Mohon tunggu...
Giorgio Babo Moggi
Giorgio Babo Moggi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Dream is My Life's Keyword.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Yang Menarik dari Turnamen El Tari Memorial Cup (ETMC) 2017

6 Agustus 2017   09:40 Diperbarui: 6 Agustus 2017   23:02 6084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suporter Perse Ende dengan kostum merah membara

Selalu ada cerita menarik dari turnamen El Tari Memorial Cup (ETMC), ajang turnamen sepak bola daerah yang tertua di NTT ini. Tetapi cerita dari turnamen demi turnamen yang diselenggarakan 2 tahun sekali ini tidak semeriah dan semenarik 4 tahun belakangan.

Adalah ETMC 2015 di Maumere, Kabupaten Sikka, yang membangkitkan gairah sepak bola di Nusa Tenggara Timur ini. Sebagai tuan rumah pada waktu itu, pemerintah Sikka, Persami dan warga Sikka tampil all out untuk memenangkan turnamen.

Gelora Samador yang bersejarah itu pun ditatah sedemikian rupa meskipun tidak semegah atau sementereng Stadion Marilonga. Paling tidak renovasi Marilonga dan persiapan Pemerintah Kabupaten Ende terinspirasi dengan eforia masyarakat Tana Nian Sikka untuk menyukseskan penyelenggaraan ETMC 2017. Selain motivasi lain sebagaimana tim lain impikan untuk menjadi jawara atau keluar sebagai pemenang dari turnamen tersebut. Hehe...

ETMC 2015 di Sikka melahirkan sejarah baru. Lahirnya suporter sepak bola yang terorganisasi, kreatif dan menginspirasi. Ya, Persami Mania, mengawali babak baru sepak bola dalam turnamen ETMC dengan tagline "Horoooooo".

Stadion Marilonga dengan latar belakang Gunung Meja Ende (Foto: Roni Bata)
Stadion Marilonga dengan latar belakang Gunung Meja Ende (Foto: Roni Bata)
Horo dalam bahasa Sikka berarti "terbang". Horo bisa diartikan bola yang terbang, pemain yang terbang, prestasi yang terbang. Orang atau sesuatu yang terbang selalu lebih tinggi dari orang atau objek yang sama. Secara non harafiah, dalam konteks sepak bola, horo bisa menggambarkan prestasi Persami harus lebih tinggi dari tim lainnya. Gapai prestasi sepak bola harus setinggi langit.

Waktu saya kecil di Flores, kata horo atau terbang identik dengan suanggi (ata polo). Mereka dianggap sebagai manusia super yang mampu terbang. Kemampuan yang tidak dapat dilakukan oleh manusia biasa. Bersamaan pula dengan itu, pada setiap event sepak bola di kampung-kampung, kata horo alias terbang sangat dekat dunia sepak bola. Ucapan atau teriakan horo meluncur dari mulut penonton di luar lapangan. Ini terjadi bila bola berada di jantung pertahanan atau striker lawan menggiring bola di daerah pertahanan, suporter akan berteriak "terbang", artinya bek atau pemain belakang harus menyapu bola dari kaki lawan, bola terbang ke daerah lawan dan atau keluar lapangan. Meminjam filosofi sepak bola orang kampung, "Manusia boleh lewat, tapi bola jangan!"

Kreativitas Persami Mania menginspirasi tim sepak bola dari kabupaten lain seperti Persena Nagekeo dengan "Seka Talo", PSN Ngada dengan "Oba Bha'i" (jargon ini sudah lama hanya jarang dipopulerkan di event sepak bola), dan Ende dengan "Roreee", dan mungkin ada jargon dari tim lain. Maaf, penulis tidak terlalu mengikuti perkembangan ETMC 2017.

Memang menarik! Jargon tim selalu memiliki makna sebagai identitas tim dan filosofi sepak bola yang dianut. Tentu pula jargon itu dapat membakar daya juang pemain di tengah lawan melalui yel-yel dan lagu-lagu penyemenagat di pinggir lapapangan. Tetapi, apakah setiap pilihan kata "jargon" tim sudah mempertimbangkan dari sudut pandang estetika, sportivitas, nilai kemanusiaan yang sangat dijunjung di dunia olahraga? Saya kira belum semua tim yang berlaga di ETMC memikirkan hal itu. Mereka masih terbakar euforia dan fanatisme sehingga mereka asal comot kata tanpa mempertimbangkan makna dan dampak kata itu.

"Seka Talo" berarti "tak terlerai". Diksi ini diadopsi dari event tinju adat yang melukiskan jawara tinju yang sedang berlaga yang mana kalau sedang menyerang tak dapat dilerai oleh wasit. "Oba Bha'i" dari Ngada, berarti tidak "Tidak ada lawan", menjustifikasi PSN Ngada sebagai tim yang tak terkalahan di jagad sepak bola Nusa Tenggara Timur. Ende muncul dengan "Rore", yang berarti "Bunuh, sembelih atau potong".

Ternyata pilihan kata "Rore" mendapat reaksi bernada protes dari seorang netizen, Ibu Rini Bataire, suporter sejati Perse Ende, di halaman Facebook-nya (05/08/2017);

Perse Ende Fans Club
Perse Ende Fans Club

"Rore" adalah pilihan kata yang buruk. Provokatif dan sadis. Bahkan sebagai kata penyemangat pun rasanya lebih merindingkan bulu kuduk daripada memacu nyali untuk jadi yang unggul. Apakah ini hanya sekedar sebuah kata? Dari sekian banyak kata, kenapa yang kita pilih adalah sekumpulan huruf bersembilu? Kalau hanya sekedar kata, bahasa telah gagal menampilkan makna yang seharusnya. Di sepotong pertiwi yang merahimkan Pancasila ini, sebuah kata pun tak boleh menjadi sebilah pedang. Salam PERSE mania.

Sebagai seorang seniman, penikmat sastra dan guru, ia memahami dengan sungguh makna dan dampak setiap kata yang dilafalkan dalam perspektif edukasi. Kritikan ibu Roni tidak bermaksud untuk melorotkan semangat Laskar Kelimutu, tetapi harus dilihat sebagai upaya untuk menanamkan citra sepak bola yang menjunjung tinggi sportivitas, persahabatan dan mengirimkan pesan-pesan kemanusiaan. Sepak bola harus jauh dari kata-kata berbau ekstremis, provokatif dan sadistis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun