Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Agar Industri Garam Terasa "Manis"

3 Mei 2018   20:58 Diperbarui: 4 Mei 2018   10:21 2518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembantu saya, Bu Imah, uring-uringan setelah pulang dari pasar. Minggu lalu ia mengeluhkan harga cabe rawit yang naik, kini harga apalagi yang naik?

"Saya pusing, Pak.  Harga garam di pasar naik semua."

Paradoks. Harga garam naik namun harga jual di petani garam justru anjlok.  Selain itu produksi garam nasional juga kurang, sehigga pemerintah membuka keran impor garam dari negara tetangga.  

Pikir-pikir, lucu juga bila Indonesia harus menjadi negara pengimpor garam. Luas pantai Indonesia terpanjang kedua di dunia dan hanya kalah dengan Kanada. Kanada pun tidak seperti Indonesia. Kanada adalah negara yang berada di bumi belahan bumi utara, dekat dengan Kutub Utara dan mengalami iklim 4 musim.   Sehingga matahari tak lama bersinar di negara tersebut.  

Berbeda dengan Indonesia yang terletak di lintasan khatulustiwa dengan iklim tropis. Dapat dikatakan setiap hari selalu disinari teriknya mentari yang berguna dalam proses produksi garam.  Nah ironisnya, kalau Indonesia harus mengimpor garam.  

Dari kebutuhan garam nasional sekitar 4,1 juta ton, produksi industri nasional maksimal hanya mencapai 1,9 juta ton pertahun. Tahun ini saja Kementerian Koordinator bidang Perekonomian sudah merestui impor garam sebanyak 3,7 juta ton. 

Ada yang salah dalam mekanisme pengadaan garam?   Ada asumsi bahwa jumlah penduduk Indonesia yang besar mengakibatkan jumlah konsumsi garam juga besar sehingga produksi dalam negeri tidak mencukupi. Tapi jangan salah, Cina dengan garis pantai lebih pendek dan jumlah penduduk lebih banyak justru menjadi produsen garam.  Cina bahkan mengekspornya ke Indonesia.

Jadi panjang garis pantai equivalen dengan tingkat produksi garam. Padahal Indonesia memiliki panjang garis pantai mencapai 99 ribu km.  Produksi garam ini kalah jauh dibanding China yang hanya memiliki panjang garis pantai 14.500 km. Produksi garamnya 58 juta ton per tahun. India juga garis pantainya hanya 7.000 km, produksinya 19 juta ton per tahun.

Nyatanya garam tak hanya melulu di pantai.  Bahkan sebagian besar produksi garam merupakan hasil penambangan seperti emas, perak, atau mineral lainnya.  Panjang pantai atau luasnya laut bukan faktor utama produksi garam. 

Sejumlah negara yang masuk daftar 10 besar produsen garam juga sekaligus tercatat dalam daftar 10 besar importir garam. Bahkan,  dua negara dengan pantai pendek bisa tercatat sebagai pedagang garam terbesar dengan menguasai 20 persen ekspor garam dunia, yaitu Belanda dan Jerman.

Lalu apa dong? Apa jumlah petani  garam di Indonesia terbatas? Kalau dari sudut pandang ini memang ada benarnya, meski hanya sedikit. Data Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyebutkan dari jumlah petani garam 30.668 jiwa pada 2012, menyusut menjadi 21.050 jiwa. Luas lahan garam pun semakin menyusut, dari 29.368 hektar (2013) menjadi 27.898 hektar (2014) dan setiap tahun semakin berkurang.  Namun jumlah petani garam tidak terlalu berdampak signifikan terhadap produksi garam nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun