Mohon tunggu...
Ibaadurrahman Azzahidi
Ibaadurrahman Azzahidi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa - Hubungan Internasional

"Good things is not everything"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Diplomasi di Era Abu Bakar: Damai, Perang dan Diplomasi

2 November 2019   13:26 Diperbarui: 2 November 2019   13:41 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Abdullah bin Abu Qujafah atau yang lebih dikenal luas dengan sebutan Abu Bakar Ash-Shiqqid adalah salah satu orang terpilih dan termasuk golongan yang masuk Islam pertama. Juga beliau dipilih sebagai khalifah pertama yang menggantikan rasuullah saw. setelah wafatnya beliau. Ash-Shiddiq adalah gelar yang disandingkan untuk Abu Bakar karena telah membenarkan peristiwa Isra' Mi'raj.

Sebagai pemeluk Islam yang masuk pada awal rasulullah saw. berdakwah, Abu Bakar juga telah berhasil mengislamkan banyak orang yang di kemudian hari menjadi tokoh-tokoh penting yang hadir dalam sejarah Islam, seperti diantaranya Bilal bin Rabah, Ustman bin Affan dan masih banyak lagi tokoh penting lainnya.

Damai

Damai memiliki banyak arti: arti kedamaian berubah sesuai dengan hubungannya dengan kalimat. Perdamaian dapat menunjuk ke persetujuan mengakhiri sebuah perang, atau ketiadaan perang, atau ke sebuah periode di mana sebuah angkatan bersenjata tidak memerangi musuh. Damai dapat juga berarti sebuah keadaan tenang, seperti yang umum di tempat-tempat yang terpencil, mengijinkan untuk tidur atau meditasi. Damai dapat juga menggambarkan keadaan emosi dalam diri dan akhirnya damai juga dapat berarti kombinasi dari definisi-definisi di atas.

Ketika Abu Bakar dibaiat sebagai Khalifah pertama sepeninggalan rasulullah saw. Pada masa kekuasannya yang tidak lama dan dapat dikatakan cukup singkat diprioritaskan kepada penanganan dari perlawanan kaum-kaum yang murtad dari ajaran Islam dikarenakan wafatnya rasulullah saw. Dalam banyak hal kebijakan yang dikeluarkan oleh Abu Bakar tidaklah jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh rasulullah saw. Seperti dakwah kepada kerajaan-kerajaan pada masa itu melalui utusan yang dikirim.

Jika disimpulkan secara mudah, menurut saya damai itu adalah kondisi dimana masyarakat di dunia itu mendapatkan perlakuan yang sama dan saling diuntungkan antara manusia satu dengan yang lain, adanya jaminan keamanan, perlindungan terhadap hak asasi manusia, sehingga tercipta keharmonisan antara masyarakat di dunia.

Perang

Perang merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan politis dan pelaksanaannya hanya bisa ditentukan oleh keputusan politis para pemimpin negara, bukan para komandan militer. Jadi perang merupakan sarana untuk mencapai tujuan politik, disamping perang itu sendiri merupakan kelanjutan dari konflik politik yang menggunakan cara lain. Kaidah universal yang lain yang juga harus diperhatikan adalah bahwa perang haruslah di dasarkan pada keputusan politis dan tujuan dari perang juga ditentukan oleh para pemimpin politik, bukan pemimpin militer. Sun Tzu yang hidup pada masa jauh sebelum Clausewitz dan dari belahan dunia yang berbeda ternyata juga memiliki penekanan yang sama dalam pembahasan hubungan antara perang dan politik. Hal ini yang lebih memperjelas universalitas kaidah perang.

Pada awal masa kepemimpinannya sebagai khalifah, Abu Bakar mendapat berbagai dukungan juga pemberontakan, pemberontakan tersebut dilakukan oleh orang-orang yang meragukan ajaran rasulullah saw. Maka ketika setelah sepeninggalan beliau mereka membuat ajarannya sendiri yang mengakibatkan munculnya nabi-nabi palsu. Peristiwa munculnya nabi-nabi palsu ini ditakutkan akan menyebabkan kehancuran Islam. Abu Bakar yang telah beberapa kali mendakwahkan mereka lewat jalan yang damai, ternyata tidak mendapat respon yang baik dari pihak kaum murtad tersebut yang menyebabkan kemarahan kemudian mereka menantang kaum muslimin untuk membuktikan ajarannya.

Dengan terpaksa Abu Bakar Ash Shiddiq memerangi kaum murtad tersebut. Maka terjadilah perang Riddah, yaitu perang besar yang dikenal sebagai perang untuk memerangi kaum Murtad.

Yang hendak penulis simpulkan disini adalah bahwa sebenarnya peperangan adalah jalan terakhir yang dipilih untuk membela agama dan negara, atau memerangi untuk meraih kemerdekaan. Dalam Islam tidak ditujukan berperang untuk mengekspansi wilayah. Dalam Al-Qur'an surat An-Nisaa ayat 77, dikatakan "tangan lah tangan kalian (untuk berperang), dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat...". jadi perang dalam Islam adalah cara terakhir untuk membela diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun