Di sini terlihat ketidaksiapan penyelenggara dalam mengantisipasi berbagai situasi pertandingan.
"Nyawa manusia lebih berharga dari sepak bola". Kalimat ini kembali ramai menyebar di media sosial pada Ahad (2/10). Hal ini menyusul tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10) malam WIB pascapertandingan Liga 1 Indonesia antara Arema FC vs Persebaya.
Ratusan orang meninggal dunia di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu malam. Ketika itu, tuan rumah kalah 2-3 dari Bajul Ijo. Karena kecewa, suporter Singo Edan masuk ke arena pertandingan kemudian terjadi kekacauan yang sulit diredam pihak keamanan.
Tragedi ini pun kembali menjadi catatan hitam bagi dunia sepak bola Tanah Air. Apalagi, banyaknya korban yang jatuh menjadikan peristiwa ini sebagai salah satu tragedi terdahsyat sepanjang sejarah si kulit bundar.
Ini bahkan melebihi tragedi Heysel pada 29 Mei 1985, yaitu ketika laga final Liga Champions (European Cup) antara Liverpool vs Juventus. Pada peristiwa tiga dekade lalu, 39 orang meninggal dunia dan menjadi salah satu momen kelam di dunia sepak bola.
Tragedi ini pun kembali menjadi catatan hitam bagi dunia sepak bola Tanah Air. Apalagi, banyaknya korban yang jatuh menjadikan peristiwa ini sebagai salah satu tragedi terdahsyat sepanjang sejarah si kulit bundar.
Kejadian ini juga lebih parah dari tragedi Hillsborough yang terjadi di stadion di daerah Sheffield, Inggris, pada 15 April 1989. Pada pertandingan semifinal Piala FA antara Liverpool vs Nottingham Forest itu, membeludaknya penonton turut menjadi penyebab 96 orang tewas.
Satu fakta yang harus dicatat dari peristiwa Kanjuruhan adalah ini bukan kerusuhan antarsuporter. Tidak ada suporter Persebaya di Kanjuruhan karena memang dilarang untuk datang.
Kejadian dipicu dengan kekalahan Arema, yang membuat sejumlah suporter kesal serta memasuki lapangan sambil mengejar pemain ataupun staf pelatih. Polisi kemudian mengejar dan memukuli suporter dengan tongkat kayu.
Suporter lain yang kesal lalu ikut turun ke lapangan dengan jumlah yang semakin banyak. Kalah jumlah, polisi panik kemudian menembakkan gas air mata ke tribun penonton. Dari sinilah bencana mengerikan itu terjadi.
Puluhan ribu suporter panik dengan situasi kacau dan gas air mata yang memenuhi stadion. Ratusan orang meninggal pun sebagian besar karena terinjak-injak dan sesak napas, saat mencoba melarikan diri dari kepungan gas air mata.