Mohon tunggu...
Suryani Waruwu
Suryani Waruwu Mohon Tunggu... Guru - Hati yang terbuat dari permata tak akan terbakar sekalipun diletakkan di ata api yang membara.

"Hidup hanyalah permainan kata..."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Filosofi Kentut

2 Oktober 2020   14:50 Diperbarui: 2 Oktober 2020   14:53 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

MENGHADAPI PERSOALAN DENGAN FILOSOFI KENTUT

Mendengarkan keluhan teman-teman adalah sebuah ritual yang hampir setiap hari saya hadapi. Ketika sudah cukup dekat dengan siswa tertentu pun, hal yang sama terjadi. Entah apa yang menjadi alasan mereka, memilih saya menjadi tempat curhat. Yang pasti, saya bukan seorang psikolog atau psikiater, tidak pernah belajar psikologi, bahkan sekedar psikologi mengajar, meskipun saat ini menggeluti profesi sebagai guru. Profesi yang saya geluti, juga sama sekali tidak berhubungan dengan penanganan masalah.

Sebagian teman seringkali memulai curhatnya dengan kalimat, "Kamu sepertinya bisa melewati setiap masalah dengan mudah," atau "Hidupmu sepertinya santai banget!"

Apakah yang mereka ungkapkan adalah sebuah kebenaran? Apa iya, ada manusia yang hidup di dunia ini tanpa persoalan? Seseorang yang tidak pernah mengungkapkan persoalan hidupnya bukan berarti ia tidak memiliki persoalan. Setiap orang pasti memiliki persoalan. Bagaimana Kita menyikapinya, itulah yang membedakan satu dengan  yang lain.

Sebenarnya, saya juga tidak pernah memberikan teori apapun untuk "menyembuhkan" luka mereka. Biasanya, saya hanya mengajak mereka tertawa, dengan harapan mereka akan melupakan sendiri masalah yang dihadapi, walaupun saya juga sangat yakin bahwa persoalan hidup tidak mungkin diselesaikan hanya dengan tertawa. 

Di kali lain, saya hanya mendengarkan cerita mereka dengan wajah antusias, kadang disertai emosi yang ikut menggebu. Saya ingat, seseorang pernah mengungkapkan kepada saya bahwa ada kalanya, seseorang datang kepada kita meskipun ia tahu betul bahwa kita tidak bisa membantu mereka menyelesaikan persoalannya. Tidak semua butuh solusi, tetapi semua butuh didengarkan. Pernyataan inilah yang akhirnya membuat saya memutuskan untuk tidak pernah menolak ketika saya "terpilih" sebagai tempat curhat.

Setiap orang pasti pernah mengalami persoalan hidup. Tanpa persoalan, itu bukanlah hidup yang sesungguhnya. Seorang bayi yang baru lahir, menghadapi persoalan ketidaknyamanan ketika ia merasakan lapar dan tidak tahu bagaimana menghilangkan rasa yang menyiksa itu selain menangis, dengan harapan seseorang akan datang dan memberinya sesuatu yang dapat menghilangkan rasa lapar. 

Anak-anak menghadapi persoalan dengan ketidakmampuannya menyelesaikan tugas sekolah, persoalan dalam pertemanan, persoalan dengan ketidakselarasan keinginan anatara diri si anak dan orang tua. 

Orang dewasa menghadapi persoalan dengan pekerjaan, dengan keluarga, dan sebagainya. Mereka yang sedang berada di "ambang kematian," misalnya di ruang ICU, dalam kondisi tidak bisa berbicara tetapi masih bisa berpikir, pun menghadapi masalah. Ia bertarung dengan diri sendiri, apakah akan berjuang menghadapi kondisi sakit, atau menyerah dan memilih untuk kembali kepada Pemiliknya.

Kesadaran akan kondisi tersebut membuat saya sering berpikir---dan pikiran ini seringkali saya bagikan kepada teman-teman saya---bahwa ketika saya menghadapi persoalan, berarti saya sama saja dengan manusia lain di dunia ini. Persoalan tidak akan habis, hanya bentuknya saja yang berubah-ubah.

Melihat ke belakang atau ke masa-masa yang telah dilewati, saya pun menyadari bahwa ternyata sekian banyak persoalan telah saya lewati dengan sukses! Berbagai persoalan saya hadapi ketika bersekolah. Konflik dengan guru, putus dengan pacar, mendapat nilai yang tidak memuaskan, dituduh menyontek dan mendapat sanksi, merusak properti sekolah, jatuh dari sepeda, dan sebagainya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun