Mohon tunggu...
zaza azza
zaza azza Mohon Tunggu... Tutor - S1 Farmasi, ingin berbagi manfaat

hanya seorang amatiran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari Disabilitas, Akankah Stigma Negatif Sirna?

3 Desember 2022   19:25 Diperbarui: 3 Desember 2022   19:57 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: screenshoot akun instagram cafetulus.id

Sekitar 15 persen dari jumlah penduduk di dunia adalah penyandang disabilitas-- lebih dari satu miliar orang (ILO.org). Sebenarnya angka ini cukup besar bahkan disebut sebagai kelompok minoritas terbesar di dunia. Walau demikian, ternyata stigma negatif masih tersebar di tengah-tengah masyarakat entah secara sadar atau tidak.

Secara umum, disabilitas tidaklah menular, seperti tuna netra, tuna rungu, lumpuh, autisme, down syndrome, dan beberapa bentuk disabilitas lainnya. Tetapi karena kondisi yang berbeda serta kebutuhan yang khusus dibandingkan masyarakat umum, pandangan masyarakat kepada mereka seperti pengidap penyakit menular. Stigma negatif, pelecehan, menganggap rendah kepada penyandang disabilitas sering ditemui di tengah masyarakat.

Kekerasan fisik dan verbal, mungkin di antara yang sering terjadi kepada penyandang disabilitas. Dikutip dari hukumonline.com, "Berdasarkan data yang dihimpun sepanjang 2010-2022 saja, setidaknya terdapat 20 kasus tindak pidana dengan korban disabilitas di jajaran Polda Jawa Barat. Dari angka tersebut, mayoritas korban berjenis kelamin perempuan. Hanya satu korban berjenis kelamin anak laki-laki. Mayoritas korban tergolong dalam jenis disabilitas tuna grahita atau keterbelakangan mental".

Sebuah tanya yang mungkin masih menjadi keprihatinan bersama, "akankah stigma negatif ini sirna?". Pembinaan baik dari pihak disabilitas juga kepada masyarakat tentu dibutuhkan untuk mewujudkan idealisme ini. Walau tentu dinding penghalang berupa "tren kesempurnaan dan keserakahan" akan terus menghantui upaya ini.

Satu langkah Pemerintah yang patut didukung adalah upaya inklusivitas bagi penyandang disabilitas. Kita berharap edukasi dan sosialisasi tentang hak-hak para penyandang disabilitas bisa terus digaungkan dan didorong. Kita berharap agar ada kesadaran yang lebih dari "akar rumput" untuk peduli pada penyadang disabilitas di daerah masing-masing.

Kita belajar dari salah satu kafe yang mensosialisasikan tentang tuna wicara/tuna rungu. Kampanye tentang bahasa isyarat, misalnya adalah satu langkah nyata untuk memperdekat hubungan antara masyarakat dan penyandang tuna rungu/wicara sebab di antara penghalang kepedulian adalah komunikasi. Kafe tulus yang beralamat di Ujung Bori Antang, kota Makassar ini menyediakan ruang inklusif dan ramah disabilitas pertama. Zaenab sebagai Head of Cafe and Finance menuturkan bahwa ia berharap Cafe Tulus menjadi langkah mendukung Indonesia yang semakin ramah disabilitas dan dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak nantinya (kabarmakassar).

Satu upaya mengikis stigma adalah komunikasi sebagai upaya mediasi. Mudah-mudahan semakin banyak pihak yang mengkampanyekan inklusivitas bagi penyandang disabilitas diiringi pembinaan bagi para penyandang disabilitas tersebut. Selain itu, pembinaan-pembinaan masyarakat yang mengetuk rohani pun semoga bisa menghadirkan solusi untuk sinergitas dan kesetaraan bagi para penyandang disabilitas di ruang publik.

Tentu sebuah idealisme yang sangat indah, tapi semoga semuanya bisa terwujud.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun