Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dufan adalah Kebahagiaan dan Kebersamaan Kami

19 Mei 2014   22:03 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:21 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama Dunia Fantasi (Dufan) memiliki kenangan indah dalam hati dan pikiran saya.   Banyak kenangan indah yang saya alami bersama keluarga.   Dufan sendiri dibuka 29 Agustus 1985 sedangkan saya bersama keluarga berkunjung sana pada bulan Juni 1986, yang berarti Dufan belum genap berusia satu tahun.   Sebuah pengalaman yang tidak terlupakan bersama keluarga.

Saya sendiri saat itu masih duduk di kelas VI SD dan tinggal jauh dari Dufan.   Dufan ada di Ancol Jakarta sementara saya berada terpisah oleh lautan tepatnya di  Samarinda, Kalimantan Timur.  Kebetulan saat itu adalah kelulusan saya dari SD dan akan masuk SMP.  Sebagai hadiah kelulusan saya dan hadiah adik-adik yang naik kelas, Papa dan Mama mengajak kami liburan ke Pulau Jawa dan tentu saja ke Dufan.    Betapa bahagianya saya dan adik-adik mendapat hadiah istimewa itu.  Papa rupanya memang sudah menyiapkan kejutan ini jauh-jauh hari.

Kami terbang dari Bandara Sepinggan Balikpapan menuju Bandara Cengkareng (sekarang Soekarno Hatta) Jakarta.    Menggunakan mobil sewaan kami langsung menuju Garut Jawa Barat, tempat Aki Maslach dan Enin Okih (orangtua Mama) tinggal.   Setelah mengantarkan kami  ke Garut, keesokannya Papa harus kembali ke Samarinda untuk urusan pekerjaan.

“Nanti kalau Papa jemput lagi, baru kita semua ke Dufan,” kata Papa sambil tersenyum lebar.

“Horreeee!” sorak saya dan adik-adik kegirangan.

Setelah melewati tiga minggu liburan di Garut, baru Ayah datang kembali ke Garut.   Kami sudah tidak sabar pergi melihat Dufan di Jakarta.   Enin Okih juga ikut dan bersemangat sekali menyiapkan pakaian.   Aki Maslach sebenarnya ingin ikut, tadi pekerjaannya sebagai penjual pisang rimpi tidak bisa ditinggalkan.  Pesanan di toko dan langganan setia sedang banyak.  Sayang sekali.

Besoknya dengan mobil sewaan kami berangkat menuju Bandung dan menginap semalam di rumah kontrakan Bi Inna dan Mang Nanang (adik-adik Mama) yang sedang kuliah di Bandung.   Mereka juga senang sekali ketika Papa juga mengajak mereka ke Dufan.

Malamnya Enin Okih sudah sibuk mengingatkan kami untuk tidur cepat karena besok harus bangun pagi-pagi sekali untuk berangkat ke Dufan.   Sepertinya Enin Okih yang lebih semangat pergi ke sana dibanding kami, ha...ha...ha...  Ya, kami harus tidur cepat karena perjalanan ke Dufan cukup jauh.  Saat itu belum ada Tol Cipularang dan harus menempuh perjalanan kurang lebih 180 km melewati Padalarang – Cianjur – Puncak – Tol  Jagorawi untuk menuju Jakarta.

Kami semua bangun cepat sebelum azan shubuh berkumandang.   Terjadi kekacauan hebat saat akan mandi, karena semua berebut ke kamar mandi yang hanya ada satu.    Bi Inna sejak tadi sibuk  memasak air untuk mandi air hangat.   Saya dan adik-adik mandi bersama untuk menghemat waktu.

Setelah shalat shubuh kami sudah siap untuk berangkat.  Perjalanan ke Dufan untungnya lancar sehingga sebelum pukul sepuluh pagi sudah sampai Dufan.  Rasa lelah di perjalanan hilang seketika ketika masuk menuju Dufan.   Opi dan Njey (adik-adik saya) begitu histeris melihat badut di pintu masuk Dufan.   Opi yang pada dasarnya takut badut memotret diam-diam dengan kamera hadiah ulang tahunnya.  Hasilnya, seperti terlihat dibawah fotonya agak buram dan foto agak rusak.

[caption id="attachment_336929" align="aligncenter" width="640" caption="Foto Badut Ancol Hasil Jepretan Opi"][/caption]

[caption id="attachment_336930" align="aligncenter" width="640" caption="Beli Karcis Dulu....."]

14004847152039152323
14004847152039152323
[/caption]

Papa dengan bersemangat mengajak kami ke loket karcis.  “Ayo kita beli karcis dulu!”

Nah yang pakai baju hijau itu saya, Opi yang pakai baju merah, dan Njey berbaju putih.  Papa bertanya berapa tarif untuk delapan orang.   Papa terlihat sedang memegang uang tuh buat bayar tiket masuk.   Betapa Papa ingin membahagiakan anak-anaknya dan Papa terlihat juga terlihat bahagia.

Kami naik car karosel  (Mama pakai baju merah dan Bi Inna memakai baju putih).   Enin Okih tidak mau naik kuda karosel karena pakai kebaya.   Jadi melihat saja dari pinggir arena.  He..he..he... kasihan Enin, padahal beliau juga ingin mencobanya.

[caption id="attachment_336931" align="aligncenter" width="640" caption="Naik Karosel 1"]

14004847942085599357
14004847942085599357
[/caption]

[caption id="attachment_336932" align="aligncenter" width="640" caption="Karosel 2"]

1400484850399572528
1400484850399572528
[/caption]

Kami juga naik komedi putar.   Mesti antri, kami begitu bersemangat menunggu hingga giliran kami tiba.

1400484960402405765
1400484960402405765

Terlihat di foto saya dengan bersemangat sedang menujukkan tempat-tempat arena bemain Dufan yang ada di bawah.  Sementara Mang Nanang berada gondola yang  lain karena tidak muat di gondola kami ( foto bawah hasil jepretan Opi)

[caption id="attachment_336935" align="aligncenter" width="640" caption="Dadah Mang Nanang....."]

1400485101722385738
1400485101722385738
[/caption]

Tuh, Papa masih gagah dan Enin Okih memakai kebaya dengan kerudung merah.   Opi terlihat sok sibuk dengan kameranya.

[caption id="attachment_336936" align="aligncenter" width="640" caption="Saat-saat Bahagia Kami"]

14004851431886871963
14004851431886871963
[/caption]

Selain itu kami sempat mencoba naik Gajah Jumbo yang bisa naik turun.  Lalu naik perahu Kora Kora yamg ternyata menyeramkan juga.  Mang Nanang saja sampai muntah begitu turun dari Kora Kora.  Sedangkan kami masih mau menaiki lagi.   Lalu naik kapal masuk ke dalam Istana Boneka.   Nah kalau yang wahana yang satu ini Enin Okih ikut naik.

Mama, Bi Inna, Opi, Njey, dan saya naik perahu di wahana riam luncur.  Saya masih ingat bunyi ketika perahu naik menuju tempat peluncuran krek..krek..krek....

Sebelum meluncur, petugas Dufan memberi peringatan.  “Ayo, semuanya pegangan tangan yang erat!”

Kami semakin berpegang erat pada rel peganganyang ada  pinggir perahu dan tak lama kemudian perahu meluncur ke air.   Air menyiprat tinggi di sisi kanan kiri perahu. Opi yang posisinya paling depan teriaknya yang paling heboh.    Basah deh......

Kami juga sempat makan siang di Dufan.  Sambil menunggu pesanan datang kami makan roti dulu.   Duh, enaknya suasana saat itu.   Enin Okih, Papa, dan Opie masih malu-malu tuh.   Ayo dong dimakan rotinya (foto bawah).

[caption id="attachment_336939" align="aligncenter" width="640" caption="Enin Okih, Papa, dan Opi menunggu pesanan makanan datang"]

1400485336539313502
1400485336539313502
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun