Mohon tunggu...
Bagas Candrakanta
Bagas Candrakanta Mohon Tunggu... Mahasiswa -

SMI - Sopan Mengelaborasi Ide

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Indonesia, Kreatif tapi Belum Waktunya

30 Oktober 2017   07:07 Diperbarui: 30 Oktober 2017   22:48 2618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

| Hanya karena kartun |

Jika sedang berdiskusi dan sedang mencari contoh nyata tentang kreativitas, saya terbang ke Jepang. Jepang memiliki banyak sekali bukti bahwa hanya dengan modal kreatif, kita bisa mencukupi segala kebutuhan yang diperlukan, hanya dengan berkarya. Dari Negeri Sakura inilah saya mengenal manga dan anime. Yes, basically they are just... cartoon, and cartoon just for kids anyway. Tetapi percaya atau tidak, anime besutan Makoto Shinkai berjudul Kimi No Na Wa (Your Name) meraup untung lebih dari $100M! Saya sangat menyarankan tidak perlu dikonversi menjadi mata uang rupiah karena akan membuat ludah mengalir deras ke tenggorokan. Yes, basically they are just... cartoon, and cartoon just for kids anyway.

Bayangkan, hanya dengan gambar 8 sampai dengan 12 rate/second!Hanya dengan kartun lah nama Eichiro Oda tidak asing dimata dunia. Karyanya berjudul One Piece membawa pulang lebih dari $400M dan dinobatkan menjadi best selling manga of all time. Ada pula band asal Jepang, BRADIO, yang karirnya langsung meroket hanya karena berkontribusi opening soundtrack di anime, Death Parade. Mari pulang ke tanah air dan bertanya mengapa tidak banyak karya kreativitas Indonesia yang melambung di dunia. Banyak sekali alasan dan faktornya namun jawaban, "Indonesia kurang kreatif" saya yakin pasti salah!

| Tunggu Sebentar Lagi |

Bagaimanapun juga mereka, yang memilih bekerja menjadi animator atau menjadi pekarya, membutuhkan uang dan  Indonesia belum memberikan stimulus yang bisa meyakinkan bahwa saya bisa hidup dengan berkarya. Indonesia belum terlalu 'membutuhkan' orang-orang seperti Makoto Shinkai atau Eichiro Oda. Indonesia masih harus fokus pada pertumbuhan ekonomi, masalah inflasi dan pengangguran, dan masih harus bekerja keras mengubah status Negara berkembang. Setelah 'naik kelas', mari berharap akan ada banyak karya Indonesia yang dikenal dunia seperti kita mengenal Naruto.

Saya mempunyai cerita lucu tentang Naruto. Saudara Kakek saya sampai sekarang tidak tahu siapa Presiden Indonesia. Tapi pada suatu hari dia lupa menyebukan warna oranye. Beliau mengatakan, "Aduuh itu.. warna.. apa.. Tiba-tiba lupa. Warna baju Naruto itu apa? Lupa!" Dia lupa warna oranye sehingga harus menyebut Naruto untuk 'memancing' ingatannya. Terbukti! Bapak Joko Widodo kalah elektabilitasnya dengan seorang Naruto.

|Demand|

Lantas apa alternatif lain yang bisa saya ambil guna 'hidup' di dunia entertaiment?Buatlah 'drama'. Hampir (mungkin lebih) dari penduduk Indonesia menikmati 'drama'. Di dunia entertaiment, ada dua cara yang bisa diambil agar nama kita dikenal banyak orang: jika tidak bisa membuat karya bagus, buatlah karya yang totally shittapi banyak 'bumbu micin' didalamnya. Di Indonesia juga seperti itu. Ironisnya, banyak yang memilih dengan formula 'bumbu micin' dibandingkan dengan membuat karya yang beda dan baik. Tidak percaya? Mari jawab mengapa Raffi Ahmad dijuluki artis pendongkrak rating dan mengapa Awkarin masih eksis di dunia per-YouTube-an. Tidak ada cukup demandkarya bagus di Indonesia.

 |Kata RI 1|

Kabar baiknya adalah masalah kreativitas sudah disinggung oleh RI 1 dalam video ini. Pada video tersebut Pak Jokowi mempertanyakan, "Kenapa tidak menyiapkan fakultas digital ekonomi, sebelum universitas lain dahului. Fakultas ekonomi digital, jurusannya bisa jurusan toko online, bisa saja aplikasi sistem, bisa saja financial teknologi, bisa saja jurusan meme." Yang bisa saya simpulkan dari pernyataan tersebut, bahwa sesungguhnya Indonesia tidak kalah kreatif dengan Negara-Negara lain, hanya perlu berinovasi dan mengubah kebiasaan memberikan panggung pada mereka yang menggunakan formula 'micin'.

|Pada Akhirnya|

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun