Mohon tunggu...
Muhammad Syarief
Muhammad Syarief Mohon Tunggu... -

Ayah dari dua orang putri. Berteduh sementara di bawah langit kota Depok. Bersama istri tercinta merangkai kehidupan bersama untuk akhir yang mulia. InsyaaAllah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

"Maulid Nabi" itu Syirik bukan Bid'ah

15 Januari 2014   06:39 Diperbarui: 4 April 2017   18:27 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Baru saja kemarin kita melewati tanggal 12 Rabiul Awwal, hari dimana Sang Nabi Junjungan dilahirkan. Dan setiap tanggal ini pula di negeri kita Indonesia, peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. selalu mengundang perbedabatan terkait hukum mengadakan peringatan tersebut. Ada yang menyebutnya bid'ah, atau suatu ritual ibadah yang tidak pernah dicontohkan oleh baginda nabi Muhammad Saw., ada pula yang menyebutnya acara biasa, semacam acara "ulang tahun."

Saya sendiri menilai memperingati Maulid Nabi bukanlah bid'ah. Karena ini bukanlah ritual ibadah yang pesertanya tidak dihukumi dosa apabila tidak merayakan peringatan tersebut. Kemarin saya lebih memilih menikmati hari libur di rumah, menikmati program "Damai Indonesiaku" yang menyajikan pengajian Maulid Nabi dengan penceramah yang menurut saya berbobot.

Jadi menurut saya, terlalu gegabah kalau dikatagorikan memperingati Maulid Nabi seperti di "Damai Indonesiaku" itu sebagai bid'ah. Dengan alasan nabi tidak pernah melakukannya, atau meminta umatnya untuk mengenang hari kelahirannya.

Saya anggap permasalahan hukum memperingati maulid nabi selesai. Tapi ada yang mengganjal di hati saya ketika mendengar berita kemarin siang, Selasa (14/1). Tentang peringatan Maulid Nabi yang diadakan di Madiun. Seperti yang diberitakan dalam situs ANTARA kemarin, ribuan warga Madiun berebut isi Gunungan Jaler dan Estri yang mereka anggap bisa membawa berkah pada tradisi perayaan Grebeg Maulud 2014.

Tidak ada garis merahnya menurut saya antara memperingati Maulid Nabi dengan ritual seperti ini. Berbeda dengan ceramah Habib Nabil Al-Musawa dan Habib Jindan di "Damai Indonesiaku" yang secara detail mengetuk hati pemirsa dengan kisah teladan yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. sebagai panutan hidup. Acara di Madiun ini lebih kepada semacam budaya yang dipaksakan dikait-kaitkan dengan Maulid Nabi.

Ritual di Madiun ini-dan tentunya juga ritula serupa di beberapa daerah lainnya-lebih sebagai budaya peninggalan agama Hindu. Maka tak salah kalau ada sekelompok umat Islam yang membid'ah kan acara Maulid karena melihat acara-acara kebudayaan seperti ini.

Bahkan dari acara tersebut tak sedikit warga yang terluka karena terjatuh atau terinjak saat berdesakan memperebutkan isi gunungan Jaler (laki-laki) dan Estri (perempuan), seperti yang dinukilkan oleh situs berita ANTARA.

Lagi-lagi ini sebuah pengorbanan yang tidak manfaat sama sekali menurut saya. Sampai rela menyikut saudaranya sendiri, hingga terjatuh, terinjak dan terluka.  Bahkan penuturan seorang peserta bernama Winarti yang menceritakan tujuan ia mengikuti acara cukup mengiris hati. Kepada ANTARA ia mengatakan, "Kami percaya jika berhasil mendapatkan hasil bumi dari Gunungan Jaler atau Estri, maka akan mendapatkan berkah dan segala keinginannya akan terkabul."

Entah ajaran Islam mana yang mengajarkan berburu isi Gunungan tersebut akan mendapat berkah. Dalam agama Islam keberkahan didapatkan dengan perbanyak sedekah dan mengeluarkan zakat. Setahu saya tidak ada di dalam Islam mendapatkan, memiliki atau menyimpan barang tertentu dapat memperoleh berkah.

Apa namanya kalau kita berharap berkah kepada selain Allah? Yang memperebutkan tumpukan hasil bumi dengan dalih mendapat berkah? Sah saja kalau hal seperti ini disebut syirik. Karena berharap kepada selain Allah.

Mungkin banyak yang berdalih itu adalah bagian dari budaya. Konon Wali Songo dalam berdakwah di Jawa belum sempurna mengajarkan Islam, sehingga tersisa kebiasaan dari ritual agama Hindu. Okelah kalau memang begitu ceritanya, tapi sampai kapan warga yang menjelanakan ritual tersebut tersesat dengan kebiasaan "aneh"-nya setiap tahun? Apa mereka tidak mau memahami Islam, mengenal nabi-Nya dengan cara-cara lebih terdidik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun