Mohon tunggu...
Baety Salamah
Baety Salamah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Need to be better

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Proses Sejarah Diplomasi Pada Masa Kepemimpinan Sultan Agung dalam Menghadapi VOC

30 April 2021   21:45 Diperbarui: 30 April 2021   21:50 1456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Meskipun Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 akan tetapi sejak era kerajaan dengan berbagai motif sudah terjadi seperti motif keagamaan, perdagangan, ,aupun diplomatic antar pihak luar. Diplomasi dan politik luar negeri Indonesia dirumuskan dan dijalankan untuk mampu mempertemukan kepentingan nasional dengan lingkungan internasional yang selalu berubah adapun politik luar negri sebagai suatu bentuk kebijaksanaan atau tindakan yang diambil dalam hubungan dengan situasi atau aktor yang ada di luar batas Negara. Adapun berbicara mengenai diplomasi pada masa kerajaan diplomasi sudah dilakukan jauh sebelum masa pemerintahan Sultan Agung, Kerajaan Mataram Islam sempat melakukan kerja sama dengan VOC, karena pada saat itu musuh mereka sama, yakni negara bagian Surabaya. Pada saat itu, VOC berencana untuk membuat loji-loji atau tempat berdagang, tetapi pada akhirnya terjadi ketegangan antara VOC dan Mataram ketika kepemimpinan Mataram turun takhta. Pihak VOC mulai merebut wilayah Jayakarta (yang kemudian berganti nama menjadi Batavia) yang menyulut kekesalan Mataram. Akibatnya, loji-loji yang telah dibuat VOC di Jepara diserang oleh pasukan Mataram dan Surabaya pun pada saat itu telah berhasil ditaklukkan oleh Mataram.

Pada saat kali pertama pihak VOC meminta izin untuk berdagang di wilayah Mataram, terlihat sempat terjadi selisih paham antara pihak yang pro dan kontra dengan dimulainya hubungan dengan VOC. Di satu sisi, beberapa Tumenggung Kerajaan Mataram, salah satunya Tumenggung Notoprojo, sesekali meragukan misi dan ambisi Sultan Agung terkait sikap penolakannya terhadap VOC. Ia menghendaki diadakannya kerja sama yang saling menguntungkan dengan VOC, tanpa ada penyerangan atau perang yang akan menimbulkan korban berjatuhan. Di sisi lain, Sultan Agung beranggapan bahwa dengan menerima sekutu dagang VOC ini pada akhirnya justru akan menyengsarakan rakyatnya. Raja Mataram yang satu ini memang begitu menentang keberadaan VOC dan sangat berambisi melawan kekuatan asing yang menjajah wilayah Nusantara. Sisi buruk VOC sepertinya sudah diketahui betul oleh Sultan Agung, hingga pada akhirnya Sultan Agung menerima izin dagang VOC, tetapi dengan syarat bahwa VOC harus membayar pajak sebesar 60% dari setiap penjualan. Hal seperti ini merupakan keputusan yang tepat untuk dilakukan bagi seorang pemimpin.

Strategi VOC dalam upaya melawan serangan pasukan Mataram ke Batavia dilakukan dengan mengerahkan pasukan dalam jumlah yang besar. VOC juga menyebar beberapa mata-mata sehingga mereka dapat mengetahui bagaimana gerak-gerik pasukan Mataram agar lebih siap untuk menyerang dan menggagalkan strategi pasukan Mataram. Dengan adanya mata-mata ini, VOC juga dapat mengetahui markas dan tempat penyimpanan (lumbung) bahan makanan pasukan Mataram yang pada akhirnya dapat dihancurkan oleh VOC dan menyebabkan kegagalan serangan pasukan Mataram terhadap VOC di Batavia. Selain itu, sebagai tambahan informasi, strategi unik yang dilakukan VOC adalah dengan memanfaatkan kebiasaannya untuk mengumpulkan kotoran manusia dan membuangnya di sekitaran benteng. Hal ini tentu akan membuat pasukan Mataram enggan mendekat dan menyerang kawasan benteng tersebut.

Sementara itu, sebagai upaya untuk melakukan penyerangan terhadap VOC, Sultan Agung memerintahkan Ki Jurukithing membangun lumbung padi di sepanjang pesisir hutan yang kemudian akan digunakan untuk menyerang kembali Batavia. Namun sayangnya, pada akhir 1629 M VOC berhasil membakar lumbung-lumbung makanan tersebut sehingga menyebabkan banyak pasukan Mataram yang kelaparan. Selain itu, pasukan Mataram berupaya untuk membendung sungai Ciliwung dan mencemari airnya dengan bangkai dan kotoran. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar pasukan VOC kehabisan sumber air serta dengan kondisi air yang tercemar seperti itu, pasukan VOC dapat terkena berbagai penyakit. Strategi tersebut setidaknya membuahkan hasil, yakni dengan terbunuhnya J.P Coen pemimpin VOC akibat penyakit kolera.

Ada berbagai hambatan yang muncul dialami oleh pasukan Mataram saat melangsungkan serangannya terhadap VOC di Batavia, yakni terkait persediaan persenjataan. VOC memiliki persenjataan yang jauh lebih unggul dibandingkan dengan pasukan Mataram yang sebagian besar masih tradisional. Selain itu, jarak tempuh ke Batavia yang terlalu jauh membuat banyak pasukan Mataram yang kehabisan tenaga, bahkan sebelum berperang. Persediaan bahan makanan yang semakin menipis sehingga banyak yang menderita kelaparan juga menjadi salah satu hambatan terbesar yang harus dialami pasukan Mataram. Dari sejarah yang telah diceritakan bahwa pada zaman kerajaan pada saat itu sudah melakukan diplomasi yang cukup baik dengan melihat adanya negosiasi antara pihak kerajaan dan pihak VOC yang telah mencapai kesepakatan, pada saat itu diplomasi sudah berjalan dengan baik akan tetapi VOC tidak menjalankan sesuai dengan kesepakatan yang ada. Hal ini yang mengakibatkan kemarahan bagi Sultan agung dan bisa dibilang adanya diplomasi yang dilakukan kurang sesuai dengan ekspetasi awal.

Referensi:

Haryanto, A., & Pasha, I. (2016). Diplomasi Indonesia : Realitas dan Prospek. Yogyakarta: Pustaka Ilmu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun