Mohon tunggu...
Badiyo
Badiyo Mohon Tunggu... Jurnalis - Blogger, Content Creator

Seneng baca dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

In Memoriam: Didi Kempot, The Godfather of Broken Heart

7 Mei 2020   09:06 Diperbarui: 7 Mei 2020   10:17 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: jateng.inews.id

Selasa, 5 Mei 2020 pagi, kita semua dikagetkan dengan sebuah berita: Didi Kempot meninggal dunia. Innalillahi wa innailaihi rojiuun. Sontak beranda media sosial warga net dipenuhi dengan ucapan bela sungkawa dan duka cita. Bukan cuma Sobat Ambyar, Sad Boys dan Sad Girls yang berduka, seluruh penggemar Didi Kempot juga merasa bersedih dan merasakan kehilangan.

Didi Kempot memang fenomenal. Kemunculan musisi asal Solo ini sebenarnya sudah lama yakni tahun 1989. Saat itu penyanyi yang bernama asli Dionisius Prasetyo ini mengeluarkan album pertamanya yaitu Cidro. Sambutan masyarakat saat itu biasa-biasa saja. Bahkan ada yang menganggap album itu gagal mengingat minimnya sambutan masyarakat.

Begitu juga dengan lagu Stasiun Balapan yang ia gulirkan pasca reformasi 1998. Saat itu lagunya memang terkenal dan banyak dinyanyikan orang. Namun pencipta dan penyanyi? Tidak terlalu terkenal, biasa-biasa saja saat itu. Siapa sangka, Didi Kempot dengan musik campur sarinya justru semakin meroket dua tahun belakangan. Penggemarnya bukan hanya dari kalangan orang tua atau yang segenerasi dengannya. Namun banyak dari kalangan anak-anak muda yang menjadi penggemarnya. Mereka inilah yang kemudian menamakan diri sebagai Sad Boys dan Sad Girls. Ini memang fenomenal.       

Didi Kempot lahir di Surakarta, 31 Desember 1966 dengan nama Dionisius Prasetyo. Darah seninya mengalir dari orangtuanya. Bapaknya, Ranto Edy Gudel adalah seorang seniman tradisional yang dulu sering tampil di TVRI. Kakaknya juga adalah seorang seniman yakni Mamiek Prakoso, pelawak yang tergabung dalam Sri Mulat.

Saat SMP, Bapaknya membelikan sepeda untuk ke sekolah. Namun diam-diam, Didi Kempot menjual sepeda itu dan dibelikannya gitar. Sampai akhirnya dia minta maaf dan mengakui kepada bapaknya kalau sepedanya sudah dijual dan uangnya untuk membeli gitar. Mendengar pengakuan itu, Bapaknya tidak marah. Bahkan mengizinkan Didi Kempot untuk menekuni musik kalau memang itu sudah menjadi keinginan anaknya.

Tahun 1984 penyanyi berambut gondrong itu memulai petualangannya sebagai penyanyi jalanan. Berbekal Ukulele dan Kendang, Didi Kempot mulai mengamen di kota kelahirannya, Surakarta. Ia mengamen di seputaran Stasiun Balapan.  Setelah tiga tahun mengamen di kota kelahirannya, Didi Kempot ingin mencoba petualangan baru dengan merantau ke Jakarta.

Tahun 1987, penyanyi asal Solo itu mulai mengadu nasib di ibu kota. Bersama teman-temannya, Didi mengamen dari satu tempat ke tampat yang lain. Mulai dari Slipi, Palmerah,  Senen hinga Cakung. Selepas mengamen, Didi biasanya berkumpul dan nongkrong bersama teman-temannya di trotoar di pinggiran jalan. Dari situlah julukan Kempot disematkan yang merupakan akronim dari Kelompok Pengamen Trotar.

Suatu kali, ia dimarahi seseorang saat mengamen di sebuah rumah di Jakarta. Meski sempat memarahi, orang itu akhirnya memberikan uang yang ia sodorkan melalui jendela. Setelah Didi Kempot pergi meninggalkan rumah itu, tiba-tiba orang yang tadi memarahi keluar dari rumah dan menanggilnya. Didi Kempot kaget, orang itu tak lain adalah Mamiek Prakoso, kakak kandungnya.

Sambil mengamen di jalanan, Didi dan teman-temannya mencoba rekaman. Kemudian rekaman itu dititipkan ke beberapa studio musik yang ada saat itu di Jakarta. Setelah beberapa kali gagal, akhirnya usahanya mampu menarik perhatian Musica Studio. Maka setelah itu, tepatnya tahun 1989 mulailah Didi Kempot mengeluarkan album rekaman. Salah satu lagu andalannya adalah Cidro. Sambutan masyarakat Indonesia terhadap album ini bisa dikatakan biasa-biasa saja. Namun siapa sangka, album inilah yang mengangkat popularitas Didi Kempot di Suriname dan  Belanda.

Berkat kepopulerannya, Didi Kempot mendapat banyak undangan manggung termasuk dari  dua negara tersebut. Pada tahun 1993, Didi Kempot melanglang buana ke negeri seberang nun jauh di daratan Amerika Selatan, tepatnya di Suriname. Berkat lagu Cidro inilah nama Didi Kempot menjadi  sangat populer di negara beribu kota Paramaribo itu. Seperti diketahui, 14% dari penduduk Suriname adalah keturunan suku Jawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun