rumah peninggalan orang tuanya yang juga tempatnya membuka usaha masih otentik dan tidak banyak mengalami perubahan. Dari rumah itu, Rudi bernostalgia dengan masa kecilnya yang banyak dihabiskan ditempat itu.

"Sejak kecil saya menghabiskan masa kecil saya disini, bermain dan berangkat sekolah lewat terowongan Belanda itu," tutur Rudi. Kini kampung heritage belum bisa dikunjungi oleh wisatawan karena pandemi virus Covid 19. Kedepan kampung heritage akan menjadi ikon wisata sejarah yang ada di Kota Malang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun