Mohon tunggu...
azzam abdullah
azzam abdullah Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan Swasta

Lulusan Magister Manajemen yang sedang kerja di perusahaan swasta.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru, di Tengah Pusaran Digitalisasi

18 Maret 2021   13:25 Diperbarui: 18 Maret 2021   14:09 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Republika.co.id

Salah satu tugas seorang guru adalah melakukan transfer pengetahuan. Itulah kenapa, instrument pembelajaran mulai buku ajar, kurikulum, hingga adanya penghapus papan tulis semuanya digunakan untuk mendukung proses satu ini. Tidak pula bisa dipungkiri bahwa inilah salah satu tugas utama guru, dan menjadi persyaratan yang menentukan apakah seorang individu bisa atau tidak menjadi seorang guru. Bukan main-main, salah satu universitas di Jawa Tengah dalam setahun menerima pendaftaran 2.500 lebih calon guru! Karena apa? Untuk jadi guru memang perlu gelar.

Tapi coba kita saksikan realitas yang terjadi. Tidak ada guru di dunia ini yang mungkin bisa sepintar seorang Thomas Alfa Edison, bahkan si Edison ini menjadi korban dari sebuah system pendidikan yang tidak mampu mendidik manusia semacam ini. Diluar sana terdapat banyak ahli yang mempublikasikan karya-karya akademik bermutu yang bisa jadi lebih maju dari buku teks, lebih mudah dipahami, dan dengan adanya computer dan fungsi Ctrl+C dan Ctrl+V, sangat mudah sekali "memindahkan" pengetahuan itu dari platform digital menjadi tugas-tugas sekolah. 

Karena teknologi semakin maju, bisa disaksikan sekarang para ahli itu terjun ke platform audio-visual, menyampaikan ilmu pengetahuan dengan tampilan yang menarik, mudah dipahami dan ringkas. Tidak perlu duduk 90 menit untuk membahas satu bab, cukuo 10-20 menit! Dengan dibimbing para ahli peserta didik dapat lebih mudah memahami suatu masalah dengan lebih mudah dan lebih cepat.

Jika guru terus bertahan hanya di fungsi ini, maka dengan kemajuan teknologi semata sangat mungkin profesi guru sebagai pengajar, kukud. Bangkrut. Bubar. Pailit. Mendingan belajar di rumah, lebih murah, lebih ringkas, lebih praktis.

Inilah kenapa kita perlu melihat fakta lain, bahwa diluar masa pandemic, anak-anak menghabiskan, lebih dari 6 jam waktu hidupnya di sekolah. Fakta sangat mencengangkan karena berarti, selama 12 tahun masa pendidikan, mulai dari SD, SMP hingga SMA, secara total anak menghabiskan 3 tahun kehidupannya hanya untuk berada di sekolah saja. Maka pernyataan sebagian kehidupan peserta didik di sekolah adalah sebuah understatement karena faktanya sekolah memang menjadi kehidupan bagi si peserta didik!

Maka jika mau berpikir jernih, dalam waktu 3 tahun kehidupan mereka, yang dihabiskan secara sadar, bukan tidur, mereka menyaksikan para guru sebagai role model, sosok manusia yang dilihat. Peribahasa guru kencing berdiri murid kencing berlari menjadi penggambaran mutlak tentang proses ini, dan sungguh proses ini benar adanya. Bagaimana mungkin seorang murid berhenti menjadi perokok, merubah gaya hidup dan meninggalkan rokok jika ternyata dalam jajaran guru masih ada para perokok yang bahkan merokok di area sekolah?

Guru harus mencoba memunculkan definisi sebagai role model ini dalam kerja-kerjanya, karena hal inilah yang tidak dapat ditemukan dalam interaksi dunia maya. Seperti namanya, interkasi dunia maya adalah interaksi kosong, sangat mudah orang mendesain dirinya menjadi orang lain di dunia maya. Lain halnya dengan dunia nyata, peserta didik dapat banar melihat, benar merasa, benar mendengar perilaku, dan perkataan mereka-mereka yang "seharusnya" mendidik mereka. Akan sangat sulit menjadi seorang raja jika semua orang tahu tabiat kita lebih mirip seorang pencuri. 

Maka dari sini, guru sebagai role model adalah salah satu asset yang masih dimiliki pendidikan formal agar tidak tergerus kemajuan teknologi. Hadirkan interaksi yang nyata, interaksi yang hangat dan saling mendukung dengan peserta didik. Bukan interaksi dingin yang hanya didasarkan pada penilaian-penialaian kuantitatif yang akhirnya hanya memberikan 20% kebermanfaatan dalam dunia pasca sekolah.

Karena jika guru masih merasa nyaman dengan berfungsi hanya sebagai orang yang ngajari sebuah ilmu, diluar sana banyak ilmuwan NASA, analis bank dunia, dan ahli-ahli Bahasa dengan tariff super mahal yang siap mengajari murid anda dengan ilmu pengetahuan terbaru. Dengan gratis, praktis, mudah dan cepat.

Sekolah dengan Fungsi Laboratorium Sosial

3 tahun dihabiskan secara utuh, seorang anak manusia di sekolah formal. Disana dia bertemu dengan orang-orang dari berbagai latar belakang. Tidak hanya sesekali waktu tapi setidaknya 6 jam sehari mereka bersinggungan. Semua ini memang tidak bisa dilakukan di tengah-tengah pandemi. Tetapi apakah diluar pandemic, sekolah dan guru sudah memaksimalkan potensi luar biasa ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun