Mohon tunggu...
Bachtiar Rahadi
Bachtiar Rahadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Bachtiarr

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Covid-19 Semakin Mengerikan, Pemerintah Tutup Mata

26 Oktober 2020   19:16 Diperbarui: 26 Oktober 2020   19:18 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sudah berbulan-bulan semenjak pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia belum ada kejelasan kapan hilangnya virus Corona ini. Masyarakat serta pemerintah sangat terkejud dengan adaptasi dan perubahan perilaku hidup yang harus dihadapi selama pandemi. 

Bukan hanya bagaimana beradaptasi dengan situasi baru, masyarakat dan pemerintah kini dihadapkan dengan dampak yang disebabkan oleh pandemi ini. Berbagai cara dan upaya hingga pembuatan peraturan baru yang disesuaikan dengan pandemi nyatanya belum mampu menekan angka penyebaran Covid-19.

Dampak yang paling nyata dalam kehidupan sosial adalah perekonomian. Di Banten sendiri, pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan drastis dengan kontraksi sebesar 7,40 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut menyebabkan banyak lapangan usaha khususnya industri merumahkan bahkan memutuskan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya. 

Tercatat sejak Mei, sebanyak 30.054 pekerja atau karyawan dirumahkan dan sebanyak 19.000 pekerja di wilayah Provinsi Banten terkena PHK. Ini disebabkan karena sejumlah perusahaan memilih untuk tutup dan pindah ke luar daerah karena melihat situasi perekonomian Banten yang babak belur di tengah pandemi. Bahkan Disnakertrans menyatakan bahwa angka PHK akan terus meningkat karena semakin terbatasnya lapangan pekerjaan.

Selain banyak karyawan yang di PHK oleh perusahaan, pekerja sektor informal juga mengalami kesulitan ekonomi di masa pandemi. Terlebih sejak diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dimana dibatasi akses mobilitasi penduduk dari suatu daerah ke daerah lain yang menyebabkan kurangnya distribusi ketersediaan pasokan barang-barang yang menjadi keperluan masyarakat. 

PSBB dinilai mematikan roda perekonomian pekerja sektor informal seperti pedagang kaki lima, pengusaha, dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Justru pedagang kaki lima yang menggelar lapak malah diusir oleh Satpol PP karena dianggap melanggar ptorokol kesehatan semasa PSBB.

Masalah lain yang pasti timbul dari permasalahan ekonomi adalah kemiskinan. Ditambah pada masa pandemi ini banyak sekali pekerja sektor informal yang tekena imbasnya. Hal ini terlihat jelas karena Provinsi Banten mengalami kenaikan tingkat kemiskinan mencapai 5,92 persen atau naik 0,98 poin dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 4,94 persen. 

Kini masyarakat miskin baru di Banten bertambah 134.600 jiwa dengan jumlah keseluruhan sebanyak 775.99 ribu, presentase tersebut bukan hanya terjadi di pedesaan tetapi juga di wilayah perkotaan. Lantas apa peran Pemerintah Banten dalam menangani kemiskinan yang terdampak Covid-19 ini?. 

Padahal Gubernur  bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2019, tentang penanganan kemiskinan di Banten Pasal 3 ayat 2 yang berbunyi: "Mencegah permasalahan sosial khususnya kemiskinan supaya tidak terjadi atau terus meningkat jumlahnya".

Hal ini seharusnya menjadi permasalahan yang dianggap serius sebab kemiskinan terutama komoditi makanan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan. Seperti kasus kelaparan yang terjadi di Serang telah menelan korban jiwa. Pasalnya seorang ibu rumah tangga meninggal dunia setelah kelaparan selama dua hari. 

Ibu Yuri hanya meminum air selama dua hari karena tak ada pendapatan dari pekerjaannya sebagai penampung barang rongsokan. Sebenarnya langkah apa yang dilakukan pemerintah dalam menangani permasalahan ekonomi yang terdampak Covid-19?

Dalam rangka pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19, melalui Wahidin Halim selaku Gubernur Provinsi Banten menandatangani kesepakatan pinjaman daerah dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) senilai Rp 851,7 miliar. Dana pinjaman daerah tersebut digunakan untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) di daerah penanganan Covid-19.

Apakah pinjaman dana tersebut benar-benar direalisasikan untuk pemulihan ekonomi di masa pandemi ini?, mengingat banyak masyarakat yang terdampak kesulitan ekonomi karena Covid-19. Pada kenyataannya dana yang seharusnya digunakan untuk PEN malah digunakan untuk pembangunan Sport Center dan proyek fisik yang sebenarnya tidak terlalu penting.

Dengan dalih tidak memengaruhi ekonomi masyarakat, pembangunan sport center akan melakukan konsep pola padat karya yang menyerap tenaga kerja sebanyak 7.500 orang. Proyek ini memakan dana sebesar Rp 430 miliar yang berarti anggaran yang dialokasikan mencapai 50,52 persen dari dana pinjaman PEN Rp 851,7 miliar.

Alasan tersebut terkesan tidak logis dan mubazir karena mengingat kondisi masyarakat Banten yang terpuruk di masa Pandemi hingga mengakibatkan meninggalnya warga Serang karena kelaparan. Ini seharusnya menjadi kecaman dan bahan evaluasi yang serius, bukan menghambur-hamburkan dana untuk keperluan yang sebenarnya bisa dilakukan di masa mendatang. Apakah pemerintah tertutup hatinya atau seolah-olah tidak mengetahui kondisi masyarakat saat ini?

Seharusnya pemerintah memiliki tanggung jawab penuh terhadap masyarakatnya, bukan hanya menjamin perlindungan namun pemerintah pun semestinya peka terhadap permasalahan sosial terutama urusan perekonomian. 

Padahal pemerintah dipilih oleh masyarakat untuk menjamin kehidupannya agar lebih baik, bukan bertindak sewenang-wenangnya tanpa memikirkan kepentingan publik. Hal ini sebenarnya sudah menyalahi peran pemerintah sebagai pengatur negara supaya masyarakat hidup tentram dan nyaman. Lantas apa yang harus dilakukan demi menangani PEN di masa pandemi? Masyarakat yang semakin tertekan sedangkan pemerintah semakin berkuasa. Apakah ini yang dinamakan Demokrasi Tidak Serius?

*Penulis merupakan Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fisip, Universitas Sutan Ageng Tirtayasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun